Kesehatan Lingkungan

Standar Tata Laksana Fogging

Prosedur dan Tata Laksana Fogging Sebagai Salah Satu Alternatif Pemberantasan Vektor DBD

Rekan-rekan tenaga Sanitarian dan praktisi kesehatan masyarakat tentu sudah sangat paham tentang fogging. Sebuah kegiatan dengan banyak nuansa, (teknis dan politis ?), karena efektifitas dan dampaknya oleh sebagian orang masih dianggap abu-abu. Sebuah model dipakai untuk menilai efektifitas fogging menunjukkan dampak minim kegiatan ini pada penurunan kasus (NCBI-The National Center for Biotechnology Information). Dan diantara penyebab karena kita kurang memperhitungkan tingkat resistensi nyamuk pada insektisida. Sebetulnya kita sudah pelajari itu pada tingkat laboratorium sederhana di sekolah kita dulu, namun aplikasi menjadi sedikit ribet untuk diterapkan dilingkungan kerja kita.
Berbagai dampak serius dapat diakibatkan oleh penyakit demam berdarah dengue ini, selain dampak kesakitan dan kematian. Menurut Soegijanto (2006), penyakit DBD disamping menyebabkan kesakitan dan kematian juga dapat menimbulkan dampak sosial maupun ekonomi. Kerugian sosial yang terjadi antara lain dapat menimbulkan kepanikan dalam keluarga, kematian anggota keluarga dan berkurangnya usia harapan hidup. Sedangkan dampak ekonomi langsung pada penderita DBD adalah biaya pengobatan dan tidak langsung adalah kehilangan waktu kerja, waktu sekolah dan biaya lain yang dikeluarkan selain untuk pengobatan seperti transportasi dan akomodasi selama perawatan penderita.

Menurut data Depkes RI (2006), kejadian luar biasa (KLB) DBD masih sering terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Pada tahun 1998 terjadi KLB dengan jumlah penderita sebanyak 72.133 orang dan merupakan wabah terbesar sejak kasus DBD pertama kali ditemukan di Indonesia dengan 1.411 kematian atau case fatality rate (CFR) 2%. Pada KLB tahun 2004, sejak Januari sampai dengan April 2004 jumlah penderita sebanyak 58.861 orang dan 669 orang diantaranya meninggal (CFR:1,14%). Kemudian tahun 2005 jumlah kasus 3.336 orang dengan 55 orang diantaranya meninggal (CFR:1,65%), dan tahun 2006 terjadi penurunan kasus selama periode Januari–September yait jumlah kasu 1.323 orang , 2 orang diantaranya meninggal atau CFR:1,59%.

Berbagai metode dan usaha pemberantasan telah banyak dilakukan pemerintah dan masyarakat. Pemberantasan penyakit DBD pada dasarnya secara umum dilakukan dengan pendekatan dan metode  pemberantasan penyakit menular lainnya. Hanya yang menjadi catatan kita, sampai saat ini belum ditemukan vaksin untuk mencegah dan obat untuk membasmi virus ini. Pemberantasan penyakit DBD pada akhirnya dilaksanakan terutama dengan memberantas nyamuk penularnya.

Penanggulangan fokus merupakan kegiatan pemberantasan nyamuk penular DBD yang dilaksanakan dengan melakukan pemberantasan sarang nyamuk DBD. Tujuan pennggulangan fokus dilaksanakan untuk membatasi penularan DBD dan mencegah KLB di lokasi tempat tinggal penderita DBD dan rumah/bangunan sekitarnya serta tempat-tempat umum yang berpotensi menjadi sumber penularan (Depkes, 2005).

Pada umumnya program pemberantasan penyakit DBD belum berhasil, terutama karena masih tergantung pada penyemprotan dengan insektisida untuk membunuh nyamuk dewasa. Penyemprotan membutuhkan pengoperasian khusus, membutuhkan biaya cukup tinggi, dan detail teknis yang harus dikuasai pelaksana program. Berikut beberapa informasi yang perlu diketahui tentang pemberantasan vektor DBD secara kimia, khususnya melalui metode fogging.

Menurut Iskandar (1985), pemberantasan vektor dengan mesin fogging merupakan metode penyemprotan udara berbentuk asap yang dilakukan untuk mencegah penyakit DBD. Pelaksanaannya dilakukan pada rumah penderita dan lokasi sekitarnya serta tempat-tempat umum. Tujuan pelaksanaan fogging adalah untuk membunuh sebagian besar vektor yang infektif dengan cepat (knock down effect). Disamping memutus rantai penularan dan menekan kepadatan vektor sampai pembawa virus tumbuh sendiri sehingga tidak merupakan reservoir yang aktif lagi.

Sementara menurut Depkes RI (2007), kegiatan pengendalian vektor dengan pengasapan atau fogging fokus dilakukan di rumah penderita/tersangka DBD dan lokasi sekitarnya yang diperkirakan menjadi sumber penularan. Fogging (pengabutan dengan insektisida) dilakukan bila hasil PE positif, yaitu ditemukan penderita/tersangka DBD lainnya atau ditemukan tiga atau lebih penderita panas tanpa sebab dan ditemukan jentik > 5 %. Fogging dilaksanakan dalam radius 200 meter dan dilakukan dua siklus dengan interval + 1 minggu.

Sedangkan prosedur dan tata laksana pelaksanaan pengasapan atau fogging antara lain sebagai berikut :

  • Sebagai langkah awal pengasapan/fogging dalam suatu area tertentu, dengan membuat gambaran atau memetakan area yang disemprot. Area yang tercakup sedikitnya berjarak 200 meter di dalam radius rumah yang terindikasi sebagai lokasi dengue. Kemudian dilakukan peringatan kepada warga terlebih dahulu untuk keluar ruamh dengan terlebih dahulu menutup makanan atau mengeluarkan piaraan.
  • Berbagai bahan insektisida yang dipergunakan dalam pelaksanaan operasional fogging fokus adalah golongan sintentik piretroit dengan dosis penggunaan 100 ml/Ha. Semaentara perbandingan campuran 100 ml : 10 liter solar.
  • Sasaran fogging adalah semua ruangan baik dalam bangunan rumah maupun di luar bangunan (halaman/pekarangan), karena obyek sasaran adalah nyamuk yang terbang. Sifat kerja dari fogging adalah knock down effect yang artinya setelah nyamuk kontak dengan partikel (droplet) isektisida diharapkan mati setelah 24 jam.
  • Terdapat dua macam peralatan yang digunakan untuk pengasapan atau fogging antara lain mesin fog dan ULV (Ultra Low Volume). Mesin fog dipergunakan untuk keperluan operasional fogging dari rumah ke rumah (door to door operation). Untuk keperluan ini dipergunakan swing fog machine SN 11, KeRF fog machine, pulls fog dan dina fog. Beberapa jenis peralatan ini mempunyai prinsip kerja yang sama yakni menghasilkan fog (kabut) racun serangga sebagai hasil kerja semburan gas pembakaran yang memecah larutan racun serangga (bahan kimia yang digunakan), menjadi droplet yang sangat halus dan berwujud sebagai fog. Rata-rata alokasi waktu yang diperlukan dengan penggunaan peralatan ini adalah 2-3 menit untuk setiap rumah dan halamannya. Sementara Ultra Low Volume (ULV) menghasilkan cold fog. hasil ini didaptkan dengan mekanisme terjadinya  tekanan mekanik biasa terhadap racun serangga melewati system nozzle. Dengan alat ini droplet racun serangga yang dihasilkan jauh lebih halus daripada fog biasa. ULV sangat cocok dipergunakan pada area out door atau luar ruangan.
  • Menurut Depkes RI (2005), untuk membatasi penularan virus dengue dilakukan dua siklus pengasapan atau penyemprotan, dengan interval satu minggu. Penentuan siklus ini dengan asumsi, bahwa pada penyemprotan siklus pertama semua nyamuk yang mengandung virus dengue atau nyamuk infektif, dan nyamuk-nyamuk lainnya akan mati. Kemudian akan segera diikuti dengan munculnya nyamuk baru yang akan mengisap darah penderita viremia yang masih ada yang berpotensi menimbulkan terjadinya penularan kembali, sehingga perlu dilakukan penyemprotan siklus kedua. Penyemprotan yang kedua dilakukan satu minggu sesudah penyemprotan yang pertama, agar nyamuk baru yang infektif tersebut akan terbasmi sebelum sempat menularkan pada orang lain.

Sedangkan persyaratan waktu penyemprotan menurut WHO (2003) sebagai berikut :

Kondisi yang
Paling baik
Kondisi
rata-rata
Kondisi yang
tidak baik
Waktu
Pagi hari
Pagi sampai tengah
Pertengahan pagi
(06.30-08.30)
hari atau sore hari, awal malam hari
sampai
pertengahan sore hari
Kecepatan
Tetap 
0-3 km/jam
Medium sampai
angin
(3-13 km/jam)
kuat, diatas 13 km/jam
Hujan
Tidak ada hujan
Gerimis kecil
Hujan lebat
Suhu udara
Dingin
Sedang
Panas

Dalam pelaksanaannya, kegiatan fogging dilakukan  minimal oleh dua orang petugas, dengan perhitungan setiap hari dapat menyelesaikan 30-40 rumah (1-1,5 Ha).

Referensi, antara lain :

  • Depkes RI. 2005. Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Indonesia
  • Depkes RI. 2007. Modul Pelatihan bagi Pengelolan program Pen gendalian Penyakit Demam Berdarah Dengue di Indonesia
  • WHO. 2003. Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue,
  • Iskandar, H.A., dkk. 1985.  Pemberantasan Serangga dan Binatang pengganggu, Depkes. RI.

Incoming Search Terms:

2 thoughts on “Standar Tata Laksana Fogging

  • min, radius fogging bukannya 100m berdasarkan kemampuan jarak terbang nyamuk ?
    lalu perlukah dilakukan abatesasi sebelum fogging ?

    Reply
  • Thaufikkurrahman

    Mas reza betul saja 200 m dari rmh penderita kiri. Kanan muka dan belakang..

    Reply

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Indonesian Public Health Portal