Public Health

Download Permenkes Penanggulangan HIV dan AIDS

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia  Nomor 21 Tahun 2013 Tentang Penanggulangan HIV dan AIDS

Permenkes ini diterbitkan sebagai pebaruan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1285/ Menkes/ SK/X/ 2002 tentang Pedoman Penanggulangan HIV/AIDS dan Penyakit Menular Seksual.

Beberapa dasar hukum yang digunakan sebagai dasar penerbitan permenkes ini antara lain:

  1. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
  2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
  3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
  4. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2011 tentang Pelayanan Darah
  5. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika
  6. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif
  7. Keputusan    Menteri    Kesehatan    Nomor 6/Menkes/SK/VIII/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan.
  8. Keputusan    Menteri    Kesehatan    Nomor 9    1479/ Menkes/ SK/X/ 2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular Terpadu;
  9. Peraturan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Nomor 02 / Per/Menko/ Kesra/ I/2007 tentang Kebijakan Nasional Penganggulangan HIV dan AIDS melalui Pengurangan Dampak Buruk Penggunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif;
  10. Peraturan    Menteri    Kesehatan    Nomor  269 / Menkes/ Per/ III/2008 tentang Rekam Medis;
  11. Keputusan    Menteri    Kesehatan    Nomor 350 / Menkes / SK/ IV/ 2008 tentang Penetapan Rumah Sakit Pengampu dan Satelit Program Terapi Rumatan Metadon serta Pedoman Program Terapi Rumatan Metadon;
  12. Keputusan    Menteri    Kesehatan    Nomor 378/Menkes/SK/IV/2008 tentang Pedoman Pelayanan Rehabilitasi Medik di Rumah Sakit;
  13. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 001 Tahun 2012 tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 122);Permenkes 21 tahun 2013

Beberapa pengertian yang tercantum dalam Permenkes ini antara lain (Pasal 1)

  1. Human Immunodeficiency Virus yang selanjutnya disingkat HIV adalah Virus yang menyebabkan Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS).
  2. Acquired Immuno Deficiency Syndrome yang selanjutnya disingkat AIDS adalah suatu kumpulan gejala berkurangnya kemampuan pertahanan diri yang disebabkan oleh masuknya virus HIV dalam tubuh seseorang.
  3. Orang Dengan HIV dan AIDS yang selanjutnya disingkat ODHA adalah orang yang telah terinfeksi virus HIV.
  4. Infeksi Menular Seksual yang selanjutnya disingkat IMS adalah infeksi yang ditularkan melalui hubungan seksual secara vaginal, anal/lewat anus dan oral/dengan mulut.
  5. Tes HIV atas Inisiatif Pemberi Pelayanan Kesehatan dan Konseling yang selanjutnya disingkat TIPK adalah tes HIV dan konseling yang dilakukan kepada seseorang untuk kepentingan kesehatan dan pengobatan berdasarkan inisiatif dari pemberi pelayanan kesehatan.
  6. Konseling dan Tes HIV Sukarela yang selanjutnya disingkat KTS adalah proses konseling sukarela dan tes HIV atas inisiatif individu yang bersangkutan.
  7.  Konseling adalah komunikasi informasi untuk membantu klien/pasien agar dapat mengambil keputusan yang tepat untuk dirinya dan bertindak sesuai keputusan yang dipilihnya.
  8. Surveilans Epidemiologi adalah pemantauan dan analisa sistematis terus menerus terhadap penyakit atau masalah-masalah kesehatan dan kondisi yang mempengaruhinya untuk melakukan tindakan penanggulangan yang efektif dan efisien.

Pasal 3
Pengaturan Penanggulangan HIV dan AIDS bertujuan untuk:
a.    menurunkan hingga meniadakan infeksi HIV baru;
b.    menurunkan hingga meniadakan kematian yang disebabkan oleh keadaan yang berkaitan dengan AIDS;
c.    meniadakan diskriminasi terhadap ODHA;
d.    meningkatkan kualitas hidup ODHA; dan
e.    mengurangi dampak sosial ekonomi dari penyakit HIV dan AIDS pada individu, keluarga dan masyarakat.

Pasal 4
Dalam Penanggulangan HIV dan AIDS harus menerapkan prinsip sebagai berikut:
a.    memperhatikan nilai-nilai agama, budaya, dan norma kemasyarakatan;
b.    menghormati harkat dan martabat manusia serta memperhatikan keadilan dan kesetaraan gender;
c.    kegiatan diarahkan untuk mempertahankan dan memperkokoh ketahanan dan kesejahteraan keluarga;
d.    kegiatan terintegrasi dengan program pembangunan di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota;
e.    kegiatan dilakukan secara sistimatis dan terpadu, mulai dari peningkatan perilaku hidup sehat, pencegahan penyakit, pengobatan, perawatan dan dukungan bagi yang terinfeksi HIV (ODHA) serta orang-orang terdampak HIV dan AIDS;
f.    kegiatan dilakukan oleh masyarakat dan Pemerintah berdasarkan kemitraan;
g.    melibatkan peran aktif populasi kunci dan ODHA serta orang-orang yang terdampak HIV dan AIDS; dan
h.    memberikan dukungan kepada ODHA dan orang-orang yang terdampak HIV dan AIDS agar dapat mempertahankan kehidupan sosial ekonomi yang layak dan produktif.

Pasal 5
Strategi yang dipergunakan dalam melakukan kegiatan Penanggulangan HIV dan AIDS meliputi :
a.    meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam penanggulangan HIV dan AIDS melalui kerjasama nasional, regional, dan global dalam aspek legal, organisasi, pembiayaan, fasilitas pelayanan kesehatan dan sumber daya manusia;
b.    memprioritaskan komitmen nasional dan internasional;
c.    meningkatkan advokasi, sosialisasi, dan mengembangkan kapasitas;
d.    meningkatkan upaya penanggulangan HIV dan AIDS yang merata, terjangkau, bermutu, dan berkeadilan serta berbasis bukti, dengan mengutamakan pada upaya preventif dan promotif;
e.    meningkatkan jangkauan pelayanan pada kelompok masyarakat berisiko tinggi, daerah tertinggal, terpencil, perbatasan dan kepulauan serta bermasalah kesehatan;
f.    meningkatkan pembiayaan penanggulangan HIV dan AIDS;
g.    meningkatkan pengembangan dan pemberdayaan sumber daya manusia yang merata dan bermutu dalam penanggulangan HIV dan AIDS;
h.    meningkatkan ketersediaan, dan keterjangkauan pengobatan, pemeriksaan penunjang HIV dan AIDS serta menjamin keamanan, kemanfaatan, dan mutu sediaan obat dan bahan/alat yang diperlukan dalam penanggulangan HIV dan AIDS; dan
i.    meningkatkan manajemen penanggulangan HIV dan AIDS yang akuntabel, transparan, berdayaguna dan berhasilguna.

Bab IV Kegiatan Penanggulangan
Pasal 9 ayat 1, Kegiatan penanggulangan HIV dan AIDS terdiri atas : promosi kesehatan; pencegahan penularan HIV;pemeriksaan diagnosis HIV; pengobatan, perawatan dan dukungan; dan rehabilitasi.

Bagian Ketiga Pencegahan Penularan HIV (Pasal 12)
(1)    Pencegahan penularan HIV dapat dicapai secara efektif dengan cara menerapkan pola hidup aman dan tidak berisiko.
(2)    Pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi upaya : a. pencegahan penularan HIV melalui hubungan seksual;
b.    pencegahan penularan HIV melalui hubungan non seksual; dan
c.    pencegahan penularan HIV dari ibu ke anaknya;

Pencegahan Penularan HIV Melalui Hubungan Seksual (Pasal 13)
(1) Pencegahan penularan HIV melalui hubungan seksual merupakan berbagai upaya untuk mencegah seseorang terinfeksi HIV dan/atau penyakit IMS lain yang ditularkan melalui hubungan seksual.
(2) Pencegahan penularan HIV melalui hubungan seksual dilaksanakan terutama di tempat yang berpotensi terjadinya hubungan seksual berisiko.
(3) Pencegahan penularan HIV melalui hubungan seksual dilakukan dengan 4 (empat) kegiatan yang terintegrasi meliputi:
a.    peningkatan peran pemangku kepentingan;
b.    intervensi perubahan perilaku;
c.    manajemen pasokan perbekalan kesehatan pencegahan; dan
d.    penatalaksanaan IMS.
(4) Peningkatan peran pemangku kepentingan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a ditujukan untuk menciptakan tatanan sosial di lingkungan populasi kunci yang kondusif.
(5) Intervensi perubahan perilaku sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b ditujukan untuk memberi pemahaman dan mengubah perilaku kelompok secara kolektif dan perilaku setiap individu dalam kelompok sehingga kerentanan terhadap HIV berkurang.
(6) Manajemen pasokan perbekalan kesehatan pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c ditujukan untuk menjamin tersedianya perbekalan kesehatan pencegahan yang bermutu dan terjangkau.

Pasal 22
(1)    Pemeriksaan diagnosis HIV dilakukan melalui KTS atau TIPK.
(2)    Pemeriksaan diagnosis HIV sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan dengan persetujuan pasien.
(3)    Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dalam hal:
a.    penugasan tertentu dalam kedinasan tentara/polisi;
b.    keadaan gawat darurat medis untuk tujuan pengobatan pada pasien yang secara klinis telah menunjukan gejala yang mengarah kepada AIDS; dan
c.    permintaan pihak yang berwenang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 23
(1) KTS dilakukan dengan langkah-langkah meliputi:
a.    konseling pra tes;
b.    tes HIV; dan
c.    konseling pasca tes.
(3)    KTS hanya dilakukan dalam hal pasien memberikan persetujuan secara tertulis.
(4)
 
Pada Bab V tentang Surveilans (Pasal 39) dijelaskan antara lain:

(1) Surveilans HIV dan AIDS dilakukan untuk pemantauan dan pengambilan keputusan dalam Penanggulangan HIV dan AIDS.
(2) Surveilans HIV dan AIDS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.    pelaporan kasus HIV;
b.    pelaporan kasus AIDS;
c.    sero surveilans sentinel HIV dan sifilis;
d.    surveilans IMS;
e.    surveilans HIV berbasis layanan Konseling dan Tes HIV;
f.    surveilans terpadu biologis dan perilaku;
g.    survei cepat perilaku; dan
h.    kegiatan pemantauan resistensi ARV.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2013
Tentang Penanggulangan HIV dan AIDS DAPAT DIDOWNLOAD DISINI

 

Incoming Search Terms:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Indonesian Public Health Portal