Kontaminasi Bahan Makanan dan Foodborne Diseases
Foodborne Diseases dan Proses Kontaminaasi Bahan Makanan
Meskipun pemerintah di banyak negara telah melakukan berbagai tindakan terbaik untuk meningkatkan keamanan pasokan makanan, terjadinya penyakit bawaan makanan tetap menjadi masalah kesehatan yang signifikan, baik di negara maju maupun negara berkembang. Penyakit bawaan makanan terdokumentasi baik di negara maju, walapun fakta nyata terkait masalah ini justru terjadi dinegara-negara berkembang.
Misalnya Konsekuensi jangka panjang dari kejadian berulang dari diare (sebagai akibat foodborne disease ini), menimbulkan kekurangan gizi dan peningkatan kerentanan terhadap berbagai penyakit. Hal ini terutama terjadi pada penderita diare pada bayi di mana kematian per tahun tercatat sebagai masih sangat tinggi. Dampak jangka panjang, penyakit bawaan makanan menimbulkan kerugian sektor perekonomian dan pembangunan nasional,
Bahan makanan merupakan agen penting dari penularan penyakit yang disebabkan mikroorganisme ke manusia. Istilah penyakit yang timbul karena mengkonsumsi suatu makanan yang telah terkontaminasi mikroorganisme patogen adalah foodborne diseases. Foodborne diseases lazim didefinisikan namun tidak akurat, serta dikenal dengan istilah keracunan makanan. WHO mendefinisikannya sebagai penyakit yang umumnya bersifat infeksi atau racun, yang disebabkan oleh agent yang masuk dalam tubuh melalui makanan yang dicerna (Winarno, 1997).
Terdapat tiga penyebab utama terjadinya foodborne diseases menurut NSW Multicultural Health Communication Service (2004), yaitu kuman, virus ataupun racun dalam makanan tersebut yang secara alamiah ada maupun yang dicampurkan. Lebih dari 90% terjadinya foodborne diseases disebabkan oleh kontaminasi mikrobiologi, yaitu meliputi penyakit tipus, disentri bakteri/amuba, botulism dan intoksikasi bakteri lainnya, serta hepatitis A dan trichinellosis.
Menurut Shetty (1998), beberapa patogen baru penyebab foodborne diseases berhasil teridentifikasi pada kurun waktu 20 tahun ini.
Gejala dari foodborne diseases biasanya tak tentu tergantung dari penyebabnya, namun gejala paling umum berupa diare, muntah, mual, sakit perut dan demam. Gejala lainnya yang dapat timbul adalah sakit kepala. Sementara menurut Sutono (1986), diare akut pada umumnya disebabkan oleh penyebab tunggal misalnya oleh infeksi bakteri atau oleh makanan. Tingginya proporsi penyakit diare dan infeksi lainnya terutama di negara berkembang pada umumnya disebabkan oleh kontaminasi mikrobiologi. Diare yang diakibatkan oleh adanya bibit penyakit dalam makanan merupakan penyebab utama malnutrisi. Menurut Winarno (1997), pada negara-negara berkembang, sebanyak 70% penyakit diare dewasa ini dianggap berawal dari makanan yang mengandung penyakit.
Menurut Ray (1996), bahan pangan dapat bertindak sebagai perantara atau substrat tumbuhnya mikroorganisme yang bersifat patogenik terhadap manusia. Penyakit menular yang cukup berbahaya seperti tipes, kolera, disentri, TBC dan poliomilitis dengan mudah disebarkan melalui bahan pangan. Mikroorganisme dalam bahan makanan ada yang bersifat alami maupun berasal dari sumber lain. Pada buah-buahan dan sayuran, mikroorganisme alaminya terdapat pada permukaan bahan makanan tersebut. Sedangkan pada hewani, mikroorganisme terdapat pada kulit, bulu, saluran pencernaan, saluran pernapasan dan susu hewan tersebut. Selain mikroorganisme alami dalam bahan pangan, makanan dapat pula terkontaminasi oleh udara, tanah, sampah, air, manusia, peralatan, bungkus makanan dan serangga.
Pada permukaan buah-buahan dan sayuran terdapat mikroorganisme alami, tipe dan kandungan mikroorganismenya bervariasi tergantung dari kondisi tanah, pestisida yang digunakan serta kualitas air dan udara. Jamur, ragi, bakteri asam laktat dan bakteri seperti Pseudomonas, Alcali genes, Micrococcus, Erwinia, Bacillus, Clostridium dan Enterobacter banyak ditemukan pada buah dan sayuran. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi mikroorganisme dalam buah dan sayuran adalah dengan cara memilih metode pengolahan tanaman yang baik, mengurangi bahaya kerusakan selama masa panen, mencuci dengan air bersih untuk menghilangkan kotoran dan tanah, serta menyimpannya pada suhu rendah sampai waktu akan diproses.
Ikan dan kerang juga mengandung mikroflora alami di dalam cangkang, kulit dan saluran pencernaannya. Kualitas air, pemberian makan dan penyakit akan mempengaruhi tipe serta kandungan mikroflora tersebut. Mikroflora patogen yang banyak terdapat pada ikan dan kerang adalah Vibrio parahaemolyticus, Vibrio vulnificus dan Vibrio cholerae. Ikan dan produk laut lainnya harus bebas dari polusi selama masa pembiakan serta menggunakan air yang telah direkomendasikan. Pencemaran ikan dan kerang dapat terjadi karena polusi air yang digunakan untuk kehidupannya, serta pengolahan pasca panen yang tidak baik. Produk hasil ikan, misalnya ikan asap, dapat tercemar akibat cara penanganan yang salah, sehingga terjadi perubahan bau dan rasa (Jekti, 1990). Sanitasi harus dijaga dan harus disimpan baik untuk mencegah kontaminasi dan pertumbuhan bakteri.
Daging segar dapat tercemar sejak proses pemotongan, penanganan dan pengolahan menjadi produk lain (Jekti, 1990). Daging dan produk hewani lainnya dapat terkontaminasi beberapa mikroorganisme patogen dari kulit, rambut dan bulunya. Mikroorganisme yang sering didapat dari sumber makanan ini adalah Staphylococcus aureus, Micrococcus spp., Propionibacterium spp., Corynebacterium spp. serta jamur dan ragi. Proses penyembelihan, pencucian dan penghilangan bulu hewan tersebut diharapkan menggunakan air yang bersih. Selama proses persiapan bahan makanan, sangat dibutuhkan sanitasi untuk menjaga kuantitas mikroorganisme dan kualitasnya agar tetap pada level yang aman.
Menurut Jeksti (1990), telur yang baik berasal dari unggas yang sehat, yang tidak mengalami kelainan di luar maupun di dalam. Pencemaran telur dapat terjadi sejak telur tersebut dikeluarkan oleh si induk sampai siap dikonsumsi, yaitu ketika tercemar feses induk, kulit pecah/rusak, cemaran dari tangan peternak maupun pada saat pencucian. Demikian juga proses penyimpanan yang panjang akan memungkinkan terjadinya penetrasi mikroba lewat kulit telur. Bakteri yang sering dijumpai dalam telur dan produknya yang telah tercemar antara lain Salmonella sp., Staphylococcus aureus.
Refference, antara lain : WHO. 2012. Prevention of foodborne disease: Five keys tosafer food; Winarno, F.G., 1997. Keamanan Makanan Katering; Shetty, K., et al. 1998. Food-borne Pathogens, Health and Role of Dietary Phytochemicals. Asia Pacific Journal Clinical Nutritionn; Ray, Bibek, 1996. Fundamental Food Microbiology. Florida: CRC Press Inc; Jekti, R.P., 1990. Pencemaran Bahan Makanan oleh Mikroba. Cermin Dunia Kedoteran