Untuk Apa Data ODP dan PDP
Berbagai Definisi Covid-19, Latar Belakang dan Urgensi-nya
Oleh: Munif Arifin
Saat ini masyarakat sudah sedemikian mengenal berbagai istilah pada penanganan wabah covid-19, lengkap dengan kepanjangannya. Kita dapat menyebut diantaranya Orang Dalam Risiko (ODR), Orang Dalam Pemantauan (ODP), Pasien Dalam Pengawasan (PDP), dan Orang Tanpa Gejala (OTG). Sedemikian massif dan intens media menyebut berbagai istilah tersebut, sehingga masyarakat sedemikian cepat mengenalnya.
Kecepatan sosialisasi program pencegahan dan pengendalian wabah covid-19 dapat diterima diterima masyarakat ini, belum sepenuhnya diikuti pemahaman pada makna dan tujuan penciptaan berbagai kriteria definisi tersebut. Kita dapat mengambil beberapa contoh kasus, misalnya seseorang yang sudah masuk kriteria ODP atau PDP, pada awalnya, sudah cukup menjadi alert kuat untuk seluruh pihak bergerak dengan segala keputusannya. Beberapa level pengamnil kebijakan sudah mewarnai merah peta di wilayahnya. Beberapa sektor sudah menjadikannya sebagai basis data distribusi bantuannya. Dan celakanya, tetangga kanan kiri sudah berstigma sangat negatif dengan menjauhinya. Sesuatu yang dikemudian waktu menjadi cikal bakal diskriminasi dan masalah sosial lainnya.
Dari aspek pencegahan penyebaran covid-19 kondisi diatas berpotensi posiitif pada lingkup kecil di seputarnya. Sementara di lingkup kecil wilayah lainnya, dengan berpedoman pada ketiadaan ODP dan PDP disekitarnya, menjadi pembenar menjadi longgar pada social atau physical distancing.
Sebelum lebih jauh ber-ghibah soal diatas, lebih baik kita tulis versi resmi definisi istilah-istilah penanggulangan wabah covid-19 sesuai Pedoman Pencegahan Dan Pengendalian Coronavirus Disease (Covid-19) Revisi Ke-4 (Kemenkes RI, 2020), sebagai berikut:
Pasien Dalam Pengawasan (PDP)
- Orang dengan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yaitu demam (≥38oC) atau riwayat demam; disertai salah satu gejala/tanda penyakit pernapasan seperti: batuk/sesak nafas/sakit tenggorokan/pilek/pneumonia ringan hingga berat# DAN tidak ada penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang meyakinkan DAN pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di negara/wilayah yang melaporkan transmisi lokal*.
- Orang dengan demam (≥380C) atau riwayat demam atau ISPA DAN pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat kontak dengan kasus konfirmasi COVID-19.
- Orang dengan ISPA berat/pneumonia berat** yang membutuhkan perawatan di rumah sakit DAN tidak ada penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang meyakinkan.
Orang Dalam Pemantauan (ODP)
- Orang yang mengalami demam (≥380C) atau riwayat demam; atau gejala gangguan sistem pernapasan seperti pilek/sakit tenggorokan/batuk DAN tidak ada penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang meyakinkan DAN pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di negara/wilayah yang melaporkan transmisi lokal*.
- Orang yang mengalami gejala gangguan sistem pernapasan seperti pilek/sakit tenggorokan/batuk DAN pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat kontak dengan kasus konfirmasi COVID-19.
Orang Tanpa Gejala (OTG)
Seseorang yang tidak bergejala dan memiliki risiko tertular dari orang konfirmasi COVID-19. Orang tanpa gejala (OTG) merupakan kontak erat dengan kasus konfirmasi COVID-19.
Kontak Erat
Adalah seseorang yang melakukan kontak fisik atau berada dalam ruangan atau berkunjung (dalam radius 1 meter dengan kasus pasien dalam pengawasan atau konfirmasi) dalam 2 hari sebelum kasus timbul gejala dan hingga 14 hari setelah kasus timbul gejala.
Termasuk kontak erat adalah:
- Petugas kesehatan yang memeriksa, merawat, mengantar dan membersihkan ruangan di tempat perawatan kasus tanpa menggunakan APD sesuai standar.
- Orang yang berada dalam suatu ruangan yang sama dengan kasus (termasuk tempat kerja, kelas, rumah, acara besar) dalam 2 hari sebelum kasus timbul gejala dan hingga 14 hari setelah kasus timbul gejala.
- Orang yang bepergian bersama (radius 1 meter) dengan segala jenis alat angkut/kendaraan dalam 2 hari sebelum kasus timbul gejala dan hingga 14 hari setelah kasus timbul gejala.
Kasus Konfirmasi
Pasien yang terinfeksi COVID-19 dengan hasil pemeriksaan tes positif melalui pemeriksaan PCR.
… lanjutan ghibah
Penting untuk digaris bawahi, keperluan utama pembagian level kriteria diatas adalah untuk kepentingan penanganan dan pencegahan. Pada awal pandemic, kita masih ingat, kriteria utama ODR, ODP, dan PDP berupa faktor risiko kedatangan dari negara terjangkit. Energi penyelidikan epidemiologi, tracing, dan KIE, ketika itu tidak seberat sekarang. Saat ketika telah terjadi klausul local infection penularan covid-19 diberbagai wilayah di sekitar kita.Orang tidak lagi harus datang dari China untuk menjadi PDP. Cukup datang dari Jakarta, dengan demam, batuk pilek, sudah menjadi ODP. Jika dia berkembang menjadi sesak dan pneumonia, menjadilah dia PDP.
Sekali lagi itu penting ditegakkan. Menjadi sangat penting juga follow up epidemiologinya, dengan isolasi mandiri jika kondisi sehat. Atau isolasi faskes jika sakit (sesuai diagnose dokter). Tindak lanjut ini sebetulnya sudah cukup efektif di lapangan. Sampai kemudian dampak sosial ternyata jauh lebih berat, dengan stigma covid-19, bahkan jauh sebelum final diagnose ditegakkan.
Diagnosa akhir covid-19 ditegakka melalui uji Polymerase Chain Reaction (PCR). Merupakan deteksi virus penyebab Covid-19 menggunakan rapid moleculer test, misalnya dengan swab Nasopharing atau Orofaring. Tentu validitas uji ini sangat dapat dipercaya. Namun kelemahan utama tentu pada teknis pengambilan swab dan lama waktu pembacaan. Sementara di lapangan, kondisi isolasi mandiri atau isolasi faskes semakin tidak menguntungkan. Stigma pada pasien dan keluarga. Minimnya dukungan masyarakst pada upaya kesembuhan mereka yang sangat ambigu dengan social/physical distancing, dimungkinkan menjadi salah satu faktor tingginya CFR covid-19 di Indonesia. (jRenk)
…. to be continued