Epidemiologi Semeru
Erupsi dan surveilans epidemiologi
Di penghujung tahun 2021, tepatnya tanggal 4 Desember 2021 kampung Bude dikejutkan dengan erupsi gunung Semeru. Di kemudian hari istilah erupsi direvisi dan disepakati menjadi Awan Panas Guguran (APG)
Sontak peristiwa itu mengejutkan hampir seluruh masyarakat Indonesia.
Pertama karena erupsi saat itu termasuk yang terbesar dari deretan erupsi sebelumnya. Baik kurban jiwa maupun dampak kerusakan yang ditimbulkan.
Kedua, karena saat ini sudah di era algoritma tiktok dan WA. Kata Bude, bukan lagi jaman mesin uap. Dalam seper sekian detik, kondisi dilereng Semeru seketika dapat diketahui teman PMI Bude di distrik Taichung di Tawan sana. Diceritakan lengkap saudara di pojok komunitas reyog di Ponorogo. Atau diklarifikasi teman group Diklat dari Ngada NTT sana.
Dan seterusnya.
Kejadian ikutan selanjutnya, sebagaimana peristiwa bencana lainnya, berupa kerja keras seluruh kekuatan menata dampak pasca bencana.
Beberapa dapat kita sebut: pertolongan pertama, evakuasi kurban, penyediaan lokasi pengungsian, pemenuhan kebutuhan pokok pengungsi, sarana sanitasi, air, toilet, makan minum, obat, rencana relokasi masyarakat terdampak, dan lain lain kebutuhan sebagai dampak mobilisasi darurat orang dan barang.
Manajemen Logistik dan relawan
Bude juga mencatat besarnya empati masyarakat pada bencana ini. Setiap hari mobil bantuan logistik dan relawan tiada henti masuk Lumajang.
Minggu-minggu pasca bencana, akan sulit mendapatkan kamar hotel di Lumajang. Demikian pula dengan penginapan, gues house. Seluruhnya full booking, relawan dari luar kota. Beberapa tamu bahkan terpaksa menginap di beberapa kabupaten luar Lumajang.
Strategi pengelolaan bantuan logistik dan relawan terus berproses menuju kesempurnaan, hingga ditetapkan beberapa standar operasional. Sebut saja diantaranya, untuk logistik bahan medis, obat, susu, dan relawan kesehatan dibawah tanggung jawab dinas kesehatan. Dan seterusnya.
Beberapa lokasi penerimaan bantuan juga dipilah, di Pendopo Kabupaten, Balai desa atau kantor kecamatan wilayah terdampak.
Melimpahnya berbagai jenis bantuan juga menjadikan bagian penerimaan logistik hampir kewalahan.
Upaya serius dilakukan untuk memilah dan memilih spesifikasi bantuan, khususnya dengan parameter kesehatan. Boleh disebut diantaranya tanggal expired berbagai jenis makanan dan obat. Fungsi dan kegunaan yang disesuaikan dengan karakteristik sasaran.
Beberapa tawaran juga harus dirundingkan. Tidak sedikit donatur yang melakukan konsultasi dahulu sebelum mengirim bantuan. Tentang kebutuhan pengungsi yang paling dibutuhkan. Soal skala prioritas kebutuhan di wilayah terdampak.
Bude mencatat (saat itu) kekurangan beberapa jenis bantuan, sebut saja diantaranya media menggambar dan media bermain untuk anak. Atau minyak gosok. Atau lainnya, kondisi mana bersifat dinamis dari waktu ke waktu.
Pada aspek kesehatan masyarakat, beberapa kondisi kedaruratan: darurat tempat, darurat proporsi hunian, melahirkan banyak masalah. Lengkap sebagaimana diulas Epidemiologic Triangle. Mulai sampah dengan ikutan vektor lalat atau lainnya. Vektor disease, air borne disease.
Erupsi dimasa pandemi
Bude Jamilah masih sempat menarik nafas panjang sedikit kelegaan. Andai erupsi ini terjadi saat angka harian covid-19 sedang berada pada peak level seperti pada hulan-bulan Juni, Juli, Agustus, September 2021 akan sulit dibayangkan penularan kasusnya. Tentu akan menjelma menjadi double bahkan triple bourden.
Tentu kondisi berpotensi memburuk dengan cepat. Kedaruratan kondisi pengungsian dengan segala keterbatasan, berpadu dengan kerja keras swab dan isolasi kasus Covid-19.
Tentu akan menjadi sangat dilematis.
Disatu sisi empati atas derita mengungsi, kehilangan keluarga dan harta benda. Disisi lain beban isolasi (jika ditemukan swab positif), dengan tekanan emosi, stigma dan beban infeksi. Sungguh bude gamblang membayangkan tekanan mental tinggi harus dijalani para petugas, untuk evakuasi masyarakat terdampak, dari lokasi evakuasi ke lokasi isolasi.
Maka bersyukurlah Bude, erupsi ini terjadi disaat trend dan segala parameter covid-19 sedang berada pada nadir terendah. Dalam hampir setahun ini (2021).
Pun demikian pada titik-titik pengungsian. Hampir seluruh hasil swab (sampling maupun suspek) tidak menemukan hasil confirm.
Penyakit Potensial Wabah
Pada aspek kesehatan masyarakat, maka perhatian kini hanya pada satu front. Yakni kewaspadaan dini pada penyakit potensial KLB ditempat pengungsian.
Bude mencatat beberapa tool deteksi dini tahap awal sebagai respon cepat upaya pencegahan dan penaggulangan:
- Trend penyakit harian
- Progres vaksinasi covid-19
- Data sampling swab periodik pada pengungsi dan relawan
- juga lainnya
Beberapa data diatas tentu masih harus lebih dilengkapi dengan aspek minimal:
- Waktu, hari, tanggal, jam, sebuah kejadian berlangsung,. Dan sebagainya
- Orang: usia, jenis kelamin, status imunisasi, Risti tidak risti aspek kesehatan, dan seterusnya.
- Tempat: Lokasi pengungsian, kecamatan dan desa terdampak, dan lainnya.
Setelah pengumpulan data rutin diatas, kemudian dilakukan rekapitulasi dan analisa. Dilanjutkan visualisasi data.
Bentuk visualisasi data pada kondisi bencana sangat penting dilakukan. Banyak pihak membutuhkan data yang simpel dan informatif. Visualisasi demikian biasanya dikerjakan dalam bentuk infografis.
Bude jadi ingat Epi info. Sebuah tool praktis yang dengan mudah dieksploar untuk menampilkan peta wilayah terdampak. Bisa dengan plot maping, peta titik (case cluster dan dot density), atau peta polygon (choropleth dan spot map)
Diakhir diskusi dengan bude Jamilah, beliau berpesan, negeri ini negara dengan potensi bencana yang tersusun berderet deret. Yang sudah kita lakukan pada satu bencana (hari ini) seharusnya terbukukan dalam sebuah sistem alert dan respon.
Sistem tersebut harus terkuci pada file lengkap, yang mudah dipanggil jika bencana datang lagi kemudian.
Bude sangat menyayangkan, jika setiap kali bencana datang, harus dilakukan restat pada sistem.
Akan sangat tidak efektif. Tidak efisien
Karena loadingnya akan lama
(jRenk ’22)