SKD-KLB
Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (SKD-KLB)
Konsep dasar SKD-KLB
Salah satu upaya dalam mengurangi dampak negatif akibat Kejadian Luar Biasa (KLB) suatu penyakit atau keracunan adalah melakukan pengamatan yang intensif yang dikenal dengan Sistem Kewaspadaan Dini terhadap penyakit potensial KLB (SKD-KLB), termasuk keracunan. Kegiatan SKD diarahkan terhadap deteksi dini KLB dan pemantauan faktor-faktor yang memungkinkan timbulnya KLB serta cara-cara pencegahan dan penanggulangannya, sehingga dapat mengurangi kerugian.
Pelaksanaan SKD-KLB di Puskesmas akan memberikan manfaat yang besar dalam pencegahan KLB penyakit apabila dilaksanakan dengan baik. Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) merupakan salah satu aplikasi SKD-KLB di Puskesmas. Disamping itu, di Puskesmas juga terdapat PWS imunisasi, PWS sanitasi dan sebagainya.
Dugaan terhadap suatu KLB mungkin muncul ketika aktifitas surveilans rutin mendeteksi adanya isolat mikroba atau kluster kasus yang tidak biasa, atau terjadinya peningkatan jumlah kasus yang signifikan dari jumlah yang biasa. Gambar dibawah menunjukan bentuk kurva epidemi, deteksi dini KLB dapat menjelaskan kemungkinan adanya peningkatan sejak ditemukan kasus pertama bahkan sebelum kasus pertama di temukan dengan melihat faktor resiko atau tanda-tanda epidemiologi kasus tertentu.
Penemuan dini potensi KLB (Deteksi dini), akan semakin besar potensi mencegah dampak negatif akibat KLB.. Beberapa kejadian kesakitan dan masalah kesehatan yang dapat menjadi dasar tindakan kewaspadaan, diantaranya terkait tanda dan gejala dan tanda penyakit, seperti tanda AFP, demam berdarah, masalah Kesehatan seperti gizi buruk, perilaku, kondisi Lingkungan, atau perilaku
Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (SKD-KLB, merupakan suatu tatanan pengamatan yang mendukung sikap tanggap terhadap adanya suatu perubahan status kesehatan dalam masyarakat, berupa penyimpangan persyaratan yang berkaitan dengan kecenderungan terjadinya kesakitan/kematian atau pencemaran makanan/lingkungan sehingga dapat segera melakukan tindakan dengan cepat dan tepat untuk mencegah/ mengurangi terjadinya korban.
Dalam menerapkan SKD-KLB digunakan pendekatan deteksi dini KLB dan pendekatan faktor risiko KLB. Pendekatan deteksi dini menekankan pada identifikasi adanya KLB sedini mungkin, sehingga upaya penyelidikan dan penanggulangan dapat segera dilakukan dan korban sakit atau kematian dapat dicegah atau dikurangi. Sementara pendekatan faktor risiko menekankan pada identifikasi faktor risiko KLB, agar upaya-upaya pencegahan dan kesiapsiagaan menghadapi kemungkinan terjadinya KLB dapat dilakukan. Misalnya, identifikasi perubahan sanitasi terhadap kemungkinan terjadinya KLB kolera.
Indikator SKD KLB
Indikator SKD KLB merupakan tanda-tanda terjadinya peningkatan kesakitan, kematian, atau perubahan faktor risiko yang dipantau secara terus menerus dan sistematis untuk mengetahui terjadinya perubahan atau penyimpangan terhadap kemungkinan terjadinya KLB.
Kewaspadaan berbasis indikator diantaranya dilakukan dengan sistem pelaporan rutin, misalnya dari Puskesmas ke Dinas Kesehatan. Sistem ini dilakukan dengan yang kita kenal sebagai SKDR. (Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon)
Kewaspadaan dini berbasis kejadian dimaksudkan untuk menangkap dan memberikan informasi secara cepat tentang suatu penyakit, faktor risiko, dan masalah kesehatan dengan menggunakan sumber data berdasarkan kejadian. Misalnya: pada rumor ataupun kejadian KLB keracunan pangan atau penyakit.
Variabel SKD (variabel kasus dan variabel pra kasus)
Deteksi dini KLB yang dilakukan dengan sistem pemantauan terhadap jumlah kesakitan dan kematian, diantaranya dengan metode PWS (Pemantauan Wilayah Setempat) pada suatu kasus. Sedangkan pendekatan faktor risiko KLB dilakukan dengan metode pemantauan terhadap perubahan lingkungan, perilaku dan pelayanan kesehatan. Pada metode ini, diantaranya (misalnya) dengan kegiatan penyusunan PWS Imunisasi, KIS, sanitasi atau lainnya. Hal ini kita kenal sebagai pemantauan pra kasus.
Poin pemantauan pra kasus pada simplicity variabel PWS. Hal ini sangat penting, karena PWS merupakan aplikasi praktis yang digunakan di lapangan, frekuensi kegiatan relatif tinggi, dengan tindak lanjut dituntut untuk segera dilakukan..
Berikut contoh variabel indikator pada beberapa jenis penyakit.
Langkah-langkah SKD-KLB meliputi :
- Penetapan Daerah Rawan KLB (baik karena penyakit Menular maupun keracunan..
- Penetapan waktu (bulan atau minggu) rawan KLB berdasarkan kajian data KLB beberapa tahun sebelumnya.
- Penetapan unsur dasar penyebab terjadinya KLB suatu penyakit tertentu, berdasarkan hasil kajian data KLB beberapa tahun sebelumnya dan kondisi saat sekarang.
- Mengajukan rencana kegiatan (anggaran) untuk menghadapi kemungkinan terjadinya KLB, baik untuk pemantapan SKD-KLB dan kesiapsiagaan menghadapi kemungkinan terjadinya KLB (penyelidikan dan penanggulangan yang berupa pelayanan pengobatan dan mitigasi faktor risiko dari masing-masing program terkait).
- Pemantauan terhadap peningkatan kasus atau kematian. Pemantauan ini bersifat dinamis artinya pada tahun dan atau bulan rawan KLB maka pemantauan dilakukan lebih ketat. Misalnya pada SKD-KLB diare, dilaksanakan pemantauan mingguan wabah (W2), dan pada musim kemarau panjang atau adanya KLB di sekitarnya, maka pemantauan dilakukan tiap hari di Puskesmas dan Rumah Sakit dengan pemantauan terhadap peningkatan kasus diare dan munculnya kasus diare dehidrasi berat.
- Pemantauan terhadap kondisi lingkungan pemukiman, kondisi masyarakat dan kondisi pelayanan kesehatan.
- Penyelidikan situasi rawan KLB atau situasi dimana terdapat estimasi terjadinya KLB
- Kesiapsiagaan menghadapi KLB, pada saat ancaman adanya KLB meningkat, dengan:
- a. Memperbaiki kondisi rawan dan mengingatkan petugas serta masyarakat akan adanya kemungkinan terjadinya KLB serta tindakan pencegahan dan pengobatan segera yang harus dilakukan.
- b. Peningkatan aktivitas surveilans.
- c. Tindakan cepat pada peningkatan kasus yang cenderung KLB serta pemberian terapi untuk mempercepat penyembuhan, sehingga penderita tidak lagi menjadi sumber penularan. Pada beberapa kasus, isolasi penderita di rumah atau rumah sakit dapat dilakukan.