Daily Notes

Pantulan Kubah

Pantulan Kubah

Oleh: Munif Arifin

Kelok kali itu kian menjauh
Buram pas diujung pantulan Kubah

Riaknya lirih
Keluh kesahnya segera ditelikung perdu colocasia esculenta

(Kami terus saja bersapa basa basi
disepanjang becek jalan setapak. Untuk kesekian kali). Saat menjemput pagi. Atau saat lari tersipu dihardik buram senja. Saat ini).

Pantulan Kubah telah lama (kami rasa)
menjadikan disharmoni pupil, lensa, dan retina
Silaunya berderet mengacaukan delivery pesan nervus kranial

(Sering kali kami salah sangka pada serakan eksotis cumulonimbus. Atau siul ceria burung kedasih)

Pantulan kubah itu kini kian temaram dihabisi tebal senja. Yang empunya cahaya diam pas 18 derajat dibawah cakrawala

Pantulan kubah itu kian tipis
pudar menjauh
raib diujung kelok kali

(Kami kian ndak enak hati. Oleh sumpah serapah dan gundah keluarga reptil vertebrata. Yang pandangan matanya terhalang gelab gulma).

Seketika kami percepat langkah.
Toh diujung sana kian terasa letak dasar pilar kubah
Yang pantulanya telah ditalak kelok kali.

Tadi.

(Akhir Juli ini)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Indonesian Public Health Portal