Penggabungan vaksin DTP dan HB pada Imunisasi DTP/HB
Daya Proteksi Imunisasi Hepatitis B Penggabungan vaksin DTP dan HB
Vaksin kombinasi adalah beberapa jenis vaksin yang disuntikkan sekaligus. Hasil studi terhadap vaksin yang dikembangkan SmithKline Beecham, sebuah perusahan farmasi besar, memperlihatkan kombinasi DTPw-HB sangat efektif dan merangsang respon imun bayi satu bulan setelah menyelesaikan tiga dosis vaksinasi dasar. Respon imun yang diperoleh; antibodi anti-difteri 99,7 persen, antibodi anti-tetanus 100 persen, antibodi anti-pertusis 97,7 persen, dan antibodi anti-HB 99,2 persen.
Menurut Bravo.dkk (1998), faktor terpenting yang harus dipertimbangkan dalam pembuatan vaksin adalah keseimbangan antara daya membentuk kekebalan dengan reaksi simpang vaksin. Untuk mencapai imunogenisitas yang tinggi vaksin harus berisi antigen yang efektif untuk merangsang respons imun resipien sehingga tercapai nilai antibodi di atas ambang pencegahan untuk jangka waktu yang cukup panjang. Vaksin harus diupayakan agar tidak menimbulkan efek simpang yang berat, dan jauh lebih ringan dibandingkan dengan gej ala klinis penyakit secara alami. Pada kenyataannya tidak ada vaksin yang benar-benar seratus persen aman, namun dengan kemajuan bioteknologi saat ini telah dapat dibuat vaksin yang efektif dan relatif aman
Setiap tahun sedikitnya atau satu juta orang meninggal disebabkan infeksi virus hepatitis B (VHB). Kasus baru VHB saat ini diperkirakan ada 350 juta kasus hepatitis B kronis dimana ada 4 juta kasus VHB pertahun. Infeksi pada anak umumnya asimtomatis tetapi dalam 10-20 tahun akan menjadi kronis sebanyak 80- 90% berupa sirosis dan atau karsinoma hepatoselular (KHS). Menurut Kurstak (1993), saat ini di dunia diperkirakan terdapat 350 juta pengidap hepatitis B dan hampir 78% di antaranya tinggal di Asia.
Risiko kronisitas VHB akan jauh lebih besar bila infeksi terjadi pada awal kehidupan dibandingkan dengan infeksi pada usia dewasa. Infeksi VHB pada bayi mempunyai kronisitas ±90% dan 25-30% di antaranya akan berkembang menjadi sirosis hepatis atau karsino hepatoselular. Di Asia Tenggara dengan tingkat endemisitas yang tinggi umumnya infeksi VHB didapat pada saat lahir atau masa dini kehidupan, sehingga risiko kronisitas pada anak dikawasan ini sangat tinggi. Pada keadaan ini umumnya infeksi VHB tidak memberikan gejala (asimtomatik) sehingga sulit diketahui dan hal ini akan menyebabkan tingginya penyakit hati kronis dan kegananasan hati pada orang dewasa. Menurut WHO (2002), terapi antivirus belum memuaskan, terlebih pada penderita yang terinfeksi secara vertikal pada usia dini. Pada daerah dengan prevalens kasus VHB tinggi infeksi pada usia dini terjadi secara vertical dan horizontal.
Menurut Sulaiman.dkk (2001), prevalensi hepatitis B di Indonesia sebesar 2,50-36,17%, termasuk pada kategori tingkatan sedang sampai tinggi. Difteri ditemukan di seluruh dunia, namun kasus klinis lebih banyak di daerah tropis dan sub tropis. Mortalitas penyakit berkisar 5-15%, adapun imunisasi difteri pada bayi di Indonesia baru dimulai tahun 1977 dan pada anak sekolah tahun 1984. Sedangkan menurut WHO (2002), Indonesia termasuk daerah endemis sedang-tinggi kasus hepatitis B, tahun 1994 prevalens HBsAg pada donor adalah 9,4% (2,50– 6,17%), pada ibu hamil 3,6% (2,1 – 6,7%). VHB dapat melekat dan bertahan selama ± 1 minggu tanpa kehilangan daya tular.
Pencegahan virus hepatitis B (VHB) yang paling efektif secara biaya adalah dengan imunisasi secara pasif dan aktif. Immunisasi secara pasif hanya untuk jangka pendek (3-6 bulan) dan diberikan pasca paparan dengan kontak berisiko, dengan cara memberikan Hepatitis B immune globulin (HBIg). Immunisasi secara aktif adalah dengan memberikan vaksin rekombinan minimal 3 kali akan membentuk respon protektif (anti HBs ≥ 10 mlU/mL) pada > 90% sasaran.
Pada neonatus dan bayi diberikan secara intramuskular dalam di anterolateral paha, sedangkan pada anak diberikan di regio deltoid. Dianjurkan diberikan mulai 0-7 hari dan selanjutnya dengan interval 1 bulan. Efektivitas vaksin rekombinan adalah 90-95%. Memori sistem imun menetap minimal sampai 12 tahun pasca imunisasi sehingga pada anak normal tidak dianjurkan untuk imunisai booster (WHO, 2004).
Imunisasi DTP/HB
Menurut Hadinegoro (2002), hasil evaluasi menunjukkan adanya kesenjangan hasil cakupan imunisasi DTP-3 dan HB-3 secara nasional pada tahun 1997-1998. Cakupan imunisasi DTP-3 dan HB-3 masing-masing sebesar 90,3% dan 63,4%. Sangat dimungkikan terjadinya kesenjangan cakupan ini terkait dengan banyaknya jumlah suntikan yang diberikan. Imunisasi DTP+HB yang diberikan secara terpisah pada seorang bayi menjadikan jumlah suntikan yang diterima sebanyak enam kali (tiga kali DTP dan tiga kali HB). Kondisi mana dirasa cukup memberatkan bagi orang tua karena bayi/anaknya terlalu sering disuntik.
Menurut Depkes RI (2005), mulai tahun 1997 program imunisasi di Indonesia menambahkan vaksin Hepatitis B kedalam imunisasi rutin pada bayi bersamaan dengan pemberian imunisasi DPT. Kemudian sejak tahun 2000 pemberian dosis pertama imunisasi Hepatitis B dilakukan pada bayi usia dini (0-7 hari) dengan menggunakan uniject HB. Virus hepatitis B (VHB) termasuk anggota keluarga virus hepadnaviridae, suatu nama yang berasal dari perkataan hepatotropic dan genom DNA. VHB adalah virus yang mengandung DNA; dikenal sebagai virus yang hanya dapat menginfeksi spesies primata tertentu, yaitu manusia dan simpanse.
Imunisasi DTP/HB adalah vaksin kombinasi yang berisikan toxoid difteri, toxoid tetanus, suspensi dari bordetella pertusis yang telah dimatikan dan rekombinant HBsAg (WHO, 2004). Implementasi imunisasi DTP/HB dalam program imunisasi nasional telah dimulai tahun 2004 pada empat provinsi, yaitu ; NTB, Jawa Timur, DIY, dan Bangka Belitung. Vaksin DTP/HB yang digunakan dalam program imunisasi nasional adalah vaksin dengan komponen whole cell pertussis (DTwP/HB).
Penggabungan vaksin DTP dan HB menjadi DTP/HB secara substansi dimungkinkan, hal ini didukung dengan terdapatnya permasalahan dalam program imunisasi nasional dimana secara cakupan terdapat kesejangan yang signifikan antara hasil cakupan imunisasi DTP dan HB. Imunisasi DTP sudah terintegrasi dalam program imunisasi nasional sejak tahun 1976. Adapun imunisasi hepatitis B terintegrasi dalam program imunisasi nasional mulai tahun 1997.
Daya proteksi vaksin DTP/HB yang dinilai dari serokonversi kadar antibody sebelum dan sesudah diberikannya vaksin bervariasi, tetapi masih diatas ambang pencegahan (protective level) (Poovoravan, 1999). Immunogenisitas vaksin DTP/HB mempunyai nilai imunogenik yang tinggi terhadap semua komponen antigen (anti difteria, anti tetanus, anti pertusis dan anti HBsAg).
Menurut Poovoravan (1999), reaksi keamanan (reaktogenisitas) vaksin DTP/HB yang timbul lebih banyak disebabkan oleh ajuvan daripada antigen yang berada didalamnya. Sementara menurut Santos (1999), KIPI (reaktogenisitas) tidak berbeda antara DTP/HB dan DTP + HB. Sementara menurut Hadinegoro, dkk (2003), hasil trial fase 2 dan 3 vaksin DTP/HB menunjukkan bahwa imunogenisitas serta keamanan vaksin DTP/HB sama baiknya dengan vaksin terpisah DTP + HB dalam berbagai dosis. Reaksi KIPI sistemik dan local pada DTP/HB dan DTP + HB sangat minimal dan tidak terdapat perbedaan bermakna. Pada vaksin DTP + HB lebih banyak kejadian KIPI berat dibandingkan DTP/HB, kesimpulan dari KIPI berat tersebut lebih banyak koinsiden.
Refference, antara lain : WHO. 1995. Hepatitis B control through immunization. Global programme for vaccines and immunization sub-committee meetings of the scientific advisory group experts (SAGE)., Genewa; WHO. 2002. Survellence and Response Hepatitis B. CDC; WHO. 2004. Immunization in Practice, A pratical guide for health staff; Poovoravan, Y. 1999. Comparison study of combined DTPw-HB vaccines and separate administration of DTPw and HB vaccines in Thai children. As Paed”. J. All Immunol 1: 113-20; Kurstak, E.,1993. Hepatitis B virus and disease. Springer-Verlag; Hadinegoro, S.R., 2003. Immunogenicity and safety of DTwP (Bio Farma) vaccine combined with recombinant Hepatitis b (GCVC) vaccine in Indonesian children” Biofarma; Bravo, L., et al. 1998. The New DTPw-HBV-Hib Combination Vaccine can be used at the WHO schedule with a monovalent dose of hepatitis B vaccine at birth”Med. Pub. Health; Kepmenkes RI tentang Pedoman Pemantauan dan Penanggulangan KIPI. 2005; Sulaiman, Ali., dkk. 2001. Penatalaksanaan Infeksi Virus Hepatitis B. IDI