Vaksin Covid-19 yang digunakan di Indonesia
Jenis dan gambaran karakteristik jenis vaksin covid-19 yang digunakan di Indonesia saat ini.
Oleh: Munif Arifin
Sebagaimana kita ketahui, Indonesia sudah memulai vaksinasi covid-19 sejak 13 Januari 2021. Ditandai saat presiden Jokowi melakukan vaksinasi di istana merdeka.
Dunia mencatat, kita termasuk barisan terdepan negara yang berkomitmen dan cepat memutuskan melaksanakan vaksinasi covid-19 sebagai upaya memutus rantai penularan Covid-19. Disaat sebagian negara lain masih gamang, dan yang pada akhirnya kelabakan mendapatkan vaksin.
Tahapan sasaran vaksinasi kita saat ini sudah melangkah pada petugas pelayanan publik dan lanjut usia. Setelah sebelumnya sebagian besar tenaga kesehatan sudah selesai mendapatkan dosis kedua vaksin.
Bude Jamilah, yang selalu konsisten mengikuti perkembangan pandemi, sempat mencatat, hampir 99% tenaga kesehatan di kampungnya sudah selesai divaksin.
Catatan penting bude Jamilah, beberapa masalah krusial ditemukqn di lapangan. Masalah yang menyita banyak energi selama proses vaksinasi.
Berbagai persoalan tersebut berangkat dari target waktu kecepatan penyelesaian vaksinasi (tuntutan herd imunity) yang harus berhadapan dengan kenyataan bahwa stok vaksin masih belum mencukupi. Masalah ikutan kemudian muncul:
- Terkait teknis collecting pendataan sasaran yang terus berubah, antara top down atau bottom-up, sehingga pelaksanaan di lapangan potensial crowded secara mekanisme, bahkan ketika tahap pelaksanaan vaksinasi. Bude memberi istilah shinchronism failure.
- Terkait kepastian jenis dan jumlah vaksin diterima. Petugas pengatur di tingkat kabupaten dan pelaksana di lapangan harus menghitung cermat kalkulasi jumlah ini sampai dosis kedua, ditengah masih minimalisnya stock. Mereka dihantui kekhawatiran droping vaksin diterima berikutnya ternyata beda jenis dan merk. Sementara antusiasme masyarakat (setidaknya pada sasaran nakes dan tenaga pelayanan publik) sangat tinggi. Hal mana menjadi tantangan lain bagi petugas humas.
- Terkait reporting dan recording. Masalah pada pencatatan dan pelaporan ini sudah diperkirakan bude sejak awal. Sebagaimana kelaziman problem IT kita selama ini (sepertinya) selalu pada bandwidth dan kapasitas ruang simpan. Selalu beban puncak gagal terakomodasi. Selalu sinkronisasi, entah itu bernama bridging atau istilah lain antar aplikasi, sering kali gagal dijembatani. Entah itu bernama pCare, KCPEN, portal satu data, atau lainnya. Dan lagi-lagi petugas di lapangan mendapatkan berkah dari kondisi ini. Entri hasil vaksinasi pada aplikasi yang sudah sangat detail dilakukan, masih dituntut backup laporan manual. Dan celakanya laporan manual dan laporan berbasis aplikasi selalu gagal bersanding dari waktu ke waktu.
Jenis dan karakter Vaksin Covid-19
Bude masih terus mencatat, Mengapa petugas di lapangan harus menghitung detail dosis pertama dan kedua serta kesesuaian jenis dan karakter vaksin yang diberikan. Sekali lagi ditengah masih terbatasnya vaksin yang tersedia.
Pertama, karena sementara ini seluruh vaksin yang kita gunakan masih membutuhkan booster (melalui pemberian dosis kedua). Belum tersedia vaksin dengan sekali pemberian menghasilkan kekebalan jangka panjang. Seperti klaim Jhonson & Jhonson akhir-akhir ini.
Kedua, merk dan jenis vaksin akan berbeda karakter. Dan juknis mempersyaratkan dosis pertama dan kedua harus sama merk.
Sampai saat ini pada sasaran tenaga kesehatan dan sebagian sasaran petugas pelayanan publik, kita menggunakan merk sinovac. Sementara setelah ini akan segera digunakan juga merk Astrazeneca.
Akan tidak bisa diterima jika dosis pertama diberikan vaksin sinovac, kemudian ternyata pada dosis kedua stock habis. Sasaran tidak dapat diberikan Astrazeneta. Disini petugas di Dinkes Kabupaten dan pwtugas lapangan harus cermat menghitung dan mengatur.
Petugas harus memahami perbedaan karakter berbagai jenis vaksin covid-19 yang kita gunakan.
Merujuk Revisi Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2021 Tentang Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Permenkes ini menggantikan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 84 Tahun 2020 yang dipertimbangkan sudah tidak sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan hukum dalam pelaksanaan vaksinasi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
Permenkes tersebut ditindak lanjuti dengan Keputusan Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Nomor Hk.02.02/4/423/2021 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid- 19)
Terkait Jenis Vaksin COVID-19, dalam Pasal 7 Permenkes nomor 10 Tahun 2021, antara lain disebutkan sebagai berikut:
- Jenis Vaksin COVID-19 ditetapkan dengan Keputusan Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Jenis Vaksin COVID- 19 yang digunakan untuk Vaksinasi COVID-19 harus telah mendapat persetujuan penggunaan pada masa darurat (emergency use authorization), atau penerbitan nomor izin edar (NIE) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang¬undangan.
- Jenis Vaksin COVID-19 untuk pelaksanaan Vaksinasi Gotong Royong harus berbeda dengan jenis Vaksin COVID-19 yang digunakan untuk Vaksinasi Program.
Lebih detail kemudian ditetapkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/12758/2020 tentang Penetapan Jenis Vaksin Untuk Pelaksanaan Vaksinasi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Keputusan ini sebagai revisi atas Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.0 1.07/ Menkes/ 9860/2020.
Berdasarkan Kepmenkes Nomor HK.01.07/MENKES/12758/2020, jenis vaksin COVID 19 untuk pelaksanaan vaksinasi di Indonesia antara lain vaksin yang diproduksi oleh PT Bio Farma (Persero), AstraZeneca, China National Pharmaceutical Group Corporation (Sinopharm), Moderna, Novavax Inc, Pfizer Inc. and BioNTech, dan Sinovac Life Sciences Co., Ltd.
- Vaksin yang diproduksi oleh PT Bio Farma (Persero)
- AstraZeneca
- China National Pharmaceutical Group Corporation (Sinopharm)
- Moderna
- Novavax Inc
- Pfizer Inc. and BioNTech
- SinovacLife Sciences Co., Ltd.
Jenis vaksin diatas merupakan vaksin yang masih dalam tahap pelaksanaan uji klinik tahap ketiga atau hanya dapat dilakukan setelah mendapat Izin Edar atau persetujuan penggunaan pada masa darurat (emergency use authorization) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Berikut beberapa perbedaan dasar Dosis dan Cara Pemberian Berbagai Jenis Vaksin COVID-19, sesuai Keputusan Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Nomor Hk.02.02/4/423/2021 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid- 19). Dosis dan cara pemberian harus sesuai dengan yang direkomendasikan untuk setiap jenis vaksin COVID-19, sebagai berikut:
Platform | Pengembang Vaksin |
Jumlah Dosis | Jadwal pemberian (Hari ke-) |
Cara Pemberian |
Inactivated virus |
Sinovac Research and Development Co., Ltd |
2 (0,5 ml per dosis) |
Usia 18-59 tahun di masa pandemi: 0,14Usia 18-59 tahun (program rutin): 0,28Usia 60 tahun: 0,28 |
Intramuskular |
Inactivated virus |
Sinopharm + Beijing Institute of Biological Products |
2 (0,5 ml per dosis) |
0,21 | Intramuskular |
Viral vector (Non-replicating) |
AstraZeneca + University of Oxford |
1-2 (0,5 ml per dosis) |
0,28 (bila 2 dosis) |
Intramuskular |
Protein subunit | Novavax | 2 (0,5 ml per dosis) |
0,21 | Intramuskular |
RNA-based vaccine |
Moderna + National Institute of Allergy and Infectious Diseases (NIAID) |
2 (0,5 ml per dosis) |
0,28 | Intramuskular |
RNA-based vaccine |
Pfizer Inc. + BioNTech |
2 (0,3 ml per dosis) |
0, 21-28 | Intramuskular |
Karakteristik Penyimpanan Vaksin
Penyimpanan vaksin harus sesuai dengan Standar Prosedur Operasional (SPO) dalam rangka menjamin kualitas vaksin tetap terjaga sampai diterima oleh sasaran. Berdasarkan prosedur/manajemen penyimpanannya, vaksin COVID-19 dibagi menjadi 3 yaitu :
- Vaksin COVID-19 dengan suhu penyimpanan 2-8 °C
- Ruang penyimpanan haru terhindar dari paparan sinar matahari langsung. Penyimpanan vaksin COVID-19 diatur sedemikian rupa untuk menghindari kesalahan pengambilan, perlu disimpan secara terpisah dalam rak atau keranjang vaksin yang berbeda agar tidak tertukar dengan vaksin rutin. Apabila memungkinkan, vaksin COVID-19 disimpan dalam vaccine refrigerator yang berbeda, dipisahkan dengan vaksin rutin.
- Penyimpanan vaksin bagi fasilitas pelayanan kesehatan yang belum memiliki vaccine refrigerator standar (buka atas sesuai Pre-Kualifikasi WHO), masih dapat memanfaatkan lemari es domestik/ rumah tangga, dimana penataan vaksin dilakukan berdasarkan penggolongan sensitivitas terhadap suhu dan sesuai manajemen vaksin yang efektif.
- Vaksin tidak boleh diletakkan dekat dengan evaporator di Lemari Es Buka Atas dan Buka Depan
- Vaksin COVID-19 dengan suhu penyimpanan -20 °C (vaksin mRNA, Moderna)
- Ruang penyimpanan harus terhindar dari paparan sinar matahari langsung. Penyimpanan vaksin COVID-19 diatur sedemikian rupa untuk menghindari kesalahan pengambilan, perlu disimpan secara terpisah dalam rak atau keranjang vaksin yang berbeda agar tidak tertukar dengan vaksin rutin. Apabila memungkinkan, vaksin COVID-19 disimpan dalam freezer atau vaccine refrigerator yang berbeda, dipisahkan dengan vaksin rutin.
- Vaksin dapat bertahan selama 30 hari pada suhu 2-8 °C. Pada vaccine refrigerator, letakkan vaksin dekat dengan evaporator.
- Vaksin COVID-19 dengan suhu penyimpanan -70 °C (vaksin mRNA, Pfizer).
- Penyimpanan jenis vaksin COVID-19 ini membutuhkan sarana Ultra Cold Chain (UCC). Ruang penyimpanan harus terhindar dari paparan sinar matahari langsung.
- Sarana UCC yang dimaksud adalah freezer dengan suhu sangat rendah (Ultra Low Temperature/ULT) dan alat transportasi vaksin khusus.
- Alat transportasi vaksin UCC (berupa kontainer pasif) terdiri dari dua yaitu Arktek menggunakan kotak dingin berupa PCM (Phase- Change Materials) dan thermoshipper menggunakan dry ice. PCM dan dry ice berfungsi mempertahankan suhu dingin.