Covid-19Vaksinasi Covid-19

Cepat Menemukan Omicron

Karena Cepat Menemukan Omicron?

Oleh: Munif Arifin

 

Bude Jamilah sangat bersyukur. Juga dibuat penasaran. Bagaimana bisa release omicron di USA sana dalam sehari bisa mencapai 400 ribu lebih. Sementara di kampung Bude dalam kurun 2 bulan “baru” ditemukan 2 ribuan kasus (data per 26 Januari 2022 berjumlah 1.988).

Start kasus relatif sama.

Sementara jika membandingkan coverage vaksinasi covid-19, dosis 2 di sana 64%, sedangkan di sini 61%. Itulah, diantara yurisdiksi booster lebih legimited.

Dari angka-angka diatas, seharusnya laju infeksi relatif sama.

Bude gamang, antara coverage vaksin, dan kecepatan penegakan diagnosa swab.

Perlahan kusodorkan statement liar: Karena kapabilitas dan kapasitas crew penegakan diagnosis (baca: laboratorium)

Deal bude setuju pada poin itu.

Walau agak sewot.

Jangan-janga bude yang kedodoran memahami karakter mutans ini. Setelah dulu dengan bangga menceritakan Genose, Ventilator Salman, reagen antigen lokal, dan lainnya. Juga vaksin merah putih yang on going.

Satu hal yang sudah dipahami bude, jenis mutasi covid ini akan terus bermunculan. Silih berganti mendominasi enterpretasi hasil swab. Si A datang si B menghilnag. Dan seterusnya.

Bude membayangkan, para cerdik pandai anak cucu Bude sudah sejak awal punya cetak biru karakter dasar nenek moyang covid. Mau bermanuver seperti apa. Ber improvisasi ke mana. Sudah bisa ditebak. Soal formasi ujung sel T.

Sebagaimana disebut referensi, mutasi omicrom terutama hanya pada protein paku (sel T). Sel yang dikenal juga sebagai target antibody. Sel yang  dibidik Efikasi vaksin.

Logikanya  jika susunan genetik protein itu berubah tentu akan mengurangi efektivitas antibodi yang sudah terbentuk dari vaksinasi maupun dari infeksi varian sebelumnya.

Bude jadi gamang membayangkan. Jasad renik nano ini sedemikian besar  menyimpan misteri. Pantas banyak analogi pembelajaran justru dengan ciptaanNya yang dianggap kecil remeh.

Ternyata tidak pernah selesai upaya memahami karakternya.. Tidak pernah selesai hingga kini. Minimal sejak tahun 1892 ketika publikasi ilmiah  Dmitri Ivanovsky tentang virus dibaca orang.

Kembali ke topik soal kemampuan jaringan laboratorium dalam deteksi omicron.

Bude membayangkan. Penegakan diagnosa omicron se-simpel swab antigen. Sudah difikirkan studinya. Sudah ditemukan formula reagennya. Sudah pula disiapkan mekanisme distribusi dan produksi massalnya

Tentu, karena beliau sama sekali tak paham tetek bengek teori dan pekerjaan analis medis. Buta alat dan bahan lab. Buta prosedur whole genome sequencing.

Yang bude baca saat browsing, di sana ada  CDC’s national genomic surveillance system.  Yang punya kecepatan memadai untuk mengumpulkan ribuan swab ini. Sekaligus mengurutkan genomiknya.

Yang Bude belum googling adalah, seberapa pekat aturan statistik untuk mengklaim release harian sebagai omicron atau bukan. Seberapa besar numerator proporsinya. Apa saja parameter untuk men-generarated hasil itu kedalam populasi besarnya.

Memasuki tahun ketiga pandemi ini, sebenarnya disini sudah jauh lebih keren dari sebelumnya. Hasil pemeriksaan spesimen covid sudah terintegrasi secara nasional kedalam sistem laporan berbasis website. New All Record (NAR).

Seluruh jaringan laboratorium yang sudah terverifikasi, mau tidak mau harus meng entry hasil pemeriksaanya kedalam sistem ini. Selanjutnya data hasil swab ini digunakan seluruh wilayah sebagai dasar tracing kontak erat.

Lebih keren lagi, hasil tracing kontak erat kasus ini juga harus dientri dan dilaporkan terintegrasi dalam aplikasi (Si-lacak).

Intinya data relatif real time. Sinkron dengan tuntutan standar kecepatan dan ketepatan laporan pandemi

Selanjutnya data dapat diakses para pengambil kebijakan sebagai bahan intervensi. Digunakan para epidemiolog sebagai sumber data.

Dan seterusnya.

Bude mafhum, jika harus bersaing detail dengan tetangga sana, tentu akan berat. Baik di aturan penegakan diagnosis maupun vaksinasi.

Namun satu hal yang mesti dipahami. Pengujian laboratorium yang lengkap dan menyeluruh menjadi bagian penting untuk meningkatkan kecepatan respon kesehatan masyarakat. Khas pendekatan pandemi.

Seluruh proses ini harus dilalui, karena status kita sama. Masih pada tahap belajar. Karena  covid-19 itu new energing. Karena kita selalu kewalahan dengan kecepatan penularannya.

Sebagaimana kita ketahui, pada  awal pandemi pemerintah hanya mempercayakan dan menunjuk resmi satu laboratorium untuk tes Covid-19. Kemudian dikembangkan menjadi 89 laboratorium.  Dan seterusnya.

Berbagai perangkat harus dipersiapkan matang. Soal kesiapan dan kapasitas antar laboratorium; ketersediaan dan kapasitas petugas, kepastian stock Reagen antigen dan NAATS,  penyusunan SOP petugas lab dan petugas pengambilan swab, transport spesimen dari fasilitas kesehatan ke laboratorium rujukan. Dan seterusnya.

Beberapa teman ghibah bude sempat bergosip tentang beda RT-PCR dan test antigen. Apakah derajat legal nya setara dengan kualifikasi validitas hasilnya.

Bude belum banyak paham jawaban berbagai pertanyaan diatas. Misalnya berapa batas bawah spesifisitas pengujian spesimen, dengan memperhitungkan hasil test false positive (jika dikomparasi dengan PCR). Yang bude sempat baca, salah satu penelitian menunjukkan validitasnya di angka 97.5%. Bagi Bude ini sudah sangat sepadan dengan harga uji yang dipatok.

Satu hal yang tidak habis dimengerti Bude hingga kini, bagaimana bisa biaya test PCR di India sedemikian murahnya, sementara disini sedemikian mahalnya.

Namun bude tidak lagi ngebet mencari tahu.

Selama pandemi kelihatan beliau lebih dapat menata hati. Tak lagi berkebiasaan membanding bandingkan dengan tetangga kanan kiri. Kampung ini punya Maqom sendiri.

Seperti soal vaksinasi.

Bude tak lagi perduli detail interval booster (salah satunya). Walau  disana bisa mengakomodir rincian, misalnya 5 bulan untuk Pfizer, 2 bulan untuk J&J, 6 bulan untuk Moderna.

Sementara disini, banyaknya jenis vaksin saja sudah cukup memusingkan. Untuk sasaran maupun pertugas. Pun demikian dengan bude.   Untuk memilih jenis vaksin harus korespondensi dengan saudara. Berdiskusi di group WA keluarga.

Orang harus berhitung tentang demam pasca vaksin. Efikasi dan efektifitas vaksin. Bahkan dibuat pusing pilihan vaksin untuk umroh dan haji.

Ternyata, Emergency use authorized vaksin, dalam praktiknya juga telah melahirkan emergency local demand dan supply. Masing-masing merk dan jenis vaksin punya fans sendiri.

 

Khoq menjadi soal vaksin.

Ternyata bude lelah.

Segera kusudahi diskusi ini.

Segera pamit.

(Masih ditunggu verifikasi release update pandemi dan vaksinasi hari ini)

 

Diantara Reff:

Barriers to Covid-19 RT-PCR Testing in Indonesia: A Health Policy Perspective, Purwa Kurnia Sucahya, Center for Health Research, Faculty of Public Health Universitas Indonesia.

https://www.hhs.gov/sites/default/files/covid-19-laboratory-data-reporting-guidance.pdf

Analysis of the specificity of a COVID-19 antigen test in the Slovak mass testing program, di https://doi.org/10.1371/journal.pone.0255267

https://graphics.reuters.com/world-coronavirus-tracker-and-maps/vaccination-rollout-and-access/

https://www.worldometers.info/coronavirus/

https://covid19.who.int/

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Indonesian Public Health Portal