Beda Backlog Fighting dan DOFU
Pengertian Backlog fighting dan DOFU pada Program imunisasi
Menjawab beberapa pertanyaan pembaca pada kolom “form pesan” website ini, berikut kita diskusikan pengertian Backlog fighting atau penyulaman dan Drop Out Follow Up (DOFU), sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2017 Tentang Penyelenggaraan Imunisasi.
Sebagaimana kita pahami, cakupan imunisasi rutin yang rendah, menjadi pemicu utama merebaknya penyakit menular di masyarakat, sebagaimana dengan KLB Difteri di Jawa Timur tahun 2018. Hal ini didukung hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan bahwa proporsi imunisasi dasar lengkap pada anak usia 12-23 bulan sebesar 59.7%, sedangkan Riskesdas 2018 mencatat angka sebesar 57.9%. Dua kali pelaksanaan Riskesdas, cakupan imunisasi nasional sama-sama masih dibawah 60%.
Cakupan rendah diatas selain terjadi pada imunisasi rutin bayi usia 0-11 bulan, juga pada imunisasi lanjutan (booster). Sesuai Permenkes 12 tahun 2017, sasaran imunisasi lanjutan adalah Baduta usia 18 s/d 24 bulan, dengan interval pemberian booster DPT-HB-Hib adalah 12 bulan setelah imunisasi dasar DPT-HB-Hib3, dan interval booster MR adalah 6 bulan setelah MR pada imunisasi dasar bayi. Imuisasi lanjutan ini sangat penting dalam meningkatkan kekebalan anak pada usia ini (dimana antibody anak dalam melawan penyakit menular sudah mulai menurun).
Hasil penelitian (Kimura et al,1991, dalam Kemenkes 2017) menunjukkan bahwa titer antibodi yang terbentuk setelah dosis pertama <0.01 IU/mL dan setelah dosis kedua berkisar 0.05-0.08 IU/mL dan setelah 3 dosis menjadi 1,5 -1,7 IU/mL dan menurun pada usia 15-18 bulan menjadi 0.03 IU/mL sehingga dibutuhkan booster. Setelah booster diberikan didapatkan titer antibodi yang tinggi sebesar 6,7 – 10.3 IU/mL. Hal ini diperkuat dengan data KLB Difteri Jawa Timur tahun 2018 yang menunjukkan bahwa risiko anak untuk tertular penyakit difteri akan meningkat 12 kali pada anak yang tidak diimunisasi lanjutan.
Konsep kekebalan kelompok merupakan tujuan utama imunisasi, sehingga cakupan tinggi menjadi syarat mutlaknya. Konsep ini diaplikasi pada tahap awal, dari validitas data sasaran. Kita harus mempunyai data seluruh sasaran imunisasi di Desa, by name by addres. Seluruh bayi, baduta, balita di desa, baik yang rutin datang ke Posyandu, yang jarang datang, bahkan yang tidak pernah datang, harus tercatat jelas di register imunisasi kita. Dengan data ini kita tahu persis sasaran sudah diimunisasi lengkap, atau diimunisasi sebagian, atau tidak pernah diimunisasi sama sekali.
Berdasarkan data tersebut kemudian dilakukan sweeping untuk penyulaman atau melengkapi imunisasi pada bayi, baduta di desa yang belum lengkap imunisasinya, sehingga kita yakin seluruh sasaran di desa sudah masuk dalam upaya maksimal kita untuk dapat diimunisasi. Sweeping ini sesuai Permenkes 12 tahun 2017 merupakan salah satu metode pelaksanaan konsep imunisasi tambahan. Yang termasuk dalam kegiatan Imunisasi Tambahan diantaranya dengan Backlog fighting (BLF). Backlog fighting atau penyulaman merupakan upaya aktif di tingkat Puskesmas untuk melengkapi Imunisasi dasar pada anak yang berumur di bawah tiga tahun. Kegiatan ini diprioritaskan untuk dilaksanakan di desa yang selama dua tahun berturut-turut tidak mencapai UCI.
Berdasarkan pengertian diatas, Backlog fighting dimaksudkan untuk menutup gap cakupan imunisasi pada sasaran s/d usia 3 tahun. Termasuk dalam range usia ini sasaran Imunisasi Dasar Lengkap (IDL) dan imunisasi lanjutan (booster). Sementara salah satu strategi yang dilaksanakan khusus untuk meningkatkan cakupan Imunisasi pada range usia IDL (bayi usia 0-11 bulan) dilakukan dengan strategi DOFU. Merupakan upaya pelacakan sasaran yang belum atau tidak lengkap mendapatkan pelayanan Imunisasi (Defaulter Tracking) diikuti dengan upaya Drop Out Follow Up (DOFU) atau melengkapi jenis imunisasi yang belum didadaptakan pada masing-masing sasaran.