Kesehatan MasyarakatPublic Health

Bukan Force Majeure Gagal Tunggu Haji?

Menunggu, Gagal Tunggu Istithaah

Bagaimana seseorang yang sudah menunggu berpuluh tahun gagal berangkat haji ketika jadwal keberangkatannya tiba.

Gagal?

Karena ketidak berdayaan fisik dan kesehatan telah menelikungnya. Karena status istithaah tidak berhasil dilaluinya.

Ketika 25 tahun yang lalu resmi mempunyai nomor porsi, saat itu semua masih baik-baik saja. Jangankan untuk jalan cepat thawaf, dan sa’i, jikapun dituntut berlari mengejar bus Sholawat, ke terminal Jiad, Syib Amin, atau ke Misfalah tentu sangat mampu. Saat itu masih sangat bisa.

Sampai kemudian diselang waktu menunggu, sakit itu datang. Hingga kini. Dan seluruh prosesi administrasi telah menghentikan niat mereka.

Tanah haram yang dirindu tiba-tiba menjadi belantara gelab yang mustahil dijamah, tanpa empati.

Mengapa energi alam tidak melenbutkan nurani shohibul bait untuk memberinya kekuatan terbaiknya menyambut melayani para tamu Allah yang sungguh tidak berdaya ini.

Yang seluruh nafas dan do’anya tercurah rindu membuncah untuk berkunjung bertauladan pada kekasihNya.

Bisa jadi, juknis istithaah sebetulnya juga pernah mempertimbangkan pahitnya gagal berangkat haji pada detik akhir setelah menunggu berpuluh tahun itu. Namun apalah daya, regulasi haji terkait di banyak lembaga dan negara.

Karena haji, setidaknya disini, tidak melulu soal syariat. Disana ada masalah sosial, psikologi, budaya, ekonomi, kekerabatan. Dan seterusnya.

Upaya serius untuk menjadikan haji sehat bagi seluruh jamaah sungguh derajat ikhtiar paling mulia. Namun masih mengganjal di jalan fikir Bude, sesuatu yang bersifat force majeure karena suatu sebab diluar kuasa calon jamaah, semestinya difikirkan sejak awal. Kecuali saat daftar dan syah mendapatkan nomor porsi kondisinya memang sudah masuk kriteria tidak istithaah. Lha ini sudah menunggu berpuluh tahun. Ujar Bude bersungut.

Bude melanjutkan, seharusnya regulasi sudah menghitung kondisi force majeur demikian. Bude membayangkan di sana akan ada failitas kesehatan, apapun namanya yang khusus melayani tamu Allah yang istimewa ini. Yang dilimpahkan kasih sayangNya dengan ketidak berdayaan sakit.  Misalnya yang harus rutin cuci darah, yang butuh support oksigen. Yang bahkan tidak dapat kemana mana. Orang-orang istimewa dengan pemahaman utuh, bahwa Allah betul-betul tidak lebih dekat dari urat lehernya.

Kadang mereka memang tidak butuh kemana-mana. Karena yang terpenting sudah disana. Di tanah haram.

Tidak akan sulit mewujudkan itu.

Pertama: Tentu karena seluruh sumber daya ada.  Sangat tersedia. Angaran, teknologi, atau apapun sebutkan saja.

Kedua:  Sesuatu yang istimewa tentu berjumlah terbatas. Orang-orang pilihan tidak akan berjumlah banyak.

Bude pernah menghitung, di kampung Bude, jamaah yang berkebutuhan khusus seperti itu hanya 0,3%. Jika kuota jamaah haji dari seluruh bumi tahun ini 850.000, maka akan ada sekitar 2.400 jamaah yang memerlukan pelayanan. Menurut estimasi lugu Bude, dibutuhkan sebuah rumah sakit dengan kapasitas setara dengan RS Dr. Sutomo Surabaya.

Begitulah gundah Bude Jamilah menjadikan sesak di dada

Kuberikan berbagai logika khas syariat. Walau kuyakin akan gagal karena maqom Bude memang sudah di hakikat. Atau bude terlalu lugu di teknis. Wallahu a’lam.

Catatan :

Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2016 Tentang Istithaah Kesehatan Jemaah Haji, disebutkan :

  • Istithaah adalah kemampuan Jemaah Haji secara jasmaniah, ruhaniah, pembekalan dan keamanan untuk menunaikan ibadah haji tanpa menelantarkan kewajiban terhadap keluarga.
  • Istithaah Kesehatan Jemaah Haji adalah kemampuan Jemaah Haji dari aspek kesehatan yang meliputi fisik dan mental yang terukur dengan pemeriksaan yang dapat dipertanggungjawabkan sehingga Jemaah Haji dapat menjalankan ibadahnya sesuai tuntunan Agama Islam

Beberapa kriteria jemaah Haji yang ditetapkan Tidak Memenuhi Syarat Istithaah Kesehatan Haji disebutkan, diantaranya kondisi klinis yang dapat mengancam jiwa, antara lain Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) derajat IV, Gagal Jantung Stadium IV, Chronic Kidney Disease Stadium IV dengan peritoneal dialysis/hemodialisis reguler, AIDS stadium IV dengan infeksi oportunistik, Stroke Haemorhagic luas; gangguan jiwa berat, penyakit yang sulit diharapkan kesembuhannya, Tuberculosis Totaly Drugs Resistance (TDR).

Menurut Bude, seharusnya ada tambahan klausul pada peraturan diatas, yaitu:

Pasal 14: Kondisi sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 huruf a,b, dan c diatas sudah ditentukan dan berlaku pada saat jamaah mendapatkan nomor porsi pendaftaran.

Selebihnya akan menjadi tanggung jawab shohibul bait (masih menurut Bude).

Sekilas kulirik bude,

Semakin tanpa ekspresi …

(jRenk’22)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Indonesian Public Health Portal