Epidemiologi Penyakit Diare
Pengertian, Etiologi, dan Penyebaran Diare
Menurut Depkes RI (2007), diare adalah buang air besar lembek atau cair, dapat berupa air saja dengan frekuensi lebih sering, biasanya lebih dari 3 kali sehari. Diare akut berlangsung sekitar 14 hari disertai dengan muntah dan demam. Sedangkan diare persisten terjadi jika diare akut menjadi lebih parah atau diawali dengan disentri, yang berakibat pada dehidrasi berat dan menyusutnya berat badan. Disentri terjadi jika diare disertai darah yang keluar bersama tinja. Apabila diare disertai panyakit atau gangguan kesehatan lain, maka dapat memperburuk keadaan dan memperlama masa kesembuhan.
Menurut Chin (2000), perubahan frekuensi dan konsistensi tinja pada penderita diare akut disertai dengan gejala klinis lain seperti muntah, demam, dehidrasi, dan gangguan elektrolit. Gejala lain yang mungkin muncul tergantung dari agent yang menjadi penyebab, bakteri, parasit, atau virus. Diare dapat terjadi bersamaan dengan gangguan kesehatan lain, misalnya keracunan, gizi buruk, atau campak.
Secara etiologi, diare disebabkan oleh faktor non infeksi dan infeksi. Diare non infeksi disebabkan oleh faktor psikologis, keracunan makanan, efek penggunaan obat, dan gangguan gizi. Diare infeksi disebabkan oleh bakteri, parasit, dan virus (Simadibrata & Daldiyono, 2006). Sementara menurut Edwards (2006), diare infeksi yang menyerang anak-anak disebabkan :
- Infeksi bakteri, misalnya Shigella, Vibrio cholerae, Escherichia coli, Clostridium botulinum, Camphylobacter jejuni, dan Salmonella. Escherichia coli merupakan mikroorganisme yang biasa ditemukan dalam usus dan tidak menyebabkan penyakit, bahkan dapat membantu sistem metabolisme, tapi akan menjadi patogen apabila mencapai jaringan di luar saluran pencernaan. Jika mencapai peritonium, selaput otak, paru-paru, atau saluran empedu, menyebabkan radang di tempat tersebut. Jika mencapai sistem sirkulasi darah dan daya tahan host kurang baik, dapat mengakibatkan terjadinya sepsis, terutama pada bayi yang baru lahir.
- Infeksi oleh virus, dengan penyebab antara lain rotavirus. Menurut beberapa penelitian, rotavirus menyebabkan diare pada anak dan kematian setengah juta anak balita pada setiap tahunnya. Rotavirus menjadi penyebab diare nosokomial pada bayi dan neonates, merupakan penyebab diare tertinggi pada anak balita, dengan proporsi 64% pada anak umur 6 — 11 bulan dan 67% pada usia 12 — 23 bulan. Infeksi rotavirus terjadi setiap tahun dan mencapai puncaknya pada bulan Juni dan Juli, sekitar 70% – 75%. Angka ini akan mengalami penurunan pada bulan Desember hingga mencapai sekitar 33%.
- Infeksi yang disebabkan parasit, misalnya Entamoeba hystolitica, Giardia lamblia, Cryptosporidia, Microsporidia, dan Cyclospora.
Setiap tahun Incidence Rate diare di Indonesia cenderung meningkat. Kematian akibat diare sering terjadi pada kelompok anak-anak dan golongan usia lanjut. Sekitar 70% kematian balita diakibatkan oleh diare, pnemonia, malnutrisi, malaria, dan campak. Dari sejumlah itu, 1 – 2% diantaranya disebabkan oleh efek paparan diare yang berlanjut pada dehidrasi atau kekurangan cairan dan keterlambatan penanganan medis (Depkes RI, 2009b).
Berdasarkan hasil hasil Riskesdas 2007, prevalensi diare di Indonesia sekitar 9%, dengan angka kejadian paling tinggi pada anak balita (16,7%). Diare menjadi penyebab kematian tertinggi diantara penyakit yang sering menyerang anak usia kurang dari 5 tahun, sekitar 31,4% pada bayi dan 25,2% pada anak balita (Depkes RI, 2008a).
Menurut Gil, dkk (2004), penyebaran diare sangat dipengaruhi oleh perilaku dan sanitasi. Interaksi antara perilaku tidak higienis dan sarana sanitasi yang tidak berkualitas mengakibatkan diare menular lebih cepat. Faktor perilaku meliputi kebersihan perorangan yang tidak memadai, pengelolaan makanan tidak higienis, perilaku membuang kotoran tidak di jamban, dan perilaku tidak mencuci tangan dengan sabun. Sedangkan faktor sanitasi yang berpengaruh antara lain penyediaan air bersih tidak memadai, pemanfaatan air minum yang tercemar tinja, sarana pembuangan tinja yang tidak saniter, dan lingkungan rumah yang tidak sehat. Penghentian ASI yang terlalu dini dan atau diselingi pemberian susu formula tambahan mengakibatkan balita lebih rentan terhadap paparan diare.
Sementara menurut Sunoto, dkk (1990), faktor musim juga dapat berpengaruh terhadap penyebaran diare. Diare yang diakibatkan bakteri mengalami puncak penularan pada musim penghujan, sedangkan diare yang disebabkan rotavirus cenderung terjadi sepanjang tahun, terutama di daerah tropis. Jika keadaan sanitasi benar-benar buruk, diare sering menyebabkan KLB, terutama di daerah endemis dan menyerang semua golongan umur, terutama anak-anak.
Referensi, antara lain : Chin, J. 2000. Manual Pemberantasan Penyakit Menular; Depkes RI. 2007. Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare; Depkes RI .2008. Riset Kesehatan Dasar; Gil, AI., et al. 2004. Children’s Feces Disposal Practices in Developing Countries and Interventions to Prevent Diarrheal Diseases : A Literature Review, Office of Health Infectious Diseases and Nutrition Bureau for Global Health; Sunoto, dkk. 1990. Buku Ajar Diare; Simadibrata, M. & Daldiyono. 2006. Diare Akut; Edwards, CE. 2006. Diarrhea Syndromes,