Vaksin Covid-19 dan Imunisasi Rutin
Imunisasi Rutin ditengah Pandemi Covid-19
Oleh: Munif Arifin
Dibalik pandemi covid-19 yang berkepanjangan ini, terdapat kekompakan yang belum pernah muncul sebelumnya. Dimana sebagian besar masyarakat, hampir mayoritas, menunggu hadirnya vaksin (covid-19).
Vaksin covid-19 diasumsikan dapat menjadi buldozer solusi pandemi. Tidak lagi mengandalkan jargon pemakaian masker dan phisical distancing sebagai “vaksin” covid-19. Masyarakat menunggu The real vaksin itu.
Sejarah vaksin dan imunisasi di dunia sudah panjang. Berliku. Dengan segala pro-kontra dan asesories tonggak keberhasilnnya. Hingga masyarakat ilmiah kesehatan yakin, salah satu program kesehatan masyarakat yang dianggap paling berhasil adalah imunisasi. Paling cost efektif.
Pertanyaan kemudian muncul terkait imunisasi rutin ditengah situasi pandemi ini. Apakah sepadan mengejar cakupan imunisasi rutin ditengah pembatasan ketat dan bayang-bayang penularan covid-19?
Jika yang ditanya Bude Jamilah, tentu spontan jawabnya setuju. Sangat setuju. Bude sudah punya sederet serial data.
Pertama: Bahwa logika pencegahan covid-19, tentu filosofi talak tiga dengan dropplet. Kemudian hadirlah masker, phisical distancing, CTPS, dan sederet protokol ikutannya.
Kedua: Konsep pencegahan covid-19 berikutnya, tentu pada peningkatan kapasitas imunitas tubuh. Kemudian hadir anjuran (resmi maupun setengah resmi) pada konsumsi vitamin, perbanyak makan sayur dan buah, istirahat cukup, kelola stres. Bahkan dari sini sempat jahe dan empon-empon polo pendem Naik kelas menjadi primodona di pasar tradisional.
Kemudian dimana keyakinan Bude Jamilah menemukan benang merah-nya?
Bude kemudian menyodorkan data attack rate kasus covid-19 pada kelompok umur Balita dan anak-anak. Hampir seragam data angka kesakitan di kampung Bude dan di kampung-kampung lain, menunjukkan dibawah 5%. Dengan CFR 0%. Bude menyodorkan sedikit data lengkap kasus covid-19 berdasarkan usia berikut :
43% usia lansia, 27% usia dewasa, 19% usia remaja, 5% usia manula, 3% usia Balita, 3% usia Anak-anak
Data hasil browing bude (worldometers.info) juga menunjukkan: 0 – 17 years old Share of deaths hanya 0.06%, bandingkan dengan 75+ years old yang menyentuh angka 48.7%. Bude sekilas juga membandingkan angka kematian mingguan (per11 Juli 2020) covid-19 pada usia 0-24 tahun di beberapa negara bagian di Amerika Serikat (CDC.gov) pada angka 0.5% (dibandingkan usia >85 tahun yang sebesar 26%
Bude kemudian mencoba menarik kesimpulan, hal ini karena imunitas mereka baik. Mengapa? Karena antibodi pada tubuh mereka masih lumayan lengkap. Karena imunisasi dasar dan imunisasi lanjutan yang yang baru mereka terima di sederet interval di masa bayi, balita, dan usia sekolah mereka. Pada rumah imunisasi dasar, booster, dan lanjutan
Praktis imunitas mereka relatif siap menyambut invasi virus maupun bakteri pada tubuh imut mereka. Hal mana tidak langsung berperan mengecilkan proporsi kasus covid-19 pada kelompok usia ini.
Yang bude belum punya adalah data status imunisasi pada kasus covid-19 usia bayi, balita, dan anak-anak. Imunisasi apapun.Karena memang vaksin khusus belum release, belum masuk program.
Bisa jadi argumen bude bisa dipatahkan. Misalnya terkait mobilitas bayi dan balita yang memang relatif tidak bisa disandingkan dengan mobilitas usia diatas mereka. Hal mana potensial menjadi confounding factor hubungan usia dan kasus covid-19 ini. Atau persoalan komorbid pada mereka yang belum masanya muncul. Ambillah contoh penyakit metobolik, diabet, hipertensi, jantung, dan lainnya.
Namun bude tetap yakin, ada hubungan bermakna antara status imunisasi dasar atau lanjutan dengan angka kasus covid-19. Dengan dasar yang masih bermaqom asumsi personal bude ini (karena bude belum punya evidance base nya), maka bude yakin menganjurkan, jangan menjadikan pandemi ini menjadi penghalang untuk berburu imunisasi lengkap. Bagi anak-anak kita. Tetap kejar status IDL bagi bayi kita, kejar imunisasi booster bagi baduta kita, kejar imunisasi lanjutan bagi anak di usia sekolah kita.
Dan seterusnya …