Covid-19Vaksinasi Covid-19

NSCE, just notes

Upaya Nyata Membumikan Metodologi Ilmiah pada Keseharian Kerja 

Oleh: Munif Arifin

 

Bagi Pakde Arif, NSCE ini yang pertama. Padahal agenda tahunan ini sudah yang ke-sembilan.  Sebagaimana tertulis di backdrop acara: The 9th National Scientific Conference On Epidemiology (NSCE). Lessons Learned & Best Practices in COVID-19 Pandemic Response for Early Detection and Prompt Response to Any Future Pandemic

Kesan pertama: konten NSCE mewah;

Kedua: simpel dan mudah;

Kesan selanjutnya, serius;

Khoq serius pakde?

Ternyata masalah bahasa. Bagi beliau yang sejak lahir didoktrin tentang anggah ungguh level kromo inggil. Akan mudah ditebak, tarikan kerut dahinya kian kusut saat harus berjibaku dengan talking, listening dan reading. Tangannya dibuat kiyu (pegal) membolak balik Google translate di keypad HP.

Membumikan metodologi ilmiah

Pakde mengenal dengan baik hampir seluruh topik oral dan poster presentation yang ditampilkan. Pun dengan plenary sessions. Hanya sekedar kenal. Beberapa topik kekinian, setengah viral. Pun topik yang sedikit berbau neglected infectious diseases. Beberapa bisa disebutkan: All about COVID-19, Vaccine Preventable Diseases, Vector borne Diseases, Food or Water borne Diseases, Respiratory Diseases, Zoonotic Diseases, About outbreak, Sero-Survey Covid-19. Dan lainnya.

Bagi pakde, topik keseharian kerja ini tiba-tiba bernilai tambah dengan sentuhan outline background, methods, result, serta conclution recomendation.

Tentu tidak sesederhana itu. Karena didalamnya ada keluh kesah panjang tentang collecting, cleaning, editing data. Ada exotisme pilihan menu interface aplikasi statistik semacam epiinfo. Ada pilihan sajian. Bermaksud menggambarkan, mencari faktor risiko, atau lainnya.

Pakde jadi ingat kantor. Data sebetulnya berlimpah. Di kotak arsip. Atau di laporan harian, mingguan, bulanan, trimester, semester.

Sering kita berada pada satu titik dengan pertanyaan yang sulit dijawab. Data akan diapakan?

Karena jejaring belum efektif terbentuk. Diskusi sulit didapat.

Pakde berfikir soal peran penting mentor, pembimbing. Atau apapun namanya. Seseorang dengan kualifikasi penguasaan metodologi ilmiah. Bisa siapa saja.

Bagi beliau, kekuatan kurikulum FETP frontline  dan intermediate ada di konsep mentoring. Konsep pembimbing yang sepertinya diadop dari dunia kampus ini legimited di forum ini.

(Sebagaimana diketahui, diantara daftar undangan forum NSCE adalah peserta Diklat FETP frontline dan intermediate. Selain tentu level utama pada perguruan tinggi pengampu program Field Epidemiology Training Program/FETP).

Jika boleh berandai-andai, skenarionya demikian:

Instansi sebagai supplier data terwadahi secara metodologi oleh perguruan tinggi. Kerja kolaboratif ini segera menghasilkan penelitian. Melahirkan tulisan ilmiah. Selanjutnya sentuhan akhir dapat dilakukan oleh regulator, atau lembaga nirlaba, sponsoship, atau lainnya.

Bisa dibayangkan, para pengampu kebijakan menjadi punya banyak pilihan evidence based, dari sederet rekomendasi yang dilahirkan penelitian itu.

Rekomendasi lebih aplikable. Karena support masalah dan data dukung fresh riil real time.

Menurut Pakde, perbaiki dulu kandungan lokal, baru berfikir global. Tidak usah risau dulu pada peringkat kampus. Peringkat penelitian. Atau pada jumlah paten internasional (yang konon kita hanya mampu mencatatkan 8 paten per-tahun, sementara ada tetangga jauh yang 8 paten itu per-hari).

Kita lakukan self assessment, lanjut Pakde. Kita biklin alat ukur sendiri, kita kompetisikan sendiri, kita umumkan sendiri. Baru kita umpankan lambung ke komunitas global. Lanjut Pakde terkekeh.

Model acara ilmiah tahunan seperti NSCE ini,  andai dilakukan banyak lembaga, akan jauh lebih keren. Bisa Kemenkes, lembaga penelitian, perguruan tinggi, organisasi profesi. Atau lainnya.

Prinsipnya pada konsep jejaring dan  jemput bola. Kolaboratif antara sumber data tenaga (di kab/kota), support metodologi (perguruan tinggi/profesional), dan lembaga penyelenggara.

Selebihnya, tergantung nawaitu dan komitmen ….


(Special thanks: BPPK Ciloto, Safetynet,CDC)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Indonesian Public Health Portal