Public Health

Penilaian Risiko MERS -CoV

Penilaian Risiko MERS-CoV Menurut WHO

Middle East Respiratory Syndrome (MERS), merupakan penyakit pernafasan karena virus corona, sehingga disebut sebagai MERS-CoV. Coronavirus merupakan virus berbentuk bulat dengan diameter sekitar 100-120 nm. Berdasarkan hal ini logika kita mengatakan bahwa hanya masker dengan pori pori lebih kecil dari 100 nm. Yang efektif dapat melindungi kita dari coronavirus. Sangat sulit membedakan antara gejala infeksi Rhinovirus, virus Influenza dan Coronavirus.

Berdasarkan  definisinya, sakit seseorang dinyatakan sebagai kasus Mers-Cov, antara lain dengan beberapa kriteria berikut:

  1. Seseorang dengan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dengan Demam (≥38°C) atau ada riwayat demam, Batuk,Pneumonia
  2. Memiliki riwayat perjalanan ke Timur Tengah (negara terjangkit) dalam waktu 14 hari sebelum sakit kecuali ditemukan etiologi penyakit lain. Seseorang dengan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) ringan sampai berat yang memiliki riwayat kontak erat dengan kasus konfirmasi atau kasus probable infeksi MERS-CoV dalam waktu 14 hari sebelum sakit

Gejala Mers-Cov berupa gangguan pernafasan ringan sampai berat dengan kegagalan multi-organ yaitu gagal ginjal, gangguan fungsi pembekuan darah dan radang selaput jantung. Sedangkan masa inkubasi mulai 2 sampai dengan15 hari. Mers-Cov menjadi sangat penting karena hingga kini belum ditemukan vaksin dan obatnya.  Menurut Depkes RI, 2013, beberapa risiko penularan MERS-CoV, antara lain karena: Proses penangan pasien MERS-CoV tanpa Alat Pelindung Diri yang memadai; Kontak dengan lingkungan yang terkontaminasi; Kontak dengan dropplet (cairan bersin dan batuk);Kontak dengan hewan yang diduga sebagai sumber penularan, seperti kelelawar dan onta. Sedangkan kelompok yang berisiko tertular MERS-CoV, antara lain seseorang yang tinggal atau berkunjung ke negara terjangkit, seperti jamaah haji/umroh atau TKI atau Wisatawan dan kontak dengan hewan penular atau orang terinfeksi; Juga tenaga kesehatan yang menangani pasien MERS-Cov.

WHO telah melaporkan, bahwa sejak April 2012, sudah terjadi sebanyak 254 kasus MERS-CoV konfirm lab, dengan 93 kematian. Mereka tersebar di beberapa negara antara lain Timur Tengah (Yordania, Kuwait, Oman, Qatar, Saudi Arabia, dan Uni Emirat Arab;  Eropa (Perancis, Jerman, Yunani, Italia dan Inggris); Afrika Utara (Tunisia); Asia (Malaysia dan Filipina). Menurut catatan WHO, terjadinya kasus baru tampaknya mengikuti pola musiman, peningkatan terjadi dari bulan Maret – April, dengan peningkatan tajam  sejak pertengahan Maret 2014.

Sebanyak 75 % dari kasus baru-baru yang dilaporkan tampaknya merupakan kasus sekunder (memperoleh infeksi dari orang lain yang terinfeksi). Dan yang menarik, mayoritas kasus sekunder karena infeksi nosokomial terutama pada petugas kesehatan. Sebagian besar diantara mereka terinfeksi denga sedikit atau tanpa gejala. Meskipun unta yang diduga menjadi sumber utama infeksi pada manusia, namun rute yang tepat dari paparan langsung atau tidak langsung tetap tidak diketahui.

Penilaian Resiko MERS menurut WHOBerdasarkan beberapa fakta diatas (peningkatan kasus skunder, penularan karena infeksi nosokomial, ekspor kasus) kemudian WHO melakukan peninjauan kembali pada penilaian faktor resiko MERS-CoV, seperti apakah telah terjadi perubahan pola transmisi. Hal ini khususnya terkait dengan eksposur terhadap hewan dan / atau sumber lingkungan , rantai transmisi , faktor risiko untuk infeksi di antara kasus primer dan pekerja kesehatan, dan pentingnya penyelidikan serologis untuk membuat penilaian risiko yang lebih kuat.
Apakah telah terjadi perubahan pola transmisi MERS – COV?

Sebagian besar kasus yang dilaporkan sekarang, memiliki kemungkinan merupakan penularan dari manusia ke manusia dan hanya sekitar seperempat dianggap sebagai kasus utama. Sedangkan  penularan nosokomial menunjukkan tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi yang tidak memadai.

Pada hari-hari kedepan, sangat mungkin bahwa kasus-kasus akan terus diekspor ke negara-negara lain, melalui wisatawan atau peziarah, yang dimungkinkan mendapatkan infeksi karena paparan hewa, sumber lingkungan , atau infrksi nosokomial. Berdasarkan hal penularan lebih lanjut sangat tergantung dari kapasitas dan kecepatan negara penerima dalam hal mendeteksi, mendiagnosa dan menerapkan langkah-langkah pencegahan dan pengendalian infeksi yang tepat.

Beberapa rekomendasi WHO terkait MERS-CoV.

  1. Pentingnya peningkatan pencegahan dan pengendalian infeksi dan penyebaran MERS-CoV  pada  fasilitas pelayanan kesehatan.
  2. Investigasi mendesak diperlukan untuk lebih memahami pola penularan virus ini, meliputi  penyelidikan rinci wabah, studi kasus – kontrol untuk memahami faktor-faktor risiko, studi dan pengawasan dari masyarakat pada kasus pneumonia,  mengidentifikasi faktor risiko infeksi di rumah sakit.
  3. Pada daerah-daerah risiko tinggi diusahakan menghindari kontak dengan unta, meningkatkan kebersihan tangan, dan menghindari minum susu mentah atau makan makanan yang mungkin terkontaminasi dengan sekresi hewan atau produk kecuali yakin sudah dicuci secara benar, dikupas , atau dimasak .
  4. Untuk masyarakat umum , ketika mengunjungi sebuah peternakan harus meningkatkan kebersihan secara umum, seperti mencuci tangan secara teratur sebelum dan setelah menyentuh binatang, menghindari kontak dengan hewan yang sakit, dan selalu mematuhi praktik kebersihan pada makanan.
  5. WHO merekomendasikan meningkatkan upaya untuk meningkatkan kesadaran di antara para pelancong di negara-negara yang terkena dampak MERS.

Sementara menurut Depkes RI (2013), sebagai tindakan pencegahan beberapa hal dapat dilakukan jika akan bepergian ke wilayah Timur Tengah antara lain:

  1. Selalu menjaga kesehatan dan daya tahan tubuh;
  2. Menjaga kebersihan, terutama dengan selalu rajin mencuci tangan
    Menggunakan masker untuk menjaga kebersihan saluran pernafasan;
  3. Menghindari sering memegang mulut, hidung dan mata serta kontak dengan orang sakit.
  4. Jika ditemukan gejala demam tinggi (> 38⁰, 100.4⁰ F), pilek, batuk, tarikan pendek ketika bernafas dan sesak nafas (terutama pada kurun waktu 14 hari setelah kepulangan dari bepergian ke negara terpapar) diharapkan segera melaporkan kepada petugas kesehatan yang berwenang.
  5. Bila terkena penyakit saluran pernafasan akut dengan demam dan batuk (cukup berat sehingga mengganggu kegiatan sehari-hari) sebaiknya disarankan untuk mengurangi kontak dengan orang lain untuk mencegah penularan, menutupi mulut dan hidung dengan tisu ketika batuk atau bersin dan membuang tisu tersebut pada tempat sampah. Selanjutnya  cuci tangan setelah itu.

Ref:

  • http://www.cdc.gov/coronavirus/MERS/;
  • http://www.who.int/csr/disease/coronavirus_infections/
  • Depkes RI, 2013, Pedoman Surveilans dan Respon Kesiapsiagaan Menghadapi Middle east respiratory syndrome corona virus (MERS-CoV)

Incoming Search Terms:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Indonesian Public Health Portal