Ditengarai berbagai upaya pemberantasan dan pengendalian hama dengan pestisida yang dilakukan secara intensif telah menimbulkan berbagai dampak yang merugikan. Beberapa dampak ini seperti terjadinya keracunan baik akut maupun kronis, terjadinya pencemaran, juga terbentuknya galur-galur hama yang resisten terhadap pestisida.
Terjadinya keracunan pestisida khususnya pada penyemprot atau pada jenis tenaga pengelola lainnya, banyak dipengaruhi oleh aspek perilaku pengelola.
Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 258/MENKES/PER/III/1992 Tentang Persyaratan Kesehatan Pengelolaan Pestisida pestisida merupakan semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk :
Salah satu dampak dan resiko penggunaan pestisida adalah terjadinya keracunan langsung dan gangguan kesehatan jangka panjang yang disebabkan adanya paparan (exposure) secara langsung ketika menggunakan pestisida. Paparan pestisida dapat masuk kedalam darah melalui mekanisme saat penyemprotan. Proses masuknya pestisida dalam tubuh, antara lain disebabkan terjadinya kontak antara pengguna dan pestisida. Penggunaan pestisida yang tidak benar berakibat pestisida masuk kedalam tubuh manusia melalui saluran kulit, pencernaan dan pernapasan.
Penggunaan pestisida umumnya melibatkan pekerjaan menyimpan dan memindahkan pestisida, menyiapkan larutan pestisida, mengaplikasikan pestisida dan mencuci alat-alat aplikasi. Diantara keempat pekerjaan tersebut, yang paling sering menimbulkan kontaminasi adalah pekerjaan mengaplikasikan, terutama menyemprotkan pestisida.
Berikut beberapa tahap kegiatan terkait pengelolaan pestisida yang berpotensi menimbulkan terjadinya eksposure dan keracunan pestisida.
Penyimpan dan Pemindahan
Beberapa persyaratan yang kita perhatikan pada tempat penyimpanan pestisida ini antara lain :
Penyiapkan Pestisida
Sebagaimana prosudur umum penggunaan aplikasi pestisida, seringkali harus dilakukan proses pencampuran pestisida dengan media atau bahan lain sebelum digunakan. Pencampuran boleh dilakukan sejauh dalam label kemasan tidak disebutkan larangan pencampuran. Beberapa persyaratan yang harus diperhatikan dalam proses ini meliputi :
Penyemprotan pestisida
Tahap penyemprotan pestisida menjadi salah satu tahap riskan karena paling sering menimbulkan kontaminasi. Beberapa persyaratan yang harus diperhatiakan ketika melakukan penyemprotan antara lain :
Pencucian alat-alat aplikasi
Proses pencucian alat setelah penggunaan pestisida dapat menyebabkan lingkungan sekitar pencucian alat terpapar pestisida. Walaupun proses pencucian alat-alat aplikasi pada umumnya sangat jarang menimbulkan kasus keracunan, karena produk yang terkena telah mengalami pengenceran oleh air yang digunakan untuk mencuci alat-alat tersebut, namun harus diperhatikan perlakuan terhadap wadah dan alat penyemprot pestisida.
Durasi dan lama penyemprotan
Pestisida merupakan bahan yang bersifat toksik, sehingga pada penggunaan jangka panjang berdampak pada gangguan sistem syaraf. Banyak penelitian yang memperlihatkan bahwa penggunaan pestisida yang cukup lama berdampak pada gangguan sistem saraf. Kondisi penggunaan pestisida yang cukup lama berdampak pada terjadinya keracunan kronis yang dapat menimbulkan berbagai penyakit mematikan. Efek pestisida lebih parah pada penggunaan pestisida yang berulang-ulang dalam waktu yang cukup lama. Risiko terkena penyakit parkinson meningkat sampai 70% pada orang yang terpapar pestisida meski dalam konsentrasi sangat rendah
Alat Pelindung Diri (APD)
Berdasarkan Keputusan Dirjen P2PL Depkes RI Nomor 31-I/PD.03.04.LP Tahun 1993 tentang perlengkapan alat pelindung diri minimal yang harus digunakan berdasarkan jenis pekerjaan dan klasifikasi pestisida, beberapa jenis APD yang harus digunakan untuk penyemprotan di luar gedung antara lain : (a) pelindung kepala (topi/caping); (b) pelindung muka atau pelindung pernapasan (masker); (c) pelindung badan (baju lengan panjang dan celana panjang yang terusan maupun yang terpisah; (d) pelindung tangan (sarung tangan); dan (e) pelindung kaki (sepatu boot yang berlaras panjang, terbuat dari karet, tidak mudah robek dan tidak mudah mengkerut).
Semua batasan diatas tidak akan efektif jika tidak diaplikasikan. Banyak faktor yang mempengaruhi, seperti faktor sarana dan prasarana, kebijakan, juga kesadaran. Namun faktor perilaku pengelola sangat menentukan keberhasilan upaya pencegahan keracunan ini. Dan hal ini tidak hanya berlaku dalam usaha pengelolaan pestisida yang aman ini. Hampir semua program kesehatan mensyaratkan ntervensi aspek perilaku sebagai pendukung utama keberhasilan program. Sebagaimana kita ketahui aspek perilaku harus menjadi prioritas perhatian dalam pelaksanaan berbagai kebijakan khususnya di bidang kesehatan. Kita mungkin masih ingat, salah satu teori perilaku yang terkenal dalam dunia kesehatan dikemukan Green, yang menyatakan bahwa kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh faktor perilaku. Sementara faktor perilaku sendiri dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu faktor predisposing factor (memudahkan), enabling factor (pendukung) dan faktor pendorong (reinforcing). Faktor perilaku juga mendapat porsi penting sebagai salah satu faktor utama yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat, sebagaimana dikemukakan HL Bloom.
Referensi, antara lain:
Alur Pelayanan Balita Gizi Buruk di Puskesmas Pelaksanaan upaya pencegahan gizi buruk dibagi dalam tiga…
Pedoman WHO Untuk Kontrol Kualitas Udara dalam Ruangan, terkait Kelembaban dan Jamur Terdapat sebuah pedoman…
Download Keputusan Dirjend Yankes Nomor HK.02.02/I/3991/2022 Tentang Juknis Akreditas Puskesmas Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan…
Dowonload Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2015 Tentang Kementerian Kesehatan Peraturan Presiden Nomor…
Petunjuk Teknis Kampanye dan Introduksi Imunisasi Measles Rubella (MR) 2017 Sebagaimana kita ketahui, pada bulan…
Fungsi Kalsium Bagi Tubuh Kalsium merupakan mineral yang sangat penting bagi manusia. Fungsi kalsium dalam…