Penularan Penyakit Tuberkulosis Paru
Penyebab dan Cara Penularan yang Penting pada Penyakit Tuberkulosis Paru
Menurut laporan WHO tahun 2012, prevalensi kasus penyakit tuberkulosis paru di Indonesia sebesar 289/100.000 penduduk. Terjadi kasus baru sebanyak 450.000 setiap tahun, dengan jumlah kematian sekitar 64.000/tahun. Data juga menunjukkan, angka insidensi kasus tuberkulosis paru BTA positif sekitar 189/100.000 penduduk.
Data diatas sejalan dengan rilis hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada tahun 1995 (Depkes RI, 2011), yang menunjukkan bahwa penyakit tuberkulosis paru di Indonesia merupakan penyebab kematian ranking ketiga, setelah penyakit jantung dan penyakit saluran pernapasan akut.
Pengertian dan penyebab penyakit tuberkulosis paru, menurut Schiffman (2011), merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh kuman ”Mycobacterium Tuberculosis”. Bakteri tersebut biasanya masuk kedalam tubuh manusia melalui saluran pernafasan ke dalam paru, kemudian menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, melalui sistem limfa, melalui saluran pernafasan atau menyebar langsung kebagian tubuh lainnya. Senada, menurut Widoyono (2008), tuberkulosis paru merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman mycobacterium tuberculosis. Sumber penularan TB Paru adalah penderita tuberkulosis BTA positif, ketika batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet. Seseorang dapat terinfeksi ketika droplet terhirup ke dalam saluran pernafasan.
Memperhatikan begitu seriusnya dampak kesehatan masyarakat yang ditimbulkan penyakit TB paru, berikut beberapa informasi yang penting untuk kita ketahui seputar Penyakit Tuberkulosis Paru
Bakteri Penyebab Penyakit Tuberkulosis Paru
Bakteri tuberkulosis ditemukan oleh Robert Koch pada tahun 1882, tumbuh lambat dengan membelah diri setiap 18-24 jam pada suhu yang optimal. Bakteri ini hidup sebagai parasit intrasel sehingga pertahanan tubuh yang terpenting terhadap bakteri tersebut dilakukan oleh sistem imunitas seluler. Masa inkubasi penyakit TB paru, sejak terinfeksi lesi primer atau reaksi uji tuberkulin yang bermakna adalah 4-12 minggu. Risiko progresif menjadi tuberkulosis paru atau tuberkulosis di luar paru adalah 1-2 tahun setelah terinfeksi dan mungkin menetap sebagai infeksi laten (Amu, 2008).
Menurut Rieder et al. (2009), bakteri tuberkulosis terdapat dalam butir-butir percikan dahak yang disebut droplet nuclei dan melayang di udara untuk waktu yang lama sampai terhisap oleh orang atau mati dengan sendirinya kena sinar matahari langsung. Pada percobaan yang diplakukan pada binatang menunjukkan bahwa droplet nuclei dapat melalui bronkhiolus yang paling halus berukuran 2-3 mikron, sehingga diperkirakan jumlah bakteri yang dapat masuk ke alveolus dan menyebabkan penyakit tidak lebih dari satu kuman saja.
Menurut Depkes RI (2006), sumber penularan penyakit tuberkulosis paru dengan BTA positif, yang dapat menularkan kepada orang yang berada disekelilingnya, terutama kontak erat pada waktu batuk/bersin. Penderita menyebarkan bakteri ke udara dalam bentuk droplet (dalam bentuk percikan dahak). Droplet yang mengandung bakteri dapat bertahan di udara pada suhu kamar. Percikan dahak yang mengandung bakteri tuberkulosis yang dibatukan keluar, dihirup oleh orang sehat melalui jalan nafas dan selanjutnya berkembang biak di paru-paru.
Cara Penularan Penyakit Tuberkulosis Paru
Pada perjalanannya bakteri ini banyak mengalami hambatan antara lain di hidung (terhambat oleh bulu hidung) dan lapisan lendir yang melapisi seluruh saluran pernafasan dari atas sampai ke kantong alveoli. Bila penderita baru pertama kali ketularan bakteri tuberkulosis ini, terjadilah suatu proses dalam tubuhnya (paru) yang disebut Primary Complex of Tuberculosis (PCT) yang terdiri dari focus di paru dimana terjadi eksudasi dari sel karena proses dimakannya bakteri tuberkulosis oleh sel macrophag (Rieder et al., 2009).
Menurut Misnadiarly (2006), di negara dimana prevalensi tuberkulosis paru tinggi kebanyakan anak-anak sudah terinfeksi oleh tuberkulosis paru pada tahun-tahun pertama dari kehidupannya, namun yang kemudian menjadi penyakit tuberkulosis paru hanya sedikit saja. Terdapat dua kemungkinan yang terjadi menyusul pembentukan Primary Complex of Tuberculosis (PCT) ini, yaitu:
- Dapat sembuh dengan sendirinya karena proses penutupan fokus primer oleh kapsul membran yang akhirnya akan terjadi perkapuran.
- Beberapa bakteri akan ikut terlepas ke dalam pembuluh darah dan dapat menginfeksi organ-organ yang terkena. Infeksi yang demikian ini di sebut Post Primary Tuberculosis (PPT) berupa infeksi pada paru, laring dan telinga tengah, kelenjar getah bening di leher, saluran pencernaan dan lubang dubur, saluran kemih, tulang dan sendi
Menurut Anna (2012), penularan tuberkulosis paru terjadi karena bakteri dikeluarkan dengan cara batuk atau bersin oleh penderita menjadi droplet nuclei (percikan dahak) dan terhirup masuk ke pernapasan. Daya penularan ditentukan oleh banyaknya bakteri yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif (gradasi BTA), makin menular penderita tersebut. Secara epidemiologis, seorang penderita tuberkulosis paru positif dapat menularkan pada 10-15 orang setiap tahunnya. Sementara menurut Depkes RI (2011), seseorang yang tertular bakteri tuberkulosis disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya disebabkan oleh daya tahan tubuh yang rendah, karena gizi yang buruk dan infeksi HIV/AIDS.
Menurut Depkes RI (2011), di Indonesia, titik berat penanggulangan program tuberkulosis ditekankan pada penemuan penderita baru, dengan beberapa target seperti angka kesembuhan, angka kesalahan pemeriksaan laboratorium (error rate) yang kecil. Namun hal ini sulit tercapai, diantaranya karena terjadinya tuberkulosis paru merupakan kasus yang multicausal.
Refference, antara lain: Achmadi, U.F., 2008. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah, UI- Press, Jakarta; Amu F.A, 2008. Hubungan Merokok dan Penyakit Tuberkulosis Paru. Jurnal Tuberkulosis Indonesia, Vol.5, pp 1 – 8, Oktober 2008, Jakarta; Depkes RI, 2006. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, Edisi 2, Cetakan I, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Rieder,H.L., Chiang, C.Y., Gie, R.P, Enarson, D.A., (2009). Crofton’s Clinical Tuberculosis. Third edition. International Union Against Tuberculosis and Lung Disease, Teaching Aids at Low Cost, ed. Oxford: Macmillan Education Ltd, Paris.; Sanropie, D., 1989. Pengawasan Penyehatan Lingkungan Pemukiman,Proyek Pengembangan, Pendidikan, Tenaga Kesehatan, Jakarta; Misnadiarly, 2006. Pemeriksaan Laboratorium : Tuberkulosis dan Mikrobakterium Atipik, Cetakan Pertama, PT. Dian Rakyat, Jakarta; Depkes RI, 2011. Perumahan dan Pemukiman. Undang-Undang Nomor 1 tahun 2011, Jakarta. Widoyono, 2008. Penyakit Tropis: Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan Pemberantasannya. Erlangga, Jakarta