Public Health

Penatalaksanaan kasus suspek difteri

Penatalaksanaan medis, kontak erat, dan pencegahan infeksi dalam pengobatan kasus difteri.

Manajemen medis

  1. Doktermemutuskan apakah akanmengobatikasus difteri berdasarkangejala klini
  2. Padakasus difteri, pengobatan diawali denganpemberian serum antidifteri (ADS) dan antibiotik tanpamenungguhasillaboratorium (swab tenggorokan/kultur apusan baik).
  3. Dalammenanganikasus ADS perlu berkonsultasi dengandokterspesialis (dokteranak, dokterspesialis THT, penyakitdalam) atauKomiteAhliPengobatan Difteri
  4. Kasusdifteri dirawat di ruangisolasi (terpisahdarikasuslain), kasus difteri yang dirawat dantidaklagimenunjukkangejala klinis dapat dipertimbangkan untuk dipulangkan tanpamenungguhasillaboratorium, namunpemberian antibiotik dapatbertahanhingga 14 hari. Pemberian antitoksin secara dini sangat penting dalam hal kesembuhan.
  • Pemberian ADS dapat terjadi reaksi anafilaktik, sehingga harus disediakan larutan adrenalin 1:1000 dalam semprit.
  • Sebelum diberikan ADS dilakukan uji sensitifitas dengan penyuntikkan 0,1 ml ADS dalam larutan garam fisiologis 1:1.000 secara intrakutan. Hasil positif bila dalam 20 menit terjadi indurasi > 10 mm. Bila uji kulit positif, ADS diberikan dengan cara desensitisasi (Besredka). Bila uji hipersensitivitas tersebut diatas negatif, ADS harus diberikan sekaligus secara intravena.
  • Dosis ADS ditentukan secara empiris berdasarkan berat penyakit dan lama sakit, tidak tergantung pada berat badan kasus, berkisar antara 20.000-100.000 IU.
  • Pemberian ADS intravena dalam larutan garam fisiologis atau 100 ml glukosa 5% dalam 1-2 jam. ✓ Pengamatan terhadap kemungkinan efek samping obat dilakukan selama pemberian antitoksin dan selama 2 jam berikutnya. Demikian pula perlu dimonitor terjadinya reaksi hipersensitivitas lambat (serum sickness).
  • Kemungkinan terjadi reaksi anafilaksis sekitar 0,6% yang terjadi beberapa menit setelah pemberian ADS. Reaksi demam (4%) setelah 20 menit-1 jam, serum sickness (8,8%) 7-10 hari kemudian.
  1. Menegakkan diagnosis pasti melalui kultur bakteri Corynebacterium diphteriae.
  2. Pemberian antibiotika.
  • Antibiotika Penicillin procaine IM minimal 50.000 IU/kg BB maks 2 x 1,2 juta selama 14 hari, atau
  • Eritromisin oral atau injeksi diberikan 50 mg/KgBB/hari maks 2 g/hari interval 6 jam selama 14 hari.
  1. Perawatan suportif termasuk perhatian khusus untuk mempertahankan patensi saluran napas bila terdapat membran laring atau faring ekstensif. Lakukan penilaian apakah ditemukan keadaan gawat napas akibat obstruksi saluran napas karena membran dan edema perifaringeal maka lakukan trakeostomi.
  2. Observasi jantung ada/tidaknya miokarditis, gangguan neurologis, maupun ginjal.
  3. Kortikosteroid dapat diberikan kepada kasus dengan gejala obstruksi saluran nafas bagian atas, dan bila terdapat penyulit miokarditis diberikan prednison 2 mg/KgBB selama 2 minggu kemudian diturunkan bertahap

Pemulangan Kasus

Beberapa hal harus diperhatikan untuk pemulangan kasus Difteri klinik, yaitu:

  1. Pada hari ke-7 pengobatan dilakukan pengambilan kultur ulang pada kasus untuk evaluasi hasil pengobatan
  2. Apabila klinis kasus setelah terapi baik maka dapat pulang tanpa menunggu hasil kultur laboratorium.
  3. Jika hasil kultur ulang masih positif maka antibiotik diulang pemberiannya selama 14 hari, kemudian dilakukan pemeriksaan kultur setelah selesai pengobatan kedua. Jika hasil kultur ini masih positif maka dilakukan tes resistensi dan sensitifitas antibiotikSebelum pulang kasus diberi penyuluhan komunikasi risiko dan pencegahan penularan oleh petugas RS.
  4. Setelah pulang kasus tetap meneruskan antibiotik sampai 14 hari dan membatasi kontak erat dengan orang lain hingga pengobatan antibiotik diselesaikan (tidak beraktivitas di luar rumah).
  5. Rumah sakit memberitahukan ke dinkes kab/kota atau dinkes provinsi setempat jika kasus sudah pulang untuk dilakukan pemantauan sampai hasil kultur terakhir negatif.
  6. Semua kasus yang mendapat ADS harus diimunisasi lengkap 3x setelah 4-6 minggu dari saat ADS diberikan. Pemberian imunisasi dilakukan saat kontrol di RS tempat kasus dirawat atau pelayanan kesehatan lainnya.
  7. Apabila diagnosis akhir bukan difteri tetap diberikan imunisasi sesuai status imunisasi kasus.

Pencegahan Infeksi dalam Perawatan Kasus Difteri.

Cara penularan difteri adalah melalui droplet dan kontak erat. Dalam memeriksa/merawat kasus difteri klinik, direkomendasikan sebagai berikut:

  1. Tenaga kesehatan yang memeriksa/merawat kasus difteri harus menggunakan APD.
  2. Bila kasus dirawat, tempatkan dalam ruang tersendiri/ isolasi (single room/kohorting), tidak perlu ruangan dengan tekanan negatif.
  3. Lakukan prinsip kewaspadaan standar, gunakan Alat Pelindung Diri (APD) sebagai kewaspadaan isolasi berupa penularan melalui droplet sebagai berikut: Pada saat memeriksa tenggorok kasus baru gunakan masker bedah, pelindung mata, dan topi. Apabila dalam kontak erat dengan kasus (jarak <1 meter), menggunakan masker bedah juga harus menggunakan sarung tangan, gaun, dan pelindung mata (seperti: google, face shield). Pada saat pengambilan spesimen menggunakan masker bedah, pelindung mata, topi, baju pelindung, dan sarung tangan. Apabila melakukan tindakan yang menimbulkan aerosolisasi (misal: saat intubasi, bronkoskopi, dll) dianjurkan untuk menggunakan masker N95.
  4. Pembersihan permukaan lingkungan dengan desinfektan (chlorine,quaternary ammonium compound, dan lainnya)
  5. Keluarga yang menunggu dibatasi dan diperlakukan sebagai kontakerat.
  6. Bagi kasus yang harus didampingi keluarga, maka penunggu kasusharus menggunakan APD (masker bedah dan gaun) serta melakukan kebersihan tangan.
  7. Bagi tenaga kesehatan yang memeriksa/merawat kasus difteri harus mendapatkan imunisasi difteri.
  8. Terapkan kebersihan tangan dan etiket batuk, baik pada tenaga kesehatan maupun masyarakat.Apabila terdapat tanda dan gejala infeksi saluran pernafasan atas pada tenaga kesehatan yang merawat pasien maupun pendamping pasien harus dilakukan tatalaksana sesuai dengan kasus observasi difteri

Tatalaksana Kontak Erat

  1. Definisi Kontak Erat: Kontak Erat adalah orang yang pernah kontak dengan kasus difteri sejak 10 hari sebelum timbul gejala sakit tenggorok sampai 2 hari setelah pengobatan.
  2. Pelacakan kontak erat dilaksanakan dengan kriteria sebagai berikut:
  • Membuat daftar nama kontak erat dengan menggunakan form monitoring harian kontak erat minum profilaksis (Form DIF-2)
  • Memberikan kemo profilaksis untuk semua kontak erat sesuai daftar nama dalam form DIF-2.
  • Menentukan PMO (Pemantau Minum Obat) untuk memantau ketaatan minum obat serta efek samping obat. Pemantauan dilakukan minimal pada hari 1, ke 2 dan ke 7 dengan form DIF-2. PMO dapat berasal dari petugas kesehatan, kader kesehatan, tokoh masyarakat, guru dan sebaiknya tidak berasal dari keluarga.

3. Identifikasi kontak erat

  • Setiap kasus suspek difteri harus dilakukan identifikasi kontak erat. Kategori kontak erat adalah: Kontak erat satu rumah: tidur satu atap. Kontak erat satu kamar di asrama. Kontak erat teman satu kelas, guru, teman bermain. Kontak erat satu ruang kerja. Kontak erat tetangga, kerabat, pengasuh yang secara teratur mengunjungi rumah. Petugas kesehatan di lapangan dan di RS
    1. Pendamping kasus selama dirawat. Setiap kontak erat dari kasus suspek difteri harus teridentifikasi pada form DIF-1, formulir monitoring harian kontak erat minum kemoprofilaksis (Form DIF-2), dan formulir monitoring kontak erat (Form DIF-7c)
    2. Tatalaksana Kontak Erat : Tatalaksana terhadap kontak erat merupakan salah satu langkah penting dalam pengendalian KLB difteri. Kontak erat terhadap kasus suspek difteri mempunyai potensi tertular atau menularkan apabila mengidap kuman difteri toksigenik meskipun tidak menimbulkan gejala. Oleh karena itu setiap kontak erat diberikan kemoprofilaksis/ antibiotik untuk mencegah perkembangbiakan kuman dan produksi toksin tidak terbentuk. Pengambilan specimen terkait kontak erat berdasarkan pada kajian epidemiologi.

Tatalaksana kontak erat meliputi:

  1. Monitoring timbulnya gejala sakit tenggorok sampai 10 hari yang akan datang.
  2. Menerapkan Protokol kesehatan dan prilaku hidup bersih (antara lain memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak dll)
  3. Pemberian antibiotik sebagai kemoprofilaksis
  • Anak < 5 tahun, dosis 600.000 unit diberikan satu kali suntikan (dosis tunggal) Benzathine Penicillin IM
  • Anak > 5 tahun dan dewasa, dosis 1.200.000 unit diberikan satu kali suntikan (dosis tunggal) Benzathine Penicillin IM
  • Anak, dosis 500 mg/kgBB/hari dalam 4 dosis diberikan erytromicin selama 7 hari.
  • Dewasa, dosis 4 x 500 mg/hari diberikan erytromicin selama 7 hari.
  1. Setiap kelompok kontak erat memiliki Pemantau Minum Obat (PMO) yang bertugas memastikan obat diminum setiap hari. PMO dapat berasal dari petugas kesehatan, kader kesehatan, tokoh masyarakat, guru dan sebaiknya tidak berasal dari keluarga.
  2. Jika timbul keluhan akibat pemberian kemoprofilaksis, keluarga kasus agar segera membawa kasus k e fasilitas pelayanan kesehatan terdekat.
  3. Pemberian Imunisasi difteri kepada kontak erat dilakukan pada saat penyelidikan epidemiologi, sesuai umur dan status Imunisasi

< 3 dosis atau tidak diketahui, pada anak usia:  < 1 tahun : segera lengkapi imunisasi dasar sesuai jadwal.

1 – 6 tahun : lengkapi imunisasi dasar (3 dosis) dan imunisasi lanjutan. ≥ 7 tahun : berikan 3 dosis dengan interval waktu 1 bulan antara dosis pertama dan kedua, dan 6 bulan antara dosis kedua dan ketiga.

2) ≥ 3 dosis, dosis terakhir > 5 tahun: Berikan 1 dosis imunisasi ulangan Difteri

3) ≥ 3 dosis, dosis terakhir < 5 tahun:: Anak yang belum mendapat imunisasi difteri dosis ke 4: berikan dosis ke 4, Anak yang sudah mendapat imunisasi difteri dosis ke 4: tidak perlu diberikan imunisasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Indonesian Public Health Portal