Public Health

Outbreak Response Immunization (ORI) Difteri

Pengertian, Kriteria, dan Prosedur Outbreak Response Immunization (ORI)

Difteri merupakan penyakit infeksi sangat menular disebabkan karena bakteri Corynebacteriurn Diphteriae. Selain kecepatan penularannya, penyakit ini dapat menyebabkan kematian jika tidak ditangani secara cepat dan tepat. Namun penyakit ini dapat dicegah dengan imunisasi. Tahap imunisasi antara lain dilakukan pada imunisasi dasar bayi, imunisasi lanjutan pada anak usia di bawah dua tahun, serta imunisasi pada anak usia sekolah dasar. Tahapan imunisasi tersebut harus dilakukan secara rutin dan lengkap sesuai interval waktu yang dipersyaratkan.

Suatu wilayah dinyatakan dalam status Kejadian Luar Biasa (KLB) Difteri jika ditemukan minimal 1 (satu) kasus difteri klinis. Difteri klinis adalah orang dengan gejala laringitis, naso faringitis atau tonsilitis ditambah pseudomembran putih keabuan yang tak mudah lepas dan mudah berdarah di faring, laring dan tonsil dan dilaporkan dalam 24 jam. Sesuai Permenkes Nomor 1501 Tahun 2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan, maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Kepala Dinas Ke sehatan Provinsi atau Menteri dapat menetapkan daerah dalam keadaan KLB apabila suatu daerah memenuhi salah satu kriteria KLB.

Secara epidemiologi, penyebab KLB karena terjadinya Immunity Gap kekebalan dalam populasi karena akumulasi kelompok yang rentan terhadap difteri, baik karena tidak mendapat imunisasi atau karena imunisasinya tidak lengkap. Juga faktor kepadatan penduduk serta kepadatan hunian rumah. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa rumah dengan kapadatan lebih dari lima meningkatkan risiko terjadinya penularan. Kejadian Luar Biasa lebih sering terjadi pada wilayah dengan kepadatan penduduk tinggi. Selain itu, risiko KLB juga meningkat pada wilayah dengan mobilisasi penduduk tinggi.

Berbagai strategi untuk menanggulangi kejadian Difteri antara lain:

  • Melakukan penyelidikan epidemiologi dan penemuan kasus, kontak dan karier pada seluruh kasus Difteri. Hal ini untuk menentukan ada atau tidaknya penularan dan penyebaran kasus Difteri
  • Melakukan rujukan segera kasus difteri ke rumah sakit, serta memberikan antibiotika profilaksis pada kasus kontak dan karier. Kemudian dilakukan tatalaksana kasus di Rumah Sakit sesuai prosedur, seperti dengan menempatkan kasus di ruang isolasi, serta mengurangi kontak dengan orang lain
  • Meningkatkan cakupan imunisasi rutin difteri agar mencapai cakupan minimal 95%.
  • Melaksanakan Outbreak Response Immunization (ORI) kasus difteri sebanyak 3 (tiga) putaran.

Outbreak Response Immunization (ORI) dimaksudkan untuk:  (1). Memutuskan rantai penularan dengan segera; (2). Menurunkan jumlah kasus difteri dan (3). Mencegah agar penularan tidak semakin meluas  dengan memberikan imunisasi difteri kepada kelompok usia tertentu.

Strategi ORI

Outbreak Response Immunization dilaksanakan dengan beberapa strategi, antara lain dilaksanakan  sebanyak 3 putaran, dengan target cakupan >90%. ORI dilaksanakan dengan interval 1 dan 6 bulan, pada kelompok sasaran usia 1 – <19 tahun (kelas 3 SLTA). Terdapat 3 macam jenis vaksin yang dipergunakan untuk ORI, yaitu : Vaksin DPT-HB-Hib (Penta valen) untuk anak usia 1 s/d <5 tahun, Vaksin DT untuk anak usia 5 s/d <7 tahun; dan Vaksin Td untuk usia 7 s.d <19 tahun

Selain hal tersebut, strategi ORI dilakukan dengan melibatkan organisasi profesi (IDAI, IDI, IBI,PPNI, dan lainnya) untuk meningkatkan keberhasilan. ORI dilaksanakan di sekolah-sekolah, Posyandu, Puskesmas dan Faskes lainnya.

Sedangkan untuk wilayah yang tidak termasuk dalam kategori ORI, dilakukan beberapa strategi, antara lain dengan : Penguatan program imunisasi rutin (bayi, Baduta dan BIAS); Penjangkauan sasaran yang tidak atau belum lengkap status imunisasi rutinnya; Perbaikan manajemen program, seperti kualitas rantai dingin vaksin serta pelayanan imunisasi; Peningkatan kinerja surveilans PD3I (Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi); Tetap mempertahakan cakupan imunisasi rutin difteri tetap tinggi dan merata (minimal 95%).

kesmas

Recent Posts

Fatwa MUI Tentang Hukum Vaksinasi Covid-19 Saat Berpuasa

Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 13 Tahun 2021 Tentang Hukum Vaksinasi Covid-19 Saat Berpuasa Beberapa…

10 hours ago

Kecoak Vektor Penyebaran Penyakit

Kecoak dan Peranannya dalam Penyebaran Penyakit dan Masalah Kesehatan Kecoak adalah hewan nocturnal (hewan yang…

22 hours ago

Seri Marketing Sanitasi

Update Marketing Sanitasi Sementara Marketing Sanitasi di Kab. Lumajang saat ini sudah melahirkan beberapa boss…

1 day ago

Epidemiologi Schistosomiasis

Epidemiologi  Schistosomiasis di Indonesia Schistosomiasis adalah penyakit parasit kronis yang menginfeksi  lebih dari 200 juta…

2 days ago

Terbaru Rekomendasi PAPDI tentang Pemberian Vaksinasi COVID-19 pada Pasien dengan Penyakit Penyerta/ Komorbid

Download Rekomendasi Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) rekomendasi nomor 2309/PB PAPDI/U/111/2021 Tanggal 18…

2 days ago

Dampak Pencemaran Timbal pada Kesehatan

Dampak dan Proses Pencemaran Timbal (Pb) pada Kesehatan Saat ini masalah pencemaran lingkungan sudah sedemikian…

3 days ago