Bidan IndonesiaPublic Health

Diagnosis TBC Anak

Prosedur Diagnosis Penyakit TB Paru Pada Anak

Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit yang sudah sangat lama dikenal oleh manusia. Kuman Mycobacterium tuberculosis penyebab TB ditemukan oleh Robert Koch pada tahun 1882. Walaupun telah dikenal sekian lama dan telah lama pula ditemukan obatnya tetapi hingga saat ini TB masih merupakan masalah kesehatan utama di seluruh dunia.

Diagnosis pasti TB ditegakkan dengan ditemukannya Mycobacterium tuberculosis pada pemeriksaan sputum atau bilasan lambung, cairan serebrospinal, cairan pleura, atau pada biopsi jaringan. Pada anak, kesulitan menegakkan diagnosis pasti disebabkan oleh dua hal, yaitu sedikitnya jumlah kuman (paucibacillary) dan sulitnya pengambilan spesimen (sputum).

Jumlah kuman TB di sekret bronkus pasien anak lebih sedikit daripada dewasa karena lokasi kerusakan jaringan TB paru primer terletak di kelenjar limfe hilus dan parenkim paru bagian perifer. Selain itu, tingkat kerusakan parenkim paru tidak seberat pada dewasa. Kuman BTA baru dapat dilihat dengan mikroskop bila jumlahnya paling sedikit 5.000 kuman dalam 1 ml dahak. Kesulitan kedua, pengambilan spesimen/sputum sulit dilakukan pada anak, walaupun batuknya berdahak, biasanya dahak akan ditelan sehingga diperlukan bilasan lambung yang diambil melalui nasogastric tube (NGT) dan harus dilakukan oleh petugas berpengalaman. Karena berbagai alasan di atas, diagnosis TB anak bergantung pada penemuan klinis dan radiologis, yang keduanya sering kali tidak spesifik. Kadang-kadang, TB anak ditemukan karena ditemukannya TB dewasa di sekitarnya. Diagnosis TB anak ditentukan berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan penunjang seperti uji tuberkulin, pemeriksaan laboratorium, dan foto rontgen dada. Adanya riwayat kontak dengan pasien TB dewasa BTA positif, uji tuberkulin positif, dan foto paru yang mengarah pada TB (sugestif TB) merupakan bukti kuat yang menyatakan anak telah sakit TB

Diagnosis TB pada anak sulit dilakukan seperti pada orang dewasa. Hal ini terjadi karena sebagian besar bayi dan anak yang terinfeksi Mycobacterium tuberkulosis dan sampai menderita TB tidak menunjukkan tanda dan gejala yang pasti, hanya sebagian kecil yang menunjukkan gejala tidak spesifik seperti demam, anoreksia, penurunan berat badan, dan batuk. Kesulitan mendiagnosis TB pada anak disebabkan oleh karena gejala batuk pada anak tidak sejelas orang dewasa, sehingga dengan demikian pada anak BTA positif dari sputum tidak dapat dipakai sebagai dasar diagnosis. Diagnosis pada anak dapat dilakukan dengan pertimbangan gejala klinis yang timbul dan dapat didukung dengan melakukan uji tuberkulin dan foto toraks.

Terdapat panduan sementara yang diterbitkan oleh WHO (1989), untuk mendiagnosis TB pada anak dengan pembagian kriteria suspect, probable dan confirmed.

Kriteria Suspect TB atau dicurigai tuberkulosis:

  • Anak sakit dengan riwayat kontak dengan penderita didiagnosis pasti TB paru.
  • Setiap anak dengan kondisi kesehatan tidak kembali pulih/membaik setelah menderita campak atau batuk rejan;  Berat badan menurun, batuk, yang tidak membaik dengan pengobatan antibiotika untuk penyakit saluran respiratorik;  Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak nyeri.

Probable TB atau dimungkinkan menderita tuberkulosis:yaitu anak yang dicurigai TB disertai salah satu hal berikut ini:
–    Uji tuberkulin positif (indurasi > 10 mm).
–    Foto toraks sugestif TB.
–    Pemeriksaan histologis biopsi sugestif TB.
–    Respon yang baik terhadap pengobatan dengan OAT.

Kriteria Confirmed atau dipastikan TB Paru:
–    Ditemukan basil TB pada pemeriksaan mikroskop langsung atau biakan.
–    Identifikasi Mycobacterium tube rkulosis pada karakteristik biakan.

Sedangkan di Indonesia, diagnosis TB anak sesuai hasil Konsensus Nasional TB Anak pada tahun 2001 (telah direvisi tahun 2002), bahwa seorang anak dicurigai menderita TB bila memenuhi minimal 3 dari 10 kriteria diagnosis berikut:

  1. Riwayat kontak erat dengan penderita TB sputum BTA (+).
  2. Reaksi cepat BCG, yaitu timbul kemerahan di lokasi suntikan dalam 3-7 hari setelah pemberian BCG.
  3. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas, atau berat badan kurang yang tidak naik dalam 1 bulan meskipun sudah dengan penanganan gizi (failure to thrive).
  4. Demam lama atau berulang tan pa sebab yang jelas.
  5. Batuk lama lebih dari 3 minggu.
  6. Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang spesifik.
  7. Skrofuloderma.
  8. Konjungtivitis fliktenularis.
  9. Uji tuberkulin positif (>10 mm).
  10. Gambaran foto rontgen sugestif TB.

Mengingat diagnosis TB anak relatif lebih sulit, maka terdapat tambahan kriteria dengan menggunakan sistem skor. Sistem ini, antara lain telah ditetapkan pengurus pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia, yang telah membuat pedoman nasional tuberkulosis anak dengan menggunakan sistem skor (scoring system), yaitu pembobotan terhadap gejala atau tanda klinis yang dijumpai. Pedoman tersebut secara resmi digunakan oleh program nasional penanggulangan tuberkulosis untuk diagnosis TB anak.

Catatan :

  1. Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter.
  2. Batuk dimasukkan dalam skor setelah disingkirkan penyebab batuk kronik lainnya seperti Asma, Sinusitis, dan lain – lain
  3. Jika dijumpai skrofuloderma (TB pada kelenjar dan kulit), pasien dapat langsung didiagnosis tuberkulosis.
  4. Berat badan dinilai saat pasien datang (moment opname).
  5. Foto toraks bukan alat diagnostik utama pada TB anak
  6. Semua anak dengan reaksi cepat BCG (reaksi lokal timbul < 7 hari setelah penyuntikan harus dievaluasi dengan sistem skoring TB anak.
  7. Anak didiagnosis TB jika jumlah skor > 6, (skor maksimal 13)
  8. Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dirujuk ke RS untuk evaluasi lebih lanjut.

Setelah dokter melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, maka dilakukan pembobotan dengan sistem skor. Pasien dengan jumlah skor yang lebih atau sama dengan >6, harus ditatalaksana sebagai pasien TB dan mendapat OAT (obat anti tuberkulosis). Bila skor kurang dari 6 tetapi secara klinis kecurigaan kearah TB kuat maka perlu dilakukan pemeriksaan diagnostik lainnya sesuai indikasi, seperti bilasan lambung, patologi anatomi, pungsi lumbal, pungsi pleura, foto tulang dan sendi, fund uskopi, CT-scan, dan lainnya.

Refference:

  • Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak. Rahajoe, N., Cissy B Kartasasmita, Darfioes Basir, Makmuri MS.,IDAI, Jakarta. 2005
  • Tuberkulosis Anak dan Permasalahannya, Rahajoe,N. Jurnal Respirologi Indonesia, Vol.16, no. 2, April 1996.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Indonesian Public Health Portal