Public Health Update

Mencegah Infeksi Nosokomial

Risiko, Penyebab, dan Cara Mencegah Terjadinya Infeksi Nosokomial

Akhir-akhir ini kita semakin sering mendengar terjadinya infeksi nosokomial di sarana pelayanan kesehatan khususnya di rumah sakit. Secara statistik sederhana kita dapat menyimpulkan fenomena itu, misalnya dengan kejadian kesakitan TB paru yang dialami oleh teman-teman medis dan paramedis kita yang bekerja di Rumah Sakit. Secara epidemiologis kejadian tersebut berlangsung bersamaan pada alokasi waktu dan tempat yang sama (telah memenuhi faktor orang, tempat dan waktu), sehingga surveilans sederhana kita akan langsung men-judge sebagai sebuah inos.

Infeksi nosokomial (Inos) selama ini identik dengan rumah sakit, walaupun sebetulnya infeksi nosokomial juga dapat terjadi di pelayanan kesehatan lainnya. Namun kondisi ini memang logis diterima, karena memang rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan dengan banyak sumber daya baik manusia, peralatan maupun obat-obatan yang juga beresiko terhadap kesehatan. Kita tahu semua sumber daya digunakan untuk segala tindakan baik bersifat diagnostik, terapi maupun rehabilitasi.

Nosocomial infection atau infeksi nosokomial memang disebut pula sebagai Hospital Acguired Infection atau Hospital Associated Infection. Seorang dikatakan menderita infeksi nosokomial jika infeksi tersebut didapatkan di rumah sakit selama seseorang dirawat atau berobat, atau saat bekerja, pada saat mana ketika dia pertama masuk rumah sakit tidak menderitanya dan tidak dalam masa inkubasi penyakit.

Berdasarkan hal diatas maka menjadi penting utnuk dipastikan bahwa rumha sakit dan sarana pelayanan kesehatan lainnya sudah menerapkan standar penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di lingkungannya. Penerapan K3 ini tidak terbatas pada pasien sejauh menyangkut potensi penularan penyakit yang dideritanya, namun yang juga sangat penting K3 pada  tenaga kesehatan yang kontak dengan pasien baik secara langsung maupun tidak langsung, seperti dokter, bidan, perawat, tenaga administrasi, kerumah tanggaan, dan lain sebagainya.

Infeksi nosokomial berasal dari kata nosos yang berarti penyakit dan komeo yang berarti merawat. Nosokomial berarti tempat untuk merawat penyakit atau rumah sakit, sehingga nosokomial berarti berhubungan dengan rumah sakit.

Risiko infeksi bertambah besar ketika organisme bersentuhan dengan bagian dalam tubuh yang steril, walaupun hanya sedikit organisme yang masuk dapat menyebabkan penyakit. Semua manusia rentan terhadap infeksi bakteri dan sebagian besar virus. Jumlah organisme yang dapat menyebabkan infeksi pada pejamu yang rentan berbeda pada setiap lokasi. Jika organisme bersentuhan dengan kulit risiko infeksi rendah, akan tetapi jika organisme bersentuhan dengan selaput lendir atau kulit yang terkelupas, risiko infeksi meningkat.

Proses terjadinya infeksi nosokomial dapat melalui beberapa macam cara, antara lain karena infeksi silang, karena lingkungan, atau karena self infection. Infeksi silang (cross infection) disebabkan oleh kuman yang didapat dari orang atau penderita lain di rumah sakit baik secara secara langsung maupun tidak langsung. Sedangkan infeksi karena lingkungan (environmental infection) disebabkan oleh kuman yang berasal dari benda atau bahan di lingkungan rumah sakit. Sementara self infection atau auto infection, disebabkan oleh kuman dari satu penderita yang berpindah tempat dari satu jaringan ke jaringan lain.

Sebagaimana pola penularan penyakit pada umumnya, secara prinsip proses terjadinya infeksi nosokomial juga menganut pola agent-host-environment. Sedangkan rantai penularan dipengaruhi oleh beberapa kondisi seperti faktor jenis, jumlah, lama kontak dan virulensi kuman. Juga karena faktor sumber infeksi, faktor perantara atau pembawa kuman, dan faktor port de entry atau tempat masuk kuman pada hospes baru. Penyebab infeksi nosokomial adalah kuman seperti bakteri, virus, fungi atau parasit, yang masing-masing mempunyai virulensi dalam menimbulkan penyakit. Ada yang ganas terdapat pula yang kurang ganas, bahkan ada pula yang pada saat-saat tertentu tidak mengakibatkan penyakit terhadap orang yang dihinggapinya. Pada saat tubuh sedang melemah penyakit dapat dengan mudah timbul.

Selain itu faktor daya tahan tubuh menjadi salah satu sumber pencetus juga. Daya tahan tubuh yang rendah yang ditunjang dengan mekanisme daya tahan tubuh yang menurun, mempermudah infeksi masuk. Beberapa faktor lain ditengarai dapat berpengaruh pada terjadinya inos ini. Beberapa penelitian menyimpulkan  beberapa hal berikut dapat berpengaruh pada terjadinya infeksi nosokomial, seperti pemakaian anbiotika yang tidak rasional, dapat merupakan faktor disposisi untuk penyakit baru karena candida albicans. Selain itu pemakaian obat imunosupresif, kortikosteroid, sitostatika, menyebabkan daya tahan seluler penderita turun sehingga memudahkan mendapat infeksi nosokomial.

Juga tindakan invasive atau intravaskuler, seperti pemberian cairan  infuse atau transfusi darah, lumbal fungsi, vena seksi, biopsi, arteriografi, dapat memungkinkan kuman atau bahan dan benda tercemar dapat langsung masuk ke dalam jaringan. Juga tindakan instrumentasi, misalnya kateterisasi, penyedotan lendir, pemberian O2, dan lain-lain, menyebabkan kuman atau bahan/benda tercemar dapat langsung masuk ke dalam tempat yang biasanya steril, seperti saluran kencing atau alat pernafasan.

Yang tidak kalah penting dapat berpengaruh pada terjadinya infeksi nosokamial adalah faktor lingkungan dan perilaku. Beberapa faktor dimaksud seperti proses dan prosedur sterilisasi peralatan, aplikasi protap, higiene perorangan petugas, kebersihan dan sanitasi rumah sakit, tingkat kepadatan ruangan, baik oleh pasien maupun pengunjung, serta faktor konstruksi ruangan rumah sakit. Kemampuan lingkungan untuk menimbulkan infeksi pada manusia dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain suhu dan kelembaban udara.

Berdasarkan penjelasan diatas, infeksi nosokomial dapat bersumber dari faktor endogen dan eksogen yang berasal dari lingkungan, yang dapat berupa benda hidup maupun benda mati yang terkontaminasi patogen manusia. Resistensi tubuh dipengaruhi oleh faktor lingkungan misalnya udara kering menyebabkan membran mucosa menjadi kering sehingga kemampuan melindungi tubuh dari invasi mikroorganisme menjadi kurang. Demikian pula dalam lingkungan yang lembab patogen dapat berkembang hebat. Praktek pengendalian infeksi antara lain meliputi cuci tangan secara teratur menggunakan antiseptik dan senantiasa menggunakan sarung tangan setiap bersentuhan dengan bahan biologis

Mengingat pentingnya pengaruh lingkungan terhadap timbulnya infeksi, perlu diadakan tindakan penanggulangan yang rasional terhadap lingkungan rumah sakit. Pengendalian lingkungan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien, perlu pemahaman mengenai berbagai faktor lingkungan dan pengaruhnya terhadap timbulnya infeksi.

Refference – antara lain Tietjen, L. 2004. Panduan Pencegahan Infeksi untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan dengan Sumber Daya. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Indonesian Public Health Portal