Sanitarian Guide

Penyakit Diare dan Sanitasi

Pengaruh Sanitasi yang Buruk Terhadap Kejadian Penyakit Diare

Bagi keluarga besar Sanitarian khususnya dan Public Health umumnya mengenal penyakit Diare sebagai salah satu penyakit berbasis lingkungan yang sudah sangat kita pahami kiprahnya. Bahkan penyakit diare ini menjadi “soko guru” pijakan SPM (Standard Pelayanan Minimal) program Penyehatan Lingkungan. Karena sepertinya program penyehatan lingkungan belum mempunyai “cantolan” SPM. Dan ini akan menyangkut program, kegiatan, anggaran, dan lain lain.  Konon asbabun nuzul SPM ini melahirkan beragam argumen, mulai global fund, kemampuan penganggaran daerah, dan teknis kebijakan lainnya, yang sangat jauh untuk dapat dipahami oleh “cucuk lampah” seperti saya. Dan beruntung kita masih punya diare, SPM milik saudara sekandung kita sehingga disaat harus menyusun perencanaan masih punya induk semang.

Urusan penyakit diare dari berbagai faktor muaranya masih akan berujung pada masalah jamban, air bersih dan perilaku. Sebagaimana dikemukakan bahwa : Tantangan pembangunan sanitasi di Indonesia adalah masalah sosial budaya dan perilaku penduduk yang terbiasa buang air besar (BAB) di sembarang tempat, khususnya ke badan air yang juga digunakan untuk mencuci, mandi dan kebutuhan higienis lainnya (Depkes RI, 2008)

Kemampuan berfikir dan profesionalisme Sanitarian dan Public Health (sepertinya) memang masih harus dekat dengan persoalan ini. Benar simbah bilang, sementara di negara lain orang sudah berkutat di bulan, kita masih berkutat di urusan jamban. Namun ini memang kondisi faktual kita, sehingga ketika suatu hari kita harus mengisi permintaan data dari pusat terkait data pemantauan peredaran barang yang berhubungan dengan penipisan lapisan Ozon, kita toleh kanan – toleh kiri. Ketika itu saya teringat masa indah ketika sekolah. Ketika segala hal kita pelajari, mulai ukur tanah, deteksi sumber air bersih dengan gelombang listrik, uji porositas, teori dan praktikum dust sampler, teori simpul ADKL, dan segudang ilmu lain. Sementara saat ini kita terengah engah dikejar berbagai permasalah kesehatan lingkungan yang kian hari kian berkembang, tanpa mampu kita ikuti hikayat dan asbabun nuzulnya.

Mohon maaf, tulisan ini menjadi seperti infotainment. Kita kembali ke Diare dulu. Sebuah penyakit yang masih dianggap sebelah mata oleh sebagian masyarakat, karena kalah pamor dari AIDS, Narkoba, Polio, atau Cancer. Padahal sebagaimana dikemukakan bahwa :

  1. Buruknya kondisi sanitasi merupakan salah satu penyebab kematian anak di bawah 3 tahun yaitu sebesar 19% atau sekitar 100.000 anak meninggal karena diare setiap tahunnya dan kerugian ekonomi diperkirakan sebesar 2,3% dari Produk Domestik Bruto (studi World Bank, 2007, dalam Depkes 2008).
  2. Penyakit diare hingga kini masih merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak diseluruh dunia terutama negara – negara berkembang. Di Indonesia diperkirakan angka kesakitan antara 150 – 430 perseribu penduduk setahunnya (M.H Abdoerrachman dkk, 1985)

Berikut beberapa literatur yang terkait dengan penyakit diare, antara lain M.H Abdoerrachman dkk, 1985 dan Hendarwanto, 1996. Patogenesa diare akut dimulai dengan masuknya kuman kedalam usus halus kemudian bermultiplikasi didalamnya, mengeluarkan toksin sehingga kekurangan cairan. Bila tidak dilakukan pertolongan sesegera mungkin dengan cara yang benar, maka dapat menyebabkan kematian. Oleh karena itu pertolongan pertama pada diare berupa pemberian cairan yang bertujuan untuk menggantikan cairan yang hilang dan untuk memenuhi kebutuhan sangat diperlukan. Penyakit diare akut 70 – 90% dapat diketahui dengan pasti penyebabnya, baik penyebab langsung maupun tidak langsung. Penyebab tidak langsung dipengaruhi oleh hygiene sanitasi, keadaan gizi, kepadatan penduduk, sosial ekonomi, sosial budaya dan faktor lain seperti iklim, sedangkan penyebab langsung diare terkait dengan masalah infeksi (bakteri, virus, parasit), gangguan malabsorbsi, makanan basi, makanan yang tidak bersih atau beracun, alergi, dan imunodefisiensi. Kebiasaan penduduk desa yang suka membuang kotoran disungai, tidak mencuci tangan dengan air sabun sebelum memberi makan pada anak, tidak menjaga kebersihan makanan, serta perilaku yang tidak mencerminkan pola hidup sehat dapat menjadi menyebabkan timbulnya diare. Pemberian makanan tambahan yang dini pada bayi sebelum usia 4 – 6 bulan tak jarang dapat menimbulkan diare.

Hipocrates mendefinisikan diare sebagai pengeluaran tinja yang tidak normal dan cair. Dibagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI / RSCM, diare diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya. Neonatus dikatakan diare bila frekuensi buang air besar sudah lebih dari 4 kali, sedangkan untuk bayi berumur lebih dari 1 bulan dan anak, bila frekuensinya lebih dari 3 kali.

Penyebab penyakit diare karena beberap faktor, diantaranya adalah :

Faktor Infeksi, yang dibagi menjadi Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare pada anak – anak, infeksi jenis ini meliputi infeksi bakteri dan infeksi virus. Serta infeksi parenteral yaitu infeksi dibagian tubuh lain diluar alat pencernaan seperti otitis media akut. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak dibawah umur 2 tahun.

Faktor kedua adalah malabsorbsi, yang meliputi malabsorbsi karbohidrat, pada anak terutama intoleransi laktosa, malabsorbsi lemak, serta malabsorbsi protein. Sedangkan faktor ketiga adalah faktor makanan, (makanan basi, beracun dan alergi terhadap makanan). Faktor ke empat psikologis, seperti rasa takut dan cemas, bisa menimbulkan diare pada anak yang lebih dewasa, namun kasus ini jarang ditemukan.

Mekanisme dasar (Patofisiologi) yang menyebabkan timbulnya diare meliputi :

Gangguan Osmotik : Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus. Cairan yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkan sehingga timbul diare.

Gangguan Sekresi : Akibat rangsangan tertentu (misal oleh toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit kedalam rongga usus dan selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus.

Gangguan Motilitas Usus : Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus menyerap makanan, sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuhan berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare.

Sedangkan Patogenesis Diare dibagi menjadi patogenesis diare akut dan diare kronis. Pada diare akut mengalami proses sebagai berikut :

–     Masuknya jasad renik yang masih hidup ke dalam usus halus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung.

–     Jasad renik tersebut berkembang biak (multiplikasi) di dalam usus halus.

–     Oleh jasad renik dikeluarkan toksin (toksin diaregenik)

–     Akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare.

Pada patogenesis diare kronis, proses akan lebih komplek dan faktor – faktor yang menimbulkannya ialah infeksi bakteri, parasit, malabsorbsi, malnutrisi dan lain – lain.

Gejala Klinis diare, baik pada anak-anak maupun orang dewasa sebagai berikut :

  1. Frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali
  2. Nafsu makan berkurang atau tidak ada
  3. Tinja cair dan mungkin disertai lendir atau darah
  4. Bila penderita kehilangan banyak cairan dan elektrolit maka gejala dehidrasi mulai tampak
  5. Gejala muntah dapat terjadi sebelum dan sesudah diare dan dapat disebabkan oleh lambung yang turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam basa elektrolit.

Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak dapat terjadi berbagai macam komplikasi seperti:

  1. Kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan terjadinya gangguan keseimbangan asam – basa (asidosis metabolik, hipokalemia dan sebagainnya)
  2. Hipokalemia (dengan gej ala meterorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardi, perubahan pada elektrokardiogram)
  3. Hipoglikemia
  4. Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktosa karena kerusakan vili mukosa usus halus.
  5. Kejang, terutama pada dehidrasi hipertonik
  6. Malnutrisi energi protein, karena selain diare dan muntah penderita juga mengalami kelaparan.

Gejala klinis diare pada anak-anak (Subijanto, 2006, p. 65)

 

Gejala Klinis

Dehidrasi
Ringan Sedang Berat
Keadaan Umum
Kesadaran Baik Gelisah Apatis koma
Rasa haus + + + + + +
Sirkulasi
Nadi Normal Cepat Cepat sekali
Respirasi
Pernapasan Biasa Agak cepat Kussmaul
(Cepat dan dalam)
Kulit
Ubun – ubun besar Agak cekung Cekung Cekung sekali
Mata Agak cekung Cekung Cekung sekali
Turgor dan tonus Biasa Agak kering Kering sekali
Diuresis Normal Oliguria Anuria
Selaput Lendir Normal Agak kering Kering / asidosis

 

Pengobatan diare pada penderita dewasa terdiri atas:

1.        Rehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan.

2.        Melaksanakan tata kerja terarah untuk identifikasi penyebab infeksi.

3.        Memberikan terapi simptomatik

4.        Memberikan terapi definitif.

Prinsip utama perawatan diare adalah penggantian cairan serta garam dan mineral yang hilang melalui kotoran, muntah dan demamnya. Sedangkan dasar pengobatan diare meliputi pemberian cairan, pemberian makanan, obat-obatan, dan mengobati penyakit penyerta. Pemberian cairan bertujuan untuk menggantikan cairan dan elektrolit yang hilang dan untuk memenuhi kebutuhan. Pemberian ini tergantung pada jenis cairan, jalan pemberian cairan, jumlah cairan dan jadwal / kecepatan pemberian cairan.

Cara Pencegahan Diare dapat dilakukan antara lain dengan :

  1. Pemberian hanya ASI saja pada bayi sampai usia 4 bulan (Pada Balita)
  2. Mencuci tangan dengan sabun setelah berak atau sebelum memberi makan anak. Menurut penelitian, umumnya anak yang berusia 5 tahun pernah terinfeksi oleh rotavirus walaupun tidak semuanya mengalami diare. Biasanya anak-anak ini tertular karena kurangnya kebiasaan hidup sehat seperti kurang atau tidak mencuci tangan
  3. Menggunakan jamban dan menjaga kebersihannya, kamar mandi atau jamban yang bersih juga dapat membantu mencegah penyebaran kuman.
  4. Menggunakan air matang untuk makanan minuman. Kuman penyebab diare umumnya spesifik pada suatu daerah tertentu, yang bergantung pada tingkat kebersihan lingkungan dan kebiasaan kesehatan warganya. Di daerah dimana tingkat kebersihan lingkungannya buruk dan warganya tidak memiliki kebiasaan hidup sehat sering ditemui kejadian diare terutama karena adanya kontaminasi air atau makanan oleh kuman.
  5. Menjaga kebersihan lingkungan sekitar

Sebagaimana kita singgung pada uraian sebelumnya, bahwa terjadinya penyakit diare sangat terkait dengan masalah sanitasi. Berikut beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit diare yang terkait dengan sanitasi, yang diambil dari literatur Sarudji. D, (2006).

Faktor Air Bersih dan Air Minum

Dalam dunia kesehatan khususnya kesehatan lingkungan, perhatian air dikaitkan sebagai faktor pemindah/penularan penyakit atau sebagai vehicle. Dalam hal ini E.G. Wagner menggambarkan bahwa air berperan dalam menularkan penyakit-penyakit saluran pencernaan makanan. Air membawa penyebab penyakit dari kotoran (faeces) penderita, kemudian sampai ke tubuh orang lain melalui makanan, dan minuman. Air juga berperan untuk membawa penyebab penyakit non mikrobial seperti bahan-bahan toksik yang terkandung di dalamnya.

Penyakit-penyakit yang biasanya ditularkan melalui air adalah Thypus abdominalis, Cholera, Dysentri basiler, Diare akut, Poliomyelitis, Dysentri amoeba, penyakit- penyakit cacing seperti Ascariasis, Trichiuris, parasit yang menggunakan air untuk daur hidupnya seperti Schistosoma mansoni.

Pengertian air minum sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010 Tentang Persyaratan Kualitas Air Minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. Sedangkan air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari – hari dan akan menjadi air minum setelah dimasak lebih dahulu. (Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416/MENKES/PER/IX/1 990).

Air bersih harus memenuhi beberapa persyaratan, baik secara kuantitatif maupun kualitatif.

  1. Persyaratan Kuantitatif: Di Indonesia konsumsi air untuk daerah perkotaan sekitar 120 liter/orang/hari dan untuk daerah pedesaan sekitar 60 liter/orang/hari.
  2. Persyaratan Kualitatif.
Fisik Kimiawi Bakteriologis
/Mikrobiologis
Radioaktivitas
Jernih, tidak 1.    Bebas Zat beracun Tidak boleh Air minum
berwarna, tidak berbau dan tidak (As, No2, Pb) dsb.

2.      Zat – zat yang dibutuhkan tubuh

mengandung kuman typhus, kolera, disentri tidak boleh mengandung zat yang
berasa. tetapi dalam kadar dan telur menghasilkan
tertentu

menimbulkan gangguan kesehatan

cacing. sinar ? >               0, 1

Bq/ l

(flor dan iod)
3.  Zat – zat tertentu dangan batas – batas tertentu (Cl-)

 

Terkait dengan air bersih, hal yang harus diperhatikan adalah jarak sarana air bersih seperti sumur gali dengan jamban. Juga konstruksi sarana yang memenuhi syarat teknis kesehatan, seperti pada sumur gali terdapat ketentuan bahwa sampai kedalaman 10 feet dari permukaan tanah, dinding sumur di buat kedap air, yang berperan sebagai penahan agar air permukaan yang mungkin meresap ke dalam sumur telah melewati lapisan tanah sedalam 10 feet, sehingga mikroba yang mungkin ada didalamnya telah tersaring dengan baik.

Faktor Jamban Keluarga

Tinja dan limbah yang lain adalah limbah yang pasti dihasilkan oleh setiap rumah. Oleh karena itu adalah kewajiban setiap rumah tangga untuk mengelola tinja ini sebaik-baiknya. Prinsip dasarnya menganggap bahwa tinja adalah sumber penyakit terutama penyakit saluran alat cerna. Karenanya harus di lokalisasi untuk diolah sehingga setelah dilepas ke lingkungan sudah tidak berbahaya lagi. Pengolahan yang umum dan baik adalah dengan memanfaatkan fungsi septic tank.

Dalam membangun tempat pembuangan tinja diperlukan beberapa persyaratan sebagai berikut :

a.    Tidak menimbulkan kontaminasi pada air tanah yang masuk ke dalam sumber atau mata air dan sumur.

b.    Tidak menimbulkan kontaminasi pada air permukaan.

c.    Tidak menimbulkan kontaminasi pada tanah permukaan. Persyaratan ini untuk mencegah penularan penyakit cacing.

d.    Tinja tidak dapat dijangkau oleh lalat atau binatang-binatang lainnya.

e.    Tidak menimbulkan bau dan terlindung dari pandangan, serta memenuhi syarat-syarat estetika yang lain.

Sedangkan kriteria jamban sehat (improved latrine) sesuai Manual Pelaksanaan Program Sanitasi Total & Pemasaran Sanitasi (2008), dikatakan bahwa Jamban sehat adalah fasilitas pembuangan tinja yang memenuhi syarat :

–          Tidak mengkontaminasi badan air.

–          Menjaga agar tidak kontak antara manusia dan tinja.

–          Membuang tinja manusia yang sehingga tidak dihinggapi lalat atau serangga vektor lainnya termasuk binatang.

–          Menjaga buangan tidak menimbulkan bau

–          Konstruksi dudukan jamban dibuat dengan baik dan aman bagi pengguna

Pemilihan lokasi bangunan septic tank sesungguhnya tidak menjadi masalah, karena bangunan ini kedap air, yang umumnya terbuat dari beton (concrete) asalkan dijamin tidak bocor. Tapi yang menjadi masalah adalah letak resapan air setelah melalui outlet. Lokasinya harus menjamin tidak mempunyai kontribusi terhadap kontaminasi sumber air yang digunakan sebagai sumber air minum. Dianjurkan setidak-tidaknya berjarak 5 feet antara resapan dengan sumber air.

Faktor Pengelolaan Sampah

Yang dimaksud dengan pembuangan sampah adalah kegiatan menyingkirkan sampah dengan metode tertentu dengan tujuan agar sampah tidak lagi mengganggu kesehatan lingkungan atau kesehatan masyarakat. Ada dua istilah yang harus dibedakan dalam lingkup pembuangan sampah solid waste (pembuangan sampah saja) dan final disposal (pembuangan akhir).

Pembuangan sampah yang berada di tingkat pemukiman yang perlu diperhatikan adalah penyimpanan setempat dan pengumpulan sampah. Pada penyimpanan setempat (onsite storage, harus menjamin tidak bersarangnya tikus, lalat dan binatang pengganggu lainnya serta tidak menimbulkan bau. Oleh karena itu persyaratan kontainer sampah harus mendapatkan perhatian.

Terjaminnya kebersihan lingkungan pemukiman dari sampah juga tergantung pada pengumpulan sampah yang diselenggarakan oleh pihak pemerintah atau oleh pengurus kampung atau pihak pengelola apabila dikelola oleh suatu real estate misalnya. Keberlanjutan dan keteraturan pengambilan sampah ke tempat pengumpulan merupakan jaminan bagi kebersihan lingkungan pemukiman.

Sampah terutama yang mudah membusuk (garbage) merupakan sumber makanan lalat dan tikus. Lalat merupakan salah satu vektor penyakit terutama penyakit saluran pencernaan seperti Thypus abdominalis, Cholera. Diare dan Dysentri. (Hiswani, 2003)

Terkait permasalahan sampah ini harus diperhatikan keberadaan vektor lalat. Vektor adalah salah satu mata rantai dari penularan penyakit. Lalat merupakan salah satu vektor penyakit terutama penyakit saluran pencernaan seperti thypus perut, kolera, diare dan disentri. Sampah yang mudah membusuk merupakan media tempat berkembang biaknya lalat. Bahan – bahan organik yang membusuk, baunya merangsang lalat untuk datang mengerumuni, karena bahan – bahan yang membusuk tersebut merupakan makanan mereka. Adapun komponen – komponen dalam sistem pengelolaan sampah yang harus mendapat perhatian agar lalat tidak ada kesempatan untuk bersarang dan berkembang biak adalah mulai dari penyimpanan sementara, pengumpulan sampah dari penyimpanan setempat ke tempat pengumpulan sampah (TPS), transfer dan transport dan tempat pembuangan akhir (TPA).

Faktor Sanitasi Makanan

Makanan menjadi perhatian yang penting bagi para ahli lingkungan karena tubuh selalu membutuhkan bahan-bahan dari luar untuk memenuhi fungsinya baik dalam perannya untuk tumbuh, berkembang, reproduksi maupun kesejahteraan. Makanan harus dimasak, disimpan, disajikan menurut selera yang beraneka ragam, sehingga ada hubungan yang lebih erat antara bahan makanan dengan para penanganan makanan (food handlers). Ini juga menjadi sasaran perhatian bagi para ahli kesehatan lingkungan. Secara umum agar faktor makanan ini tidak berbahaya bagi kesehatan, maka perlu tindakan-tindakan terhadap makanan (food protection). Makanan yang sehat adalah makanan dengan kandungan gizi yang cukup, jumlah atau ukurannya seimbang, bersih dan tidak terkontaminasi.

Secara garis besar makanan dapat mempengaruhi kesehatan masyarakat dalam perannya sebagai berikut :

  • Kandungan zat-zat (gizi) makanan yang kurang karena rusak, misalnya karena pemanasan yang tinggi atau penyimpanan yang terlalu lama.
  • Makanan berperan sebagai vehicle dari beberapa macam penyakit infeksi.
  • Makanan mengandung toksin bakteri.
  • Bahan makanan mengandung racun (poisonous plant and animal)
  • Terdapatnya racun kimia yang berasal dari bahan pengawet, bahan aditif pewarna atau penyedap, kontaminan, proses-proses pengolahan dan pestisida

Setelah makanan mengalami proses pengolahan, makanan yang akan disajikan dan mungkin disimpan untuk beberapa waktu sebelum disajikan, makanan sebagai vehicle dapat terkontaminasi pada proses penyimpanan ataupun penyajian. Yang besar peranannya dalam kontaminasi ini adalah : 1) penanganan makanan (food handlers) dan 2) vektor berbagai macam penyakit saluran cerna, seperti lalat, kecoa, dan juga binatang pengerat.

Peran faktor makanan dalam menimbulkan diare dapat dijelaskan sebagai berikut (Hiswani, 2003) :

  • Penanganan makanan yang tidak benar juga menjadi penyebab diare. Banyak dari mereka yang mencuci sayuran dan buah dengan cara yang tidak benar, sehingga berisiko terkontaminasi bakteri kembali. Seharusnya mencuci sayuran atau buah menggunakan air mengalir, bukan dengan air dalam tampungan. Begitu juga dengan pengolahan makanan yang kurang higienis.
  • Bahan makanan, selain merupakan sumber gizi bagi manusia, juga merupakan sumber makanan bagi mikroorganisme. Pertumbuhan mikroorganisme dalam bahan pangan dapat menyebabkan perubahan yang menguntungkan seperti perbaikan bahan pangan secara gizi, daya cerna ataupun daya simpannya.
  • Selain itu pertumbuhan mikroorganisme dalam bahan pangan juga dapat mengakibatkan perubahan fisik atau kimia yang tidak diinginkan, sehingga bahan pangan tersebut tidak layak dikonsumsi. Kejadian ini biasanya terjadi pada pembusukan bahan pangan.
  • Bahan pangan dapat bertindak sebagai perantara atau substrat untuk pertumbuhan mikroorganisme patogenik dan organisme lain penyebab penyakit. Penyakit menular yang cukup berbahaya seperti tifus, kolera, disentri, atau TBC,mudah tersebar melalui bahan makanan.
  • Gangguan-gangguan kesehatan, khususnya gangguan perut akibat makanan disebabkan, antara lain oleh kebanyakan makan, alergi, kekurangan zat gizi, keracunan langsung oleh bahan-bahan kimia, tanaman atau hewan beracun; toksintoksin yang dihasilkan bakteri; mengkonsumsi pangan yang mengandung parasit – parasit hewan dan mikroorganisme. Gangguan-gangguan ini sering dikelompokkan menjadi satu karena memiliki gejala yang hampir sama atau sering tertukar dalam penentuan penyebabnya.

Article Source

 

  1. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 852/MENKES/SK/IX/2008 Tentang Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
  2. Manual Pelaksanaan Program Sanitasi Total & Pemasaran Sanitasi (2008).
  3. Abdoerrachman,M.H, dkk. Ilmu Kesehatan Anak 1. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 1985
  4. Hendarwanto, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 1996
  5. Hiswani, Diare Merupakan Salah Satu Masalah Kesehatan Masyarakat Yang Kejadiannya Sangat Erat Dengan Keadaan Sanitasi Lingkungan. USU Digital Library, Universitas Sumatera Utara. 2003
  6. Sarudji, Didik. Kesehatan Lingkungan. Cetakan ketiga. Media Ilmu. Sidoarjo. 2006.
  7. Soebijanto, M.S, Prof. Dr.dr, Sp.A. Reza Gunadi Ranuh, dr, Sp.A(K). Alpha Fardah Attiyah, dr, Sp.A. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSU dr.Soetomo. Surabaya 2006.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Indonesian Public Health Portal