Sebagaimana kita ketahui, saat ini kita dikejutkan dengan data dan berita tentang Kejadian Luar Biasa (KLB) Difteri di berbagai kota dan propinsi di Indonesia. Berbagai daerah melaporkan kejadian difteri pada berbagai range usia, dengan sebagian besar pada anak-anak. Disatu sisi penyakit difteri dan penyakit karena virus atau bakteri, menjadi sangat menjadi masalah kesehatan masyarakat karena kecepatan penularannya. Namun disisi lain lebih punya harapan untuk ditanggulangi karena perkembangan teknik dan jenis imunisasi telah sedemikian berkembang dan terbukti efektif mampu mencegah perkembangan penyakit karena virus dan bakteri.
Persoalan kemudian muncul karena metode imunisasi mensyaratkan tingginya cakupan karena secara epidemiologi, untuk mampu memutuskan rantai penularan harus tercipta kekebalan komunitas, tidak lagi berbicara soal kekebalan individu. Dan itu baru dapat dipenuhi jika cakupan imunisasi di masyarakat tinggi. Jika hal ini tidak terpenuhi, maka jika muncul satu kasus makan akan cepat menyebar dan potensial menimbulkan KLB.
Berdasarkan hal diatas, pemilihan metode outbreak respon imunisasian (ORI) yang dipilih oleh Kemenkes untuk meredam penyebaran difteri menjadi pilihan paling memungkinkan untuk dipilih. Bagaimana Difteri, KLB, dan ORI harus dilaksanakan? Berikut disarikan dari berbagai sumber.
Penyakit Difteri adalah penyakit menular akut pada tonsil, faring dan hidung kadang-kadang pada selaput mukosa dan kulit. Difteri dapat menyerang orang yang tidak mempunyai kekebalan.
Definisi kasus difteri (WHO-2003):
Gambaran umum penyakit difteri antara lain sebagai berikut:
Kriteria KLB Difteri jika ditemukannya minimal satu kasus Difteri Klinis. Deskripsi klinis kasus difteri adalah penyakit yang ditandai dengan laringitis atau faringitis atau tonsilitis, dan membran adheren (tidak mudah lepas) pada tonsil, faring dan/atau hidung. Atau kasus yang menunjukkan gejala gejala demam, sakit menelan, dan pseudomembran putih keabu-abuan, yang tidak mudah lepas dan mudah berdarah (Pedoman Penyelidikan dan penggulangan KLB Penyakit menular dan Keracunan Pangan, 2017). Sangat dimungkinkan bahwa KLB Difteri terjadi karena adanya Immunity Gap dalam populasi. Hal ini menjadi faktor risiko penularan menjadi tinggi, diantaranya karena akumulasi kelompok yang rentan terhadap difteri karena faktor tidak diimunisasi atau tidak lengkap mendapatkan imunisasi
Beberapa tindakan sebagai langkah kewaspadaan terhadap kejadian KLB Difteri antara lain dengan segera melengkapi imunisasi DPT/DT/Td anak sesuai jadwal imunisasi anak (jadwal Kemenkes maupun IDAI). Kriteria imunisasi difteri lengkap adalah sebagai berikut (Kemenkes RI, 2017):
Prinsipnya cakupan imunisasi pada kelompok umur tersebut diatas harus tinggi (target minimal 95%) dan merata di setiap wilayah.
Outbreak Respon Immunisation (ORI)
Pada daerah terjangkit Kejadian Luas Biasa (KLB), dilakukan imunisasi sebagai respon cepat yang berdasarkan hasil kajian penyelidikan epidemiologi untuk mencegah meluasnya KLB. Setiap anak di wilayah KLB dan sekitarnya yang belum lengkap imunisasi, diberikan imunisasi sesuai usia dengan ketentuan sebagai berikut (Kemenkes RI, 2017) :
Masalah Kesehatan Masyarakat Infeksi Soil Transmitted Helminths (STH) Menurut data WHO, Soil Transmitted Helminths (STH)…
Pengaruh Kondisi Sanitasi yang Buruk terhadap Kejadian Penyakit Diare Bagi keluarga besar Sanitarian khususnya dan…
Prinsip, Standar dan Parameter Sanitasi Kantin Sekolah Pengelolaan makanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan…
Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 14 Tahun 2021 Tentang Hukum Penggunaan Vaksin Covid-19 Produk Astrazeneca…
Pengertian dan Bahaya Anemia Zat Besi Bagi Balita Anemia merupakan keadaan dimana terjadi penurunan kadar…
Penatalaksanaan medis, kontak erat, dan pencegahan infeksi dalam pengobatan kasus difteri. Manajemen medis Doktermemutuskan apakah…