Bidan IndonesiaImunisasi RutinPerawat IndonesiaPublic Health

Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)

Pemantauan KIPI dan Efek Samping Vaksin Yang sudah Diprediksi

Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi atau Adverse Events Following Immunization, menurut Depkes RI (2014), kejadian medis yang terjadi setelah pemberian imunisasi dapat berupa reaksi vaksin, reaksi suntikan, kesalahan prosedur, ataupun koinsidens sampai ditentukan adanya hubungan kausal.

Sedangkan pengertian KIPI serius, merupakan setiap kejadian medis yang tidak diinginkan yang terjadi setelah pemberian imunisasi, yang menyebabkan rawat inap, kecacatan yang menetap, mengancam kehidupan atau kematian. Sementara klasifikasi KIPI berdasarkan berat-ringan kasus KIPI antara lain sebagai berikut:

  1. KIPI ringan (non serius), antara lain terjadi demam, bengkak di lokasi suntikan, merah di lokasi suntikan muntah
  2. KIPI serius, antara lain tidak mau menetek/minum, kejang, pucat/biru, sesak nafas, muntah berlebihan, demam tinggi (> 39) lebih 1 hr, menangis terus-menerus > 3 jam, kesadaran menurun, anafilaktik, dan abses

Untuk menanggulangi dan meminimalisasi kejadian maupun dampak KIPI penting dilakukan pemantauan KIPI. Terdapat dua metode pemantauan KIPI, baik secara aksif maupun pasive. Active post marketing surveillance (PMS aktif) pada vaksin program, dilakukan dengan cara   pengisian quesioner sejumlah pemantauan yang ditentukan. Sementara secara passive surveillance adverse event following immunization (AEFI=KIPI), dilakuan dengan menuggu laporan dari lapangan.

 

Adverse Events Following Immunization
Adverse Events Following Immunization

Tujuan utama pemantauan KIPI adalah untuk mendeteksi dini, merespon dengan cepat dan tepat, mengurangi dampak negatif imunisasi terhadap kesehatan individu dan terhadap program imunisasi. Hal ini merupakan indikator kualitas program.

Kegiatan pemantauan KIPI meliputi

  1. Menemukan kasus, melacak kasus, menganalisis kejadian, menindaklanjuti kasus, melaporkan dan mengevaluasi kasus. Mencatat, merekapitulasi jumlah kasus dan melaporkan kasus KIPI secara berjenjang
  2. Memperkirakan angka kejadian KIPI (rasio KIPI) pada suatu populasi.
  3. Mengidentifikasi peningkatan rasio KIPI yang tidak wajar pada batch vaksin atau merek vaksin tertentu.
  4. Mengidentifikasi kesalahan prosedur program imunisasi sebagai bahan untuk rekomendasi perbaikan program.
  5. Menyediakan data berbasis bukti sebagai acuan untuk memberi respons yang cepat dan tepat terhadap perhatian orang tua/masyarakat tentang keamanan imunisasi, di tengah kepedulian (masyarakat dan profesional) tentang adanya risiko imunisasi.

Beberapa rekomendasi WHO terkait pemantauan KIPI antara lain sebagai berikut:

  1. Program Imunisasi (PI) mempunyai perencanaan rinci dan terarah sehingga dapat memberikan tanggapan segera pada laporan KIPI
  2. Setiap KIPI serius dianalisis oleh tim yang terdiri dari para ahli epidemiologi dan profesi (di Indonesia oleh Komite Nasional
  3. Pengkajian dan Penangulangan KIPI/Komnas PP-KIPI) dan temuan tersebut disebarluaskan melalui jalur Program Imunisasi dan media massa
  4. PI segera memberikan tanggapan secara cepat dan akurat kepada media massa, perihal KIPI yang terjadi
  5. Pelaporan KIPI karena kesalahan prosedur misalnya abses, BCG-itis, harus dipantau demi perbaikan cara penyuntikan yang benar di kemudian hari
  6. PI melengkapi petugas lapangan dengan formulir pelaporan kasus, definisi KIPI yang jelas, dan instruksi yang rinci perihal jalur pelaporan
  7. PI perlu mengkaji laporan KIPI dari pengalaman dunia internasional sehingga dapat memperkirakan besar masalah KIPI yang dihadapi.

KIPI tidak terlepas dari efek samping penggunaan vaksin. Sebagai gambaran, berikut beberapa efek sampaing yang sudah terprediksi pada beberapa vaksi.

  1. Beberapa efek samping vaksin DPT/HB: Reaksi lokal atau sistemik yang bersifat ringan; Kasus yang sering terjadi seperti bengkak, nyeri, penebalan kemerahan pada bekas suntikan; Menangis lebih dari 3 jam;Demam >38,5°C muntah, diare.
  2. Beberapa efek samping vaksin BCG: Reaksi lokal yang timbul setelah imunisasi BCG merupakan hal wajar; Suatu pembengkakan kecil, merah, lembut biasanya timbul pada daerah bekas suntikan dan kemudian menjadi sebuah ulkus dalam waktu 2 -4 minggu; Kadang pembesaran kelenjar getah bening pada daerah ketiak dapat timbul 2-4 bulan setelah imunisasi ; Suntikan yang kurang hati-hati dapat menimbulkan abses dan jaringan parut.
  3. Beberapa Efek Samping Vaksin TT: Bersifat ringan dan jarang, seperti sakit dan kemerahan pada lokasi suntikan yang bersifat sementara, serta kadang-kadang demam; Aman diberikan selama masa kehamilan.
  4. Beberapa Efek Samping vaksin Polio (OPV): Secara umum tidak terdapat efek samping. Sangat jarang terjadi kelumpuhan (paralyticpoliomyelitis), yang diakibatkan karena vaksin (perbandingan 1/1.000.000dosis)
  5. Beberapa efek samping Vaksin Campak: Vaksin campak dapat mengakibatkan sakit ringan dan bengkak pada lokasi suntikan, umumnya terjadi 24 jam pasca vaksinasi;  Pada 5-15% kasus terjadi demam (selama 1-2 hari),biasanya 8-10 hari setelah vaksinasi; Pada 2% kasus terjadi kemerahan (selama 2 hari),biasanya7-10 hari setelah vaksinasi.; Kasus ensefalitis pernah dilaporkan terjadi, namun perbandingannya kecil (1/1.000.000 dosis); kejang demam (perbandingan 1/3000 dosis).
  6. Beberapa Efek Samping Vaksin Hep B:  Reaksi lokal yang secara umum sering dilaporkan berupa rasa sakit, kemerahan Dan pembengkakan disekitar tempat penyuntikan; Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan biasanya berkurang dalam 2 hari setelah vaksinasi. Keluhan sistemik seperti demam, sakit kepala, mual, pusing dan rasa lelah belum dapat dibuktikan karena pemberian vaksin.

Refference, antara lain : Petunjuk Teknis Pencatatan Dan Pelaporan Upaya Penguatan Surveilans KIPI, Direktorat Jenderal PP & PL Kementerian Kesehatan RI, 2014

Incoming Search Terms:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Indonesian Public Health Portal