Kesling Air Bersih
Beberapa Aspek Kesehatan Lingkungan Air Bersih
Menurut WHO (2005), kurangnya akses terhadap air minum yang aman, bersama dengan dengan hygiene dan sanitasi yang tidak memadai berkontribusi besar terhadap 1,8 juta kematian per tahun karena penyakit diare.
Hasil studi WHO (2007) memperlihatkan bahwa intervensi lingkungan melalui modifikasi lingkungan dapat menurunkan risiko penyakit diare sampai dengan 94%. Modifikasi lingkungan tersebut termasuk didalamnya penyediaan air bersih menurunkan risiko 25%, pemanfaatan jamban menurunkan risiko 32%, pengolahan air minum tingkat rumah tangga menurunkan risiko sebesar 39% dan cuci tangan pakai sabun menurunkan risiko sebesar 45%.
Secara definisi, air bersih merupakan air yang dapat digunakan untuk keperluan sehari¬ hari yang kualitasnya memenuhi persyaratan kesehatan seperti syarat fisik, kimia bakteriologis dan dapat diminum apabilah telah masak. Air bersih yang digunakan untuk berbagai kebutuhan rumah tangga sehari-hari seperti mandi, cuci, kakus. Air juga digunakan untuk keperluan Industri, Pertanian, Pemadam kebakaran, Tempat rekreasi dan Transportasi. Air sangat berguna bagi kehidupan manusia. Di dalam tubuh manusia sebagian besar terdiri dari air, tubuh orang dewasa sekitar 55-60% berat badan terdiri dari air, untuk anak anak sekitar 65% dan untuk bayi sekitar 80% (Chandra, 2007).
Jenis sarana air bersih yang dimiliki oleh sebuah keluarga mempunyai hubungan yang sangat bermakna dengan kejadian diare pada balita. Hal ini dapat dipahami karena sumur gali menyediakan air yang berasal dari lapisan tanah yang relatif dekat dari tanah permukaan, oleh karena itu dengan mudah terkontaminasi melalui rembesan. Kontaminasi paling umum adalah karena kena penapisan air dari sarana pembuangan kotoran manusia dan binatang. Sedangkan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) merupakan sistem penyediaan air bersih dengan menggunakan jaringan pipa sehingga relatif aman dari kotoran manusia dan bi natang
Resiko kesehatan akan sangat terpengaruh, ketika bakteri berbahaya, virus, dan parasit mengkontaminasi air minum baik pada sumbernya, melalui rembesan aliran permukaan yang sudah terkontaminasi, atau dalam sistem pipa distribusi.
Menurut Slamet (2009), perubahan kualitas air dipengaruhi oleh berbagai pengaruh selama air tersebut mengalami siklus hidrologis. Berbagai perubahan Kualitas air pada beberapa fase dalam siklus hidrologi, sebagai berikut
- Fase atmosfer: Pada fase atmosfer dalam bentuk air hujan atau uap air, gangguan yang dapat terjadi adalah penyebaran mikrobiologis (virus dan bakteri patogen) dan materi pencemaran udara. Pengaruh materi pencemaran udara terletak pada reaksi antara polutan yang menyebabkan munculnya hujan asam.
- Fase limpasan: Pada fase limpasan dipermukaan tanah, maka air akan melarutkan bahan yang dilaluinya. Pada umumnya material tersebut berupa bahan pelarut, tersuspensi, bahan organik, phospat dan n itrat.
- Fase air permukaan sungai, rawa dan danau: Fase setelah air berada pada badan air (sungai, rawa dan danau) adalah pencemaran dari badan buangan limbah buatan domistik dan industry
- Fase di dalam tanah: Pada fase ini pengaruh kualitas air akibat kontak dengan bantuan yang ada. Perubahan yang dapat terjadi antara lain air lunak (Konsentrasi CO2 tinggi), Fe dan partikel lain yang bersumber dari batuan.
Menurut Candra (2007), air yang diperuntukkan bagi konsumsi manusia harus berasal dari sumber yang bersih dan aman. Batasan¬batasan air yang bersih dan aman tersebut antara lain: bebas dari kontaminasi kuman, bebas dari substansi kimia yang berbahaya dan beracun, tidak berasa dan tidak berbau, dapat mencukupi kebutuhan domistik dan rumah tangga.
Kualitas dan Kuantitas Air bersih
Kualitas air merupakan keriteria standar yang digunakan untuk mencegah terjadinya penularan penyakit pada masyarakat yang ditularkan melalui air. Peraturan yang digunakan sebagai standar persyaratan kualitas air di Indonesia adalah peraturan pemerintah No.492/Menkes/per/IV/2010, tentang persyaratan kualitas air minum.
Sedangkan secara kuantitas, bahwa kuantitas air merupakan jumlah air bersih yang minimal digunakan masyarakat untuk keperluan sehari-hari yang meliputi masak, minum, mandi, cuci, kakus, dan kebutuhan lainnya. Di Negara- Negara maju tiap orang memerlukan air antara 60-120 liter per hari. Sedangkan di Negara berkembang termasuk Indonesia, tiap orang memerlukan air 30-60 liter per hari (WHO, 2006).
Untuk menilai potensi dan tingkat resiko pencemaran air bersih, antara lain dapat dilakukan dengan kegiatan inspeksi sanitasi. Inspeksi sanitasi merupakan kegiatan pengamatan terhadap keadaan fisik sarana air bersih, lingkungan dan perilaku masyarakat, yang diperkirakan dapat mempengaruhi kualitas air dari sarana air bersih yang diinspeksi, dengan menggunakan formulir yang telah ditetapkan. Berdasarkan hasil inspeksi sanitasi tersebut ditetapkan tingkat risiko pencemaran dari sarana air bersih ke dalam empat kategori yaitu rendah, sedang, tinggi dan amat tinggi. Inspeksi sanitasi dilaksanakan terhadap semua sarana yang ada, sedangkan pengambilan sampel hanya dilakukan terhadap sarana tingkat risiko pencemarannya termasuk dalam kategori rendah dan sedang.
Pemantauan Kualitas air merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk mengetahui keadaan kualitas air disuatu daerah tertentu. Berdasarkan hasil pemantauan tersebut, dapat diperkirakan risiko suatu daerah atas kemungkinan terjadinya out break penyakit yang ditularkan melalui air.
Penentuan Kualitas air dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara langsung melalui pemeriksaan laboratorium dan secara tidak langsung melalui inspeksi sanitasi. Berbeda dengan pemeriksaan laboratorium yang akurasinya tinggi, penentuan kualitas air berdasarkan hasil inspeksi sanitasi hanyalah suatu perkiraan, sehingga akurasinya kurang memadai. Namun demikian, karena inspeksi sanitasi merupakan kegiatan low cost dan hasilnya cepat diketahui, maka cara tersebut sangat praktis dan dapat dilaksanakan secara luas. Oleh karena itu, penggunaan inspeksi sanitasi sebagai pelengkap dari pemeriksaan laboratorium merupakan tindakan efisiensi (Chandra, 2007).
Apabila terjadi out break penyakit-penyakit yang ditularkan melalui air, maka akan dilakukan kegiatan investigasi. Hal ini dilakukan dalam bentuk inspeksi sanitasi sarana air bersih. Inspeksi sanitasi ini juga merupakan bentuk kegiatan monitoring, untuk memastikan adanya penyimpangan parameter kualitas air.
Pelaksanaan inspeksi sanitasi pada kegiatan monitoring digunakan untuk memperkirakan kualitas air, sedangkan inspeksi sanitasi pada kegiatan investigasi dilaksanakan untuk mengetahui penyebab terjadinya penyimpangan parameter kualitas air. Oleh karena itu, inspeksi sanitasi dilaksanakan terhadap sarana yang telah diketahui kualitas airnya berdasarkan pemeriksaan laboratorium.
Sumber Pustaka, antara lain : WHO. 2005. Combating waterborne disease at the household level / International Network to Promote Household Water Treatment and Safe Storage. Geneva. World Health Organization; Chandra, B., 2007, Pengantar Kesehatan Lingkungan. EGC, Jakarta