Covid-19

Selamat Tinggal Follow Up Swab

Ketika Swab Negatif Tidak Lagi Menjadi Syarat Sembuh Covid-19

Oleh: Munif Arifin

 

Lagi, bude Jamilah merasa surprise pada klausul ini: Kasus positif covid-19 tidak lagi harus swab negatif untuk bisa dinyatakan sembuh. Sesuatu yang sebelumnya sangat mencemaskan. Bagi tenaga medis, bagi surveilas Puskesmas, bagi struktural di dinkes, bagi pak camat pak lurah, dan seterusnya. Terlebih bagi saudara kita yang sedang diuji dengan covid-19.

Bude paham betul alur kronologis itu. Masih lekat dibenaknya, ratusan swab harus dikejar (dikampungnya), lengkap dengan beban psikologis dan anggaran dibaliknya, untuk membuktikan bahwa seseorang sudah negatif, bahkan harus 2 kali.

Runtutan berikutnya dari klausul ini: relese sembuh, lalu menambah surplus recovery rate, kemudian pelan namun pasti merubah warna dan legenda peta. Sebagai kampung risiko penularan tinggi, sedang, rendah atau tidak terdampak.. Sebagai kampung zona merah, zona kuning, zona orange, atau zona hijau. Kesimpulan mana menjadikan Bude latah menjadi sangat peduli warna .. !!

Itu era lama. Era yang dikenal bude sebagai era juknis revisi 1-4. Dan sekarang berlaku era juknis revisi 5.

Catatan; Selama masa Pandemi covid-19 di Indonesia, sejak heboh kasus pertama dan kedua (tanggal 2 Maret 2020), sampai dengan kasus ke seratus sekian ribu saat ini, Kementerian Kesehatan sudah menerbitkan 5 revisi Pedoman Pencegahan dan Pengendalian COVID-19. Revisi ke-5, dengan KMK 413 Tahun 2020.

Pada revisi ke-5, masih menurut Bude, Kemenkes (tentu dengan merujuk WHO), dengan sangat keren meghilangkan klausul swab 2x negatif dari kriteria sembuh. Hanya kasus dengan gejala berat / kritis yang membutuhkan swab negatif, itupun hanya 1x. Cukup dengan karantina mandiri 14 hari, atau isolasi di rumah sakit 10 hari plus 3 hari tanpa gejala, saudara kita yang berstatus confirm dapat berpindah elegan pada rumah recovery rate. Berpindah dalam barisan angka kesembuhan covid-19.

Sebelum Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 413 tahun 2020 (berlaku 13 Juli 2020), seseorang yang dinyatakan positif covid-19 berdasarkan hasil pemeriksaan swab RT-PCR, harus mendapatkan 2x swab follow up negatif untuk bisa dinyatakan sembuh.

Sebelum revisi ke-5, beliau masih mencatat guyonan confirm covid-19 (yang tanpa gejala), yang merasa lebih takut membayangkan Swab follow up dibandingkan saat menerima khabar swab positif dahulu.

Follow up swab betul-betul menguras kantong psikis, pengalaman menunjukkan berkali-kali, bahkan kadang belasan kali harus dilakukan swab untuk mendapatkan hasil negatif 2x ini. Follow up swab sangat potensial menambah kecemasan. Signifikan menurunkan imunitas tubuh. Sesuatu yang harus dihindari dimasa pandemi ini.

Disisi lain, surprise Bude pada Revisi ke-5, ternyata juga menyisakan kegamangan panjang pada banyak pihak. Bahkan diantara komunitas kecil Bude. Beliau masih lekat mengingat, bagaimana banyak pihak gamang untuk segera menerapkan kebijakan ini. Gamang pada potensi risiko penularan.

Namun beliau yakin, bahwa sangat tidak rasional jika aturan ini tanpa menghitung detail risiko itu. Sangat gegabah jika protokol itu tidak didukung evidence base dan research sahih dan mumpuni.

Walau covid-19 new emerging, bude yakin SOP nya tidak mungkin disusun instant.

Beliau sejak awal yakin pada research yang dicuplik, bahwa hasil positif pada swab follow up setelah sekian waktu melakukan karantina atau isolasi, merupakan potongan virus, potongan rantai protein, potongan RNA, yang tak lagi menular. Not infected. Dan ternyata diam-diam bude punya diskripsi dari data covid-19 (level kampung bude) yang mendukung kesimpulan itu.

Ah dasar Bude yang sok ilmiah  …..

Diujung diskusi, Bude sedikit berfilosofi. Sebagaimana konsep evikasi sebuah vaksin yang tidak mungkin dapat diklaim 100%, demikin pula beliau setuju pengambilan kebijakan yang didasarkan pada konsep risiko terendah. Khususon terkait pandemi ini.

Selebihnya … on process  

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Indonesian Public Health Portal