Sanitarian Guide

Indikator Diatom pada Pencemaran Air

Indikator Diatom pada Pencemaran Air Sungai

Diatom adalah organisme uniseluler yang termasuk dalam komunitas alga, sehingga disebut juga sebagai fitoplankton. Alga ini termasuk dalam kelas Bacillariophyceae yang memiliki keunikan sehingga membedakannya dari alga lain. Struktur kulit (frustules) terbentuk dari silica yang dikelilingi oleh bahan mucilaginous. Karena struktur yang unik inilah, diatom mati akan membentuk fossil frustule dan dapat diamati dengan mikroskop cahaya. Diketahui terdapat lebih dari 100.000 spesies diatom dengan 174 genus. Pengelompokan ini berdasarkan bentuk dan ukuran yang berbeda-beda. Habitat diatom adalah semua perairan, baik asin ataupun tawar. Namun konsentrasi diatom pada suatu sumber air tergantung dari berbagai faktor, diantaranya adalah musim.

 

Berdasarkan bentuknya, diatom secara umum terbagi menjadi dua kelompok besar, yaitu diatom tipe sentris (sirkular) dan tipe pennate. Diatom tipe sirkular berbentuk bulat, tersusun simetris radial, dan merupakan tipe yang lebih primitive dibanding tipe pinnate,contohnya adalah Melosira sp, Thallassioria sp, Coscinodiscus,dll. Diatom tipe pinnate memiliki bentuk memanjang simetris bilateral, tersusun atas raphe (ruas) dan sebagian memiliki raphe yang semu disebut pseudoraphe, contohnya, Pinnularia sp, Navicula sp, Grammatophora sp. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat diatom yang dikandung pada sebuah perairan diantaranya faktor fisik seperti cahaya, temperatur, kekeruhan, dan lainnya. Sedangkan faktor kimia yang berpengaruh antara lain kadar oksigen, karbon dioksida, pH, dan adanya unsur hara.

 

Dengan memperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhi keberadaan dan tingkat diatom dalam sebuah perairan, kita dapat mempergunakannya sebagai indikator pencemaran, baik fisik maupun kimia. Dengan melihat deversitas kepadatan serta jenis spesies yang ada, kita dapat menarik beberapa kesimpulan kondisi perairan yang kita amati. Diatom merupakan salah satu organisme yang melakukan proses fotosintesis untuk memperoleh nutrisinya. Oleh karena itu, cahaya memiliki peranan yang sangat penting dalam menentukan daur dan pola hidup diatom. Sedangkan temperatur air merupakan faktor yang mempengaruhi keberadaan diatom dalam suatu habitat. Tiap jenis diatom memiliki suhu optimum yang berbeda-beda. Kekeruhan disebabkan oleh partikel-partikel yang melayang. Kekeruhan yang tinggi akan merugikan bagi organisme fototrof yang memerlukan cahaya untuk proses fotosintesis, seperti halnya diatom. Selain itu, partikel-partikel yang menyebabkan kekeruhan tersebut biasanya menyerap panas, sehingga suhu perairan pun cenderung meningkat. Naiknya suhu juga akan berpengaruh terhadap proses fisiologis diatom.

 

Berdasarkan aspek kimiawi, oksigen oleh diatom untuk proses respirasi. Adapun kadar oksigen dalam air dipengaruhi oleh suhu air, tekanan atmosfer, garam¬garam terlarut dan aktivitas biologis dalam perairan tersebut. Sedang karbondioksida dibutuhkan oleh diatom untuk proses fotosintesis. Sumbe karbondioksida yang utama ialah berasal dari proses pembongkaran bahan-bahan organic dan proses respirasi organisme perairan lainnya. Di samping itu, karbondioksida juga bisa berasal dari proses absorpsi karbondioksida dari udara. Beberapa jenis diatom hanya mampu hidup dengan derajat keasaman tertentu. Contoh konkritnya adalah jenis Eunotia sp. dan Frustulia sp. yang hanya dapat hidup pada lingkungan dengan pH di bawah 7. Sedangkan jenis Diploneis sp., Amphipleura sp., Denticula sp., dan Rholapodia sp. cenderung tidak dapat hidup pada lingkungan asam. Zat-zat hara yang dikandung suatu perairan sangat mempengaruhi jenis diatom yang hidup di dalamnya.

 

Terdapat jenis diatom yang memerlukan lingkungan dengan kandungan kalsium dan magnesium rendah. seperti Diploneis sp., Amphipleura sp., Rhopalophodia sp., dan Gysigma sp. Sedangkan terdapat pula jenis plankton yang hidup di dalam perairan yang banyak mengandung kalsiumnya, seperti Microcystic sp, Pediastrum sp, Coscinodiscus sp, dan Melosira sp. Namun, ada pula diatom yang dapat bertahan dalam kadar H2S (racun) tinggi, yakni sekitar 3,5 ppm, yaitu Hantzschia sp. dan Nitzschia sp. Pada musim hujan, air sungai akan mengalami kenaikan volume, diikuti dengan kenaikan tingkat kekeruhan air dan bahkan kenaikan tingkat nutrisi. Hal-hal tersebut menyebabkan kenaikan proliferasi diatom.

 

Reference:

  • A Tresna Sastrawijaya, (2000), Pencemaran Lingkungan, PT Rineka Cipta, Jakarta
  • Ida Indrawati, Sunardi, Ita Fitriyyah, (2010). Perifiton Sebagai Indikator Biologi Pada Pencemaran Limbah Domestik di Sungai Cikuda Sumedang. Jurusan Biologi FMIPA, Universitas Padjadjaran
  • Syamsul Bahri, Ratna Hidayat, Bambang Priadie. (2004). Analisis Kualitas Air Sungai Secara Cepat Menggunakan Makrobenthos Studi Kasus Sungai Cikapundung. Peneliti Bidang Lingkungan Keairan, Pusat Litbang Sumber Daya Air. Bandung
  • Ida Indrawati, Sunardi, Ita Fitriyyah. (2001). Perifiton sebagai indikator biologi pada pencemaran Limbah domestik di sungai cikuda Sumedang. Jurusan Biologi FMIPA, Universitas Padjadjaran. Bandung.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Indonesian Public Health Portal