Gizi Masyarakat

Surveilans Gizi pada Wilayah Bencana

Perhitungan Kebutuhan dan Masalah Gizi pada Wilayah Darurat Bencana

Pada tahap awal untuk melakukan penghitungan kebutuhan dan masalah pada daerah bencana berupa kegiatan Registrasi pengungsi. Registrasi ini harus segera dilakukan, karena sangat penting untuk mengetahui jumlah kepala keluarga, jumlah jiwa, jenis kelamin, usia dan kelompok rawan (seperti balita, bumil, buteki, dan usila).

Selain beberapa data diatas, juga harus didapatkan data penunjang lainnya, seperti data luas wilayah, jumlah penampungan pengungsi, juga data sarana air bersih. Berbagai data tersebut digunakan untuk menghitung kebutuhan bahan makanan pada tahap penyelamatan dan merencanakan tahapan surveilans berikutnya.

Pengumpulan Data Dasar Gizi

Data yang dikumpulkan adalah data antropometri yang meliputi, berat badan, tinggi badan dan umur untuk menentukan status gizi.  Pengumpulan berbagai data ini dilakukan melalui survey (misalnya dengan survei cepat). Selain itu juga diperlukan data penunjang lainnya seperti, diare, ISPA, Pneumonia, campak, malaria, angka kemat kasar dan kematian balita. Data ini digunakan untuk menentukan tingkat kedaruratan gizi dan jenis intervensi yang diperlukan.

Penapisan

Penapisan dilakukan apabila diperlukan intervensi PMT darurat terbatas dan PMT terapi. Untuk itu dilakukan pengukuran antropometri (BB/TB) semua anak untuk menentukan sasaran intervensi. Pada kelompok rentan lainnya seperti bumil, buteki dan usila, penapisan dilakukan dengan melakukan pengukuran Lingkar Lengan Atas/LILA.

Persiapan surveilans gizi bagi pengungsi

Untuk keperluan surveilans gizi bagi pengungsi, beberapa hal yang perlu disiapkan antara lain:

A. Petugas pelaksana adalah tenaga gizi (Ahli gizi atau tenaga pelaksana gizi) yang sudah mendapat latihan khusus penanggulangan gizi dalam keadaan darurat. Jumlah petugas pelaksana gizi minimal tiga orang tenaga gizi terlatih, agar surveilans dapat dilakukan secepat mungkin. Tenaga pelaksana gizi ini akan bekerja secara tim dengan surveilans penyakit atau tenaga kedaruratan lainnya.gizi-pada-wilayah-bencana-dan-pengungsian

Alat untuk identifikasi, pengumpulan data dasar, pemantauan dan evaluasi antara lain:

  1. Formulir untuk registrasi awal dan pengumpulan data dasar dan screening/penapisan; dan juga formulir untuk pemantauan dan evaluasi secara
  2. Alat ukur antropometri untuk balita dan kelompok umur golongan rawan lainnya. Untuk balita diperlukan timbangan berat badan (dacin/salter), alat ukur panjang badan (portable), dan medline (meteran).
  3. Monitoring pertumbuhan untuk balita (KMS).
  4. Jika memungkinkan disiapkan komputer yang dilengkapi dengan sistem aplikasi untuk pemantauan setiap individu.

B. Melakukan kajian data surveilans gizi dengan mengintegrasikan informasi dari surveilans lainnya (penyakit dan kematian).

Penanganan Gizi Darurat pada Bayi dan Anak

Penanganan gizi darurat pada bayi dan anak pada umumnya ditujukan untuk meningkatkan status gizi, kesehatan, dan kelangsungan hidup bayi dan anak dalam keadaan darurat melalui pemberian makanan yang optimal. Sementara, secara khusus, penanganan tersebut ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan petugas dalam pemberian makanan bayi dan anak baduta; meningkatkan ketrampilan petugas dalam mengenali dan memecahkan masalah pada pemberian makanan bayi dan baduta dalam keadaan darurat; dan meningkatkan kemampuan petugas dalam mendukung terhadap pemberian makanan yang b dalam keadaan darurat.

  1. Pemberian Air Susu Ibu (ASI) pada Bayi. Pemberian ASI merupakan cara pemberian makanan alami dan terbaik bagi bayi dan anak baduta, baik dalam situasi normal terlebih dalam situasi darurat.
  2. Pemberian ASI pada bayi 0-6 bulan.
  3. Pemberian Makanan pada Anak 6-12 Bulan. Setelah umur 6 bulan, setiap bayi membutuhkan makanan lunak yang bergizi yang sering disebut. Anjuran Cara Pemberian Makanan Bayi: a). Berikan ASI segera setelah lahir (dalam waktu 30 menit pertama); B). Berikan hanya ASI saja sejak lahir sampai umur 6 bulan (ASI Eksklusif); c). Tetap memberikan ASI sampai anak berumur 2 tahun; d). Berikan makanan pendamping ASI setelah bayi berusia 6 bulan.
  4. Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)
  5. Makanan Pendamping AS! (MP-ASI).

MP-ASI merupakan makanan peralihan dari ASI ke makanan keluarga. Pengenalan dan pemberian MP-ASI harus dilakukan secara bertahap baik bentuk maupun jumlahnya, sesuai dengan kemampuan pencernaan bayi/anak. Pada keadaan biasa, MP-ASI dibuat dari makanan pokok yang disiapkan secara khusus untuk bayi, dan diberikan 2–3 kali sehari sebelum anak berusia 12 bulan. Kemudian pemberian ditingkatkan 3–5 kali sehari sebelum anak berusia 24 bulan. MP-ASI harus bergizi tinggi dan mempunyai bentuk yang sesuai dengan umur bayi dan anak baduta. Sementara itu ASI harus tetap diberikan secara teratur dan sering.

Dalam keadaan darurat, bayi dan balita seharusnya mendapat MP-ASI untuk mencegah kekurangan gizi. Untuk memperoleh MP-ASI yang baik yang dibuat secara lokal, perlu diberi tambahan vitamin dan mineral pada makanan waktu akan dihidangkan.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian makanan bayi dan anak baduta yang dihadapi di lapangan, sebagai berikut:

  1. Memahami perasaan ibu terhadap kondisi yang sedang dialami,
  2. Memberikan prioritas kepada ibu menyusui untuk mendapatkan distribusi makanan tepat waktu
  3. Anjurkan ibu agar tenang dan bangkitkan motivasi ibu untuk menyusui bayinya
  4. Anjurkan ibu agar mengonsumsi makanan bergiziseimbang yang cukup jumlahnya
  5. Memastikan ibu mendapat tambahan makanan dan cairan yang mencukupi
  6. Beri pelayanan dan perawatan kesehatan yang memadai
  7. Memberikan perhatian khusus dan dukungan terus menerus pada ibu untuk mengatasi mitos atau kepercayaan yang salah tentang menyusui
  8. Memberikan penyuluhan pada tokoh masyarakat, tokoh agama dan keluarga yang dapat mendukung ibu untuk menyusui
  9. Menyediakan tempat-tempat untuk menyusui yang memadai atau kamar laktasi
  10. Mengawasi sumbangan susu formula serta menolak sumbangan yang tidak memiliki label, kemasan yang rusak, bahasa yang tidak dipahami pengguna, batas kedaluarsa (minimal 6 bulan sebelum tanggal kadaluarsa.
  11. Jika ibu bayi tidak ada (meninggal), ibu sakit berat, atau ibu tidak dapat menyusui lagi, maka kepada bayi diberikan alternatif lain misalnya mencari kemungkinan donasi ASI dari ibu yang sedang menyusui
  12. Khusus untuk bayi 0-6 bulan dapat diberikan susu formula, dengan menggunakan cangkir dan tidak boleh menggunakan botol atau dot. Susu formula diberikan sesuai dengan petunjuk penggunaan
  13. Susu formula harus dipersiapkan dengan menggunakan air masak.
  14. Tidak dianjurkan diberikan makanan lain.
  15. Susu kental manis tidak boleh diberikan pada bayi (<1 tahun).
  16. Apabila bayi terpaksa diberikan susu formula, gunakan cangkir/gelas, jangan diberikan dengan botol dan dot, karena: a) dalam botol dan dot sering tertinggal sisa susu bayi, b) sisa susu bayi menjadi tempat yang subur bagi tumbuhnya kuman sehingga membuat bayi diare, batuk dan demam, c) bagian dalam botol dan dot sangat sulit sekali dibersihkan.
  17. Susu formula tidak dianjurkan diberikan kepada bayi karena beberapa sebab, antara lain : susu formula mudah terkontaminasi; pemberian susu formula yang terlalu encer akan membuat bayi kurang gizi; pemberian susu formula yang terlalu kental akan membuat bayi kegemukan

Refferensi: Buku Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan akibat Bencana yang mengacu kepada standar internasional (Technical Guidelines of Health Crisis Responses on Disaster), Depkes RI, 2007

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Indonesian Public Health Portal