Public Health

Kebijakan Program PMTCT

Strategi dan Implementasi Kebijakan Program Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak

Terdapat istilah cukup nge-trend konsep menghindari penularan HIV, yaitu dengan konsep ABCD ataa abstinence, be faithful, condom, drug no. Sementara terkait kebijakan umum pencegahan penularan HIV/AIDS dari ibu ke bayi dilaksanakan sejalan dengan kebijakan umum kesehatan ibu dan anak dan kebijakan penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia.

Beberapa kebijakan tersebut serta target yang ditetapkan meliputi beberapa program dan kegiatan, yaitu :

  1. Semua perempuan yang datang ke pelayanan kesehatan ibu dan anak dan layanan keluarga berencana di tiap jenjang pelayanan kesehatan mendapatkan informasi pencegahan penularan HIV/AIDS selama masa kehamilan dan menyusui.
  2. Semua ibu hamil yang datang ke pelayanan KIA untuk ANC diharapkan mendapatkan informasi penularan HIV, melakukan tes dan konseling pada semua wanita hamil yang datang ANC, skrining pasangan wanita yang mengikuti tes HIV PMTCT,  serta wanita dengan HIV menerima ARV atau profilaksis PMTCT.

Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA) atau Prevention of Mother-to Child Transmission (PMTCT) merupakan bagian dari upaya pengendalian HIV-AIDS dan Infeksi Menular Seksual (IMS) di Indonesia serta Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). Layanan PMTCT diintegrasikan dengan paket layanan KIA, KB, kesehatan reproduksi, dan kesehatan remaja di setiap jenjang pelayanan kesehatan dalam strategi Layanan Komprehensif Berkesinambungan (LKB) HIV-AIDS dan IMS.

Prevention of Mother-to Child TransmissionSedangkan Kebijakan Program Nasional Pengendalian HIV-AIDS dan IMS untuk mencegah penularan HIV dari ibu ke anak antara lain meliputi:

  1. Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak dilaksanakan oleh seluruh fasilitas pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta sebagai bagian dari Layanan Komprehensif Berkesinambungan dan menitikberatkan pada upaya promotif dan Preventif
  2. Pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak diprioritaskan pada daerah dengan epidemi HIV meluas dan terkonsentrasi, sedangkan upaya pencegahan IMS dan eliminasi sifilis kongenital dapat dilaksanakan di seluruh fasilitas pelayanan kesehatan dasar dan rujukan tanpa melihat tingkat epidemi HIV
  3. Memaksimalkan kesempatan tes HIV dan sifilis bagi perempuan usia reproduksi (seksual aktif), ibu hamil dan pasangannya dengan penyediaan tes diagnosis cepat HIV dan sifilis; memperkuat jejaring rujukan layanan HIV dan IMS (termasuk akses pengobatan ARV)
  4. Pengintegrasian kegiatan PMTCT ke layanan KIA, KB, kesehatan reproduksi, dan kesehatan remaja. Pendekatan intervensi struktural, dengan melibatkan masyarakat dan pemangku kepentingan dalam bentuk advokasi sektor terkait untuk peningkatan kapasitas dan pengembangan kebijakan yang mendukung pelaksanaan program
  5. Peningkatan peran aktif berbagai pihak termasuk mobilisasi masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan pengembangan upaya PMTCT.

Sesuai Pedoman PPIA (2011), pengembangan strategi implementasi PMTCT merupakan bagian dari tujuan utama pengendalian HIV-AIDS, yaitu untuk menurunkan kasus HIV serendah mungkin dengan menurunnya jumlah infeksi HIV baru, mengurangi stigma dan diskriminasi, serta menurunnya kematian akibat AIDS (Getting to Zero). Sedangkan dalam pelaksanaannya, PMTCT perlu memperhatikan beberapa hal sebagai berikut :

  1. Semua perempuan yang datang ke pelayanan KIA, KB, dan kesehatan reproduksi, dan kesehatan remaja bisa mendapatkan informasi terkait reproduksi sehat, penyakit IMS/ HIV, dan pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak selama masa kehamilan dan menyusui
  2. Tes HIV, skrining IMS dan tes sifilis merupakan pemeriksaan yang wajib ditawarkan kepada semua ibu hamil pada daerah epidemi HIV meluas dan terkonsentrasi yang datang ke layanan KIA/KB. Di layanan KIA tes HIV, skrining IMS dan tes sifilis ditawarkan sebagai bagian dari paket perawatan antenatal terpadu mulai kunjungan antenatal pertama hingga menjelang persalinan. Apabila ibu menolak untuk dites HIV, petugas dapat melaksanakan konseling pra-tes HIV atau merujuk ke layanan konseling dan testing sukarela
  3. Konseling pasca tes bagi ibu yang hasil tesnya positif sedapatnya dilaksanakan bersamaan (couple conselling), termasuk pemberian kondom sebagai alat pencegahan penularan IMS dan HIV di fasilitas pelayanan kesehatan
  4. Perlu partisipasi laki-laki dalam mendukung keberhasilan PMTCT.

Kebijakan PPIA/PMTCT tersebut terintegrasi dalam Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak yang komprehensif, antara lain meliputi:

  1. Pelaksanaan pelayanan pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak (PPIA) diintegrasikan pada layanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Keluarga Berencana (KB), dan konseling remaja di setiap jenjang pelayanan kesehatan dengan ekspansi secara bertahap, dengan melibatkan peran swasta serta LSM
  2. Pelaksanaan kegiatan PPIA/PMTCT terintegrasi dalam pelayanan KIA merupakan bagian dari Program Nasional Pengendalian HIV-AIDS dan IMS
  3. Setiap perempuan yang datang ke layanan KIA, KB, dan kesehatan remaja harus mendapat informasi mengenai PPIA/PMTCT
  4. Di daerah epidemi HIV meluas dan terkonsentrasi, tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan wajib menawarkan tes HIV kepada semua ibu hamil secara inklusif pada pemeriksaan laboratorium rutin lainnya saat pemeriksaan antenatal atau menjelang persalinan.
  5. Di daerah epidemi HIV rendah, penawaran tes HIV oleh tenaga kesehatan diprioritaskan pada ibu hamil dengan IMS dan TB secara inklusif pada pemeriksaan laboratorium rutin lainnya saat pemeriksaan antenatal atau menjelang persalinan
  6. Untuk daerah yang belum mempunyai tenaga kesehatan yang mampu atau berwenang, pelayanan PPIA/PMTCT dapat dilakukan dengan cara merujuk ibu hamil ke fasilitas pelayanan HIV yang memadai atau pelimpahan wewenang (task shifting) kepada tenaga kesehatan yang terlatih. Penetapan daerah yang memerlukan task shifting petugas dilakukan oleh Kepala Dinas Kesehatan setempat
  7. Setiap ibu hamil yang positif HIV wajib diberi obat ARV dan mendapatkan pelayanan perawatan, dukungan dan pengobatan lebih lanjut (PDP)
  8. Kepala Dinas Kesehatan merencanakan ketersediaan logistik (obat dan pemeriksaan tes HIV) berkoordinasi dengan Ditjen P2PL, Kemenkes
  9. Pelaksanaan pertolongan persalinan baik secara per vaginam atau per abdominam harus memperhatikan indikasi obstetrik ibu dan bayinya serta harus menerapkan kewaspadaan standar
  10. Sesuai dengan kebijakan program bahwa makanan terbaik untuk bayi adalah pemberian ASI secara ekslusif selama 0-6 bulan, maka ibu dengan HIV perlu mendapat konseling laktasi dengan baik sejak perawatan antenatal pertama, namun apabila ibu memilih lain (pengganti ASI) maka, ibu, pasangan, dan keluarganya perlu mendapat konseling makanan bayi yang memenuhi persyaratan teknis

Refference, antara lain:
Kemenkes RI, 2011. Pedoman Nasional Pencegahan penularan HIV dari Ibu ke Anak. Dirjend P2PL

Incoming Search Terms:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Indonesian Public Health Portal