Vaksinasi Covid-19

Ngrumpi Vaksinasi Pada Anak

Diskusi Emak-Emak Vaksinasi Covid-19 pada Anak

Oleh: Munif Arifin

 

Yang bude Jamilah tahu pasti itu jumlah kasus dan kematian covid-19 pada anak flat, rendah.

Selalu demikian.
Selama pandemi.

Sebagai mak-mak ahli induksi, menjadi gampang ditebak.

Beliau menjadi ragu mengantarkan sang cucu vaksinasi ke balai desa memenuhi undangan pak RT hari itu.

Disisi  lain, sebetulnya bude paham, pandemi belum usai. Kata referensi, masih akan ada potensi ribuan mutasi virus Corona yang akan terjadi. Konon setidaknya ada satu mutasi unik baru setiap dua  jam.

Celakanya, beda geografis cenderung menghasilkan varian yang berbeda secara genetik (infonya). Pun demikian virus di kampung Bude.

Kasus masih berpeluang sangat fluktuatif.

Menjadi mudah ditebak pula, bude kemudian berbuih bicara soal urgensi, komparasi, konsep antibodi.

Runtut di upload di group wlijo perumahan bude. Sebuah group marketing semi online yang didedikasikan khusus untuk digitalisasi  belanja kebutuhan sehari-hari. Transaksi masih dilakukan tatap muka. Pada tahap mana, akad transaksi yang sebenarnya sudah selesai, masih akan berlanjut dengan diskusi riuh.

Bude guyon meminjam istilah ghibah sar’i (tanpa abjad y).

Barisan mak-mak militan ini, selalu mampu melahirkan kesimpulan instan yang segera disepakati.

Benar-benar pakar induksi.

Saya sempat mengintip diskusi group ini.

Khoq bisa?

Syahdan, group ini (jauh hari saat WA belum diakuisisi FB) saya founder dan admin group. Mak-mak lupa me resign. Padahal jelas tertuang dalam manifesto AD/ART group, secara tegas mempersyaratkan kriteria gender. He he …

Assyudahlah ..

Begini sebagian bocoran diskusi :

Bude:
Berdasarkan kesepakatan awal, bahwa sandaran konsep kekebalan kelompok adalah sekian persen jumlah penduduk sudah divaksinasi.
Dan itu sebetulnya sudah tercukupi tanpa range usia cucu saya ikut serta.

Ibu Badriyah:
Tapi Bude, anak-anak Khan kelompok rentan. Harus lebih diproteksi.

Mb. Jemitri
Setuju Bu Bad, anak saya rutin imunisasi loh Bu. Malah kemarin dapat sertifikat Imunisasi Dasar Lengkap. Kurang apa saya coba…

Bude:
Lhoo .. cucu saya jugo loh mbak Jem, saat masih bayi sudah IDL, bahkan ketika mantu saya belum paham imunisasi lanjutan usia 2 tahun, saya sudah antar ke Posyandu melengkapi itu.

Bu Kateno Said
Kalau saya masih akan weit en sii saja Bun (maksudnya wait and see sepertinya). Lha imunisasi rutin saja saya harus tukaran disek dengan bapake arek-arek (tukaran/bertengkar). Apalagi ini vaksin baru, saya sendiri belum vaksin, he-he

Diskusi itu masih panjang. Masih berlembar-lembar saat layar hp saya scroll ke bawah.

  • Tentang efek panas pasca imunisasi
  • Tentang hoax chip pada vaksin
  • Tentang KIPI
  • Tentang kebingungan memilih jenis vaksin covid-19 yang baik
  • Tentang hukum vaksin dosis 1 yang beda dengan jenis vaksin dosis 2
  • Tentang mengapa jenis vaksin tertentu harus booster dahulu agar bisa umroh
  • Tentang mengapa NIK gagal entri di pCare.
  • Tentang aplikasi pedulilindungi
  • Dan lain lain, lain lain dan ..

Kubaca  Bude masih terlihat keren dengan memposting sebagian isi surat rekomendasi salah satu organisasi profesi, bahwa : Anak dapat tertular dan atau menularkan virus corona dari dan ke orang dewasa disekitarnya (orangtua, orang lain yang tinggal serumah, orang yang datang ke rumah, teman atau guru disekolah pada pembelajaran tatap muka) walau tanpa gejala.

Dalam hati saya kagum pada diskusi group ini. Spontan dan  mengalir.
Aura group terasa merdeka.
Renyah dan gurihnya diskusi merepresentasikan suasana kepolosan hati.

Namun kesepakatan memang  belum bulat. Sebagian sudah berkeputusan dalam satu hal. Sebagian kurang bersepakat. Sebagian besar yang lain masih konsisten dalam  lingkaran floating mass.

Seluruh alur diskusi vaksinasi itu sebenarnya soal menyusun puzzle yang masih terserak di hiruk pikuk media online dan jagad medsos.

Membantu menyodorkan bagian-bagian puzzle itulah inti komunikasi, edukasi, dan informasi.

Maybe

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Indonesian Public Health Portal