Menyoal Efikasi Vaksin Covid-19
Efikasi Vaksin dan Urgensi Mengendalikan Pandemi
Oleh: Munif Arifin
Hari ini Bude Jamilah terusik juga untuk berkomentar. Masih soal pandemi. Soal tahap berikutnya dari pandemi, yakni soal vaksin. Lebih tepatnya soal efikasi vaksin.
Sesuatu yang hari-hari kemarin bak selebriti, banyak dinanti, layaknya serial my lecturer my husband. Bahkan detik demi detik laporan uji klinis itu dipergunjingkan disorot seluruh masyarakat. Hari-hari ini seakan seluruh netizen menjadi barisan para pemerhati, para ahli, ilmuwan, reporter, bahkan telah menjelma menjadi para pengambil kebijakan. Menjadi legislator, sekaligus operator. Netizen telah menjelma menjadi para ekspert dibidang vaksikologi.
Penggalan kronologis akhir dimulai (Jum’at, 8 Januari 2020), ketika BPPOM merelease hasil uji klinik (interim report) sekaligus mengeluarkan Emergency Use Authorization (EUA) Vaksin Sinovac kepada PT Bio Farma. Sebagimana para ekspert di negeri Netizen, Bude juga sangat tertari pada kesimpulan akhir soal efikasi 65,3%. Sementara aspek keamanan dan lainnya beliau singkirkan, tenggelam oleh ingar bingar efikasi.
Sebagaimana umum diketahui, efikasi dihitung berdasarkan hasil uji klinis pada pada dua kelompok uji yang sama-sama berisiko terinfeksi virus covid-19. Yaitu kelompok yang di vaksin dan kelompok yang tidak di vaksin atau diberikan vaksin kosong (placebo). Kemudian diperbandingkan attack rate (angka kejadian infeksi) pada 2 kelompok ini.
Misalnya sasaran uji klinis sebanyak 1600 orang, yang dibagi menjadi 2 kelompok. Kelompok pertama sebanyak 800 orang diberikan vaksin sungguhan. Kelompok kedua sebanyak 800 yang lain diberikan vaksin kosong/placebo.
Berdasarkan hasil pengamatan terus-menerus, didapatkan hasil pada kelompok pertama sebanyak 26 orang terinfeksi covid-19. Artinya angka kejadian (insiden rate) pada kelompok ini sebesar 26/800 = 0.0325 atau 3.25%.
Kemudian pada kelompok kedua (Vaksin kosong) ditemukan sebanyak 75 orang tertular covid-19. Artinya angka kejadian (attack rate) pada kelompok ini sebesar 75/800= 0.09375 atau 9.34%.
Berdasarkan angka kejadian pada dua kelompok diatas, menjadi dasar menghitung efikasi vaksin. Yaitu Efikasi Vaksin yang diperoleh = (0.0937-0.325 / 0.094) x 100% = 65.3%.
Efikasi vaksin diatas menjadi sesuatu yang ditunggu banyak negara. Walapun angka itu tentu sangat potensial berubah jika sudah diaplikasikan di masyarakat.
Vaksin dengan efikasi 65,3% pada sebuah uji klinik dapat digunakan untuk menarik keimpulan, bahwa telah terjadi penurunan risiko penularan covid-19 sebesar 65,3% pada kelompok yang divaksinasi (dibandingkan kelompok yang tidak divaksinasi). Atau dengan pengertian serupa dapat disimpulkan, bahwa 65.3 % orang yang divaksin dapat terlindungi (protektif) dari risiko tertular covid-19.
Bude mengingatkan bahwa efikasi vaksin (Vaccine Efficacy) hanya mengukur perbedaan risiko untuk tertular penyakit antara subyek yang divaksin dan tidak divaksin dalam kondisi yang relatif terkontrol (dalam sebuah konsep uji klinis). Artinya angka ini belum sepenuhnya dapat digunakan untuk menyimpulkan efektifitas vaksin jika digunakan secara luas di masyarakat.
Berbagai kondisi dapat mempengaruhi tingkat efikasi vaksin ini, seperti tingkat risiko ponularan covid-19 di wilayah uji. Atau karakteristik subyek uji klinis, seperti faktor usia, jenis kelamin, kondisi fisik seperti faktor komorbid, dan lainnya. Atau pola kesehatan masyarakat diwilayah uji klinis, seperti kedisiplinan menerapkan protokol kesehatan, aspek lingkungan, dan lainnya.
Berdasarkan forrmula sederhana perhitungan efikasi vaksin diatas, misalnya jika kelompok placebo (yang divaksin kosong) lebih banyak yang terinfeksi covid-19, maka persentase efikasi akan lebih tinggi. Demikian sebaliknya.
Dapat diestimasikan, misalnya jika sasaran uji klinik adalah kelompok berisiko tinggi seperti tenaga Kesehatan, maka efikasi yang didapat akan lebih tinggi. Sebailknya jika sasaran yang diberikan vaksin kosong (placebo) merupakan kelompok risiko rendah tertular covid-19, maka efikasi akan cenderung rendah.
Efektivitas vaksin (Vaccine Effectiveness) menjadi acuan utama untuk menilai keampuhan vaksin untuk melindungi diri dan sebuah populasi dari penularan penyakit. Keampuhan vaksin dapat dinilai ketika digunakan pada lingkungan riil yang tidak sepenuhnya dapat dikontrol.
Sesuai rekomendasi FDA, WHO dan EMA, bahwa batas minimal persetujuan EUA vaksin covid-19 sebesar 50%. Secara epidemiologi, menurunkan kejadian penularan sebesar 50% itu sudah sangat berarti. Angka itu telah menyelamatkan ribuan nyawa. Apalagi dengan efikasi 65.3%, atau 95%, dan seterusnya.
Walaupun persentasi efikasi vaksin dalam sebuah uji klinis belum sepenuhnya menggambarkan saat nanti digunakan secara luas dimasyarakat. Bude sangat berharap berbagai merk vaksin covid-19 yang sudah atau masih dalam proses pengembangan, mempunyai kemampuan ideal, efektif melindungi diri dan populasi dari risiko penularan covid-19. Bude sangat mengandalkan aji pamungkas vaksin untuk menyudahi pandemi.