Ledakan Omicron Low Eksplosif?
Meramal Ledakan Omicran ala Bude
Oleh: Munif Arifin
Bude Jamilah bertanya-tanya. Dalam hati. Benarkah prediksi Omicron akan mencapai puncak pada pertengahan Pebruari 2022?
Untuk meruntut jawaban, Buda dengan berat hati mengorbankan paket data hp jadulnya untuk review Google.
Mengapa omicron?
Setidaknya sampai saat ini WHO telah menetapkan lima varian SARS-CoV-2 sebagai Variants of Concern (VOC), yakni Alpha, Beta, Gamma, Delta dan Omicron. Beberapa karakteristik yang dijadikan dasar penetapan: karena sifat dan dampak penularan, derajat keparahan, juga efektifitas vaksin dalam mencegah.
Terbukti varian Omicron menyebar ke seluruh dunia, dengan kecepatan yang sulit diikuti dengan pandangan mata biasa. Celakanya para ahli bersepakat, hampir mustahil untuk menyimpulkan bahwa omicron adalah mutasi terakhir. Artinya masih akan bermunculan lagi jenis mutasi susulan. Hanya tuhan dan corona yang tahu, seloroh Bude.
Secara sederhana bude sampai pada pola fikir berikut.
Bahwa prediksi ledakan omicron dapat sedikit ditegakkan menganut pola Delta. Tentu dengan beberapa catatan.
Selanjutnya beliau melakukan semacam komparasi, memilih case cluster besar India sebagai representasi Delta, dan United States of America untuk Omicron. Kondisi mana kemudian digunakan untuk “meramal” kenaikan kasus lokal.
Bude memilih faktor perancu berupa cakupan vaksinasi dan upaya preventif di pintu masuk negara.
Data Kasus
India: Kasus landai rendah sejak awal Oktober 2020. Kemudian trend mulai meningkat tanggal 15 Maret 2021, mencapai puncak awal Mei 2021. Jumlah kasus baru menyentuh angka 2.738.957. Setelah itu konsisten turun.
Indonesia: Kasus landai rendah sejak awal Maret 2020. Kemudian trend mulai meningkat tanggal 7 Juni 2021, mencapai puncak 12 Juli 2021. Jumlah kasus baru tercatat 350.273. Setelah itu konsisten turun.
Terdapat jeda waktu sekitar 2-3 bulan (Maret ke Juni), dihitung sejak terjadi trend peningkatan kasus atau puncak kasus.
Protokol Kesehatan
Pada aspek ini, terpaksa Bude membuka arsip galery kliping screenshoot berbagai media online, yang tersimpan rapi dalam ‘file primpen picture’.
Salah satu under line, bahwa saat itu upaya mencegah masuk Delta di pintu masuk negara (bandara dan lain sebagainya) terlihat sangat longgar. Euforia trend rendah kasus sedikit banyak mengusik disiplin prokes (yang sebelumnya relatif mapan) dalam keseharian.
Bahkan sempat viral foto, video, tradisi sungai Gangga (di India), atau suasana libur lebaran di Pantai Ancol, dimana terjadi mobilitas massif masyarakat dalam satu titik, dengan risiko kontak (tanpa proteksi) antar pengunjung sedemikian besar.
Ketika itu tradisi mudik dan libur lebaran menjadi fenomena yang sangat dicemaskan banyak pihak. Ditambah kebijakan mengharuskan daring pada anak sekolah. Maka terbukti sangat sulit mengontrol keramaian di tempat-tempat wisata dan belanja.
Maka dengan terpaksa Indonesia berkontribusi pada pandemi gelombang ke-dua (generasi delta).
Bagaimana dengan omicron?
Kasus di Amerika melonjak pada 20 Desember 2020, dengan penambahan kasus baru drastis sangat tidak sebanding dengan coverage tinggi vaksinasi.
Trend ini terus menunjukkan kenaikan dengan kasus tertinggi pada 3 Januari 2021 (penambahan kasus mingguan tercatat hampir menyentuh angka 2 juta kasus).
Di Indonesia, Kemenkes melaporkan kasus pertama transmisi lokal omicron sekitar 20 Desember 2021, hampir 1 bulan pasca dilaporkan kasus pertama di Afsel.
Jika melihat Amerika, dengan data lonjakan kasus mulai 20 Desember 2021. Sementara satu bulan kemudian (pertengahan Januari 2022), release Kemenkes menyatakan transmisi lokal “baru” tercatat 155 kasus.
Jika diasumsikan delta (jeda kenaikan kasus waktu bagian India dan waktu bagian Indonesia sekitar 3 bulan), plus pergerakan lambat omicron diatas, maka prediksi bude, puncak omicron di Indonesia akan terjadi pada Awal – Pertengahan Maret 2022.
Prediksi itu berpeluang besar menjadi data jika kondisi saat ini identik kondisi saat itu.
Namun data berbicara beda.
Beda cakupan vaksinasi, beda karakteristik Omicran dan delta.
Cakupan vaksinasi covid- 19 di India pada awal Mei 2021 sebesar 3%
Cakupan vaksinasi di Indonesia awal Juli 2021 sebesar 13%
Ketika itu artificial imunity melalu vaksinasi masih jauh dari standar 80% jumlah penduduk. Sementara imunitas alami pasca terpapar masih jauh dari kuota alam.
Namun fakta lain menunjukkan, kecepatan penularan omicron jauh melampaui delta. Konon omicron berbiak (di bronkus) 70 kali lebih cepat dibandingkan delta.
Berita baiknya, walau omicron memiliki tingkat penularan tinggi, namun risiko perburukan sakit rendah.
Bagaimana dengan vaksinasi covid-19?
Bude meng-klaim, cakupan vaksinasi menjadi confounding factor dari dua sisi. Beliau sulit merumuskan bentuk hepotesis-nya. Pertama, cakupan vaksinasi jelas sudah on the track dari target terbentuknya herd imunity. Kedua soal Efikasi vaksin ketika menghadapi hantaman omicron di lapangan.
Masih menurut WHO, efektivitas vaksin akan berkurang pada infeksi varian Omicron. Namun masih efektif pada pencegahan derajat keparahan dan fatalitas.Namun penelitian masih berlangsung. Masih dibutuhkan banyak data base lanjutan, termasuk platform, merk, dan dosis vaksin.
Omicron Next chapter
- Penularan lebih cepat, Cakupan vaksinasi lebih tinggi, Efektifitas vaksin lebih rendah
- Berdasarkan trend kasus atas waktu, antara delta dan omicron, berdasarkan jeda waktu peningkatan kasus delta di India dan Omicron Amerika, maka perkiraan tsunami akan terjadi pada awal – pertengahan Maret 2022.
Conclution
Seberapa besar ledakan omicron?
Dengan tetap husnudzon pada vaksin, akan low Eksplosif. Seloroh bude mantap.
Selebihnya hanya sang pemilik segala virus dan jasad renik yang tahu.
Wallahu a’lam
Diantara Reff,
- Dashboard website covid19.who.int/, diakses tanggal 18 Januari 2022
- Omicron SARS-CoV-2 variant: a new chapter in the COVID-19 pandemic, Karim, Salim S Abdool et al.The Lancet, Volume 398, Issue 10317, 2126 – 2128