Imunisasi Rutin

Covid dan Vaksin Bukan Covid

Covid atau Vaksinasi Covid-19 Biang Tiarap Vaksinasi Rutin ?

Lagi-lagi pandemi yang dijadikan penyebab perubahan warna hitam pada kambing.  Tidak sebatas mati suri dunia traveling dan wisata. Inflasi, stagnasi pertumbuhan ekonomi.

Pun pandemi telah telak dipersalahkan pada tiarapnya cakupan imunisasi rutin.

Sesuatu yang sudah berpuluh tahun rutin dilakukan itu kini tiarap. Ribuan bayi dan anak berstatus bolong Imunisasi. Mereka belum imunisasi pada beberapa jenis vaksin rutin. Belum imunisasi lanjutan, vaksin usia sekolah, dan seterusnya. Tiba-tiba usia sudah terlampaui. Mereka bermasalah pada tidak disiplin interval. Mereka syah dinyatakan berstatus imunisasi tidak lengkap.

What happen?

Karena tidak rutin datang ke Posyandu, seloroh Bude Jamilah. Karena Posyandu juga sedang mengunci pintu. Atas nama status level PPKM. Dan seterusnya.

Kejadian ikutan selanjutnya bisa segera ditebak. Jika bolong terlalu menganga pada imunisasi campak rubela dan difteri, akan segera dilaporkan suspek penyakit campak rubela dan difteri. Demikian seterusnya. Hingga data dan laporan dari berbagai wilayah semakin mengkhawatirkan.  Telah terjadi kenaikan kasus penyakit yang (sebetulnya) dapat dicegah dengan Imunisasi (PD3I).

Kejar BIAN

Sebagian besar cerdik pandai dan kemudian sepakat dan bermufakat. Harus dilakukan akselerasi imunisasi rutin. Dengan satu tujuan untuk melengkapi status imunisasi anak. Untuk meutup lubang menganga jumlah anak yang belum imunisasi lengkap. Program yang selanjutnya dideclair dengan nama BIAN (Bulan Imunisasi Anak Nasional) dan Kejar. Sebagaimana resmi termaktub pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/Menkes/1113/2022 Tentang penyelenggaraan bulan imunisasi anak nasional tahun 2022

Beberapa pertimbangan dikeluarkannya Keputusan diatas antara lain :

  1. bahwa penyakit campak dan rubela merupakan penyakit infeksi yang sangat menular, yang berdasarkan kajian epidemiologis dan penilaian risiko penyakit campak dan rubela termasuk Congenital Rubella Syndrome (CRS). Sebagian besar provinsi di Indonesia berada dalam risiko sedang, tinggi, dan sangat tinggi untuk terjadinya kejadian luar biasa;
  2. bahwa berdasarkan rekomendasi dari Komite Penasehat Ahli Imunisasi Nasional (Indonesian Technical Advisory Group on Immunization) tahun 2020 dan Komite Verifikasi Nasional Eliminasi Campak dan Rubela, diperlukan upaya percepatan pencapaian eliminasi campak dan rubela melalui kegiatan pemberian imunisasi tambahan secara bertahap;
  3. bahwa terdapat penurunan cakupan imunisasi rutin yang cukup signifikan dalam beberapa tahun terakhir, khususnya penambahan jumlah anak yang tidak mendapatkan imunisasi rutin lengkap sesuai usia, sehingga perlu dilakukan upaya untuk melengkapi status imunisasi anak melalui pelaksanaan imunisasi kejar, dengan penyelenggaraan bulan imunisasi anak nasional;

Sasaran imunisasi tambahan campak rubela:

  1. Provinsi Aceh, Riau, Kepulauan Riau, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat adalah anak usia 9 (sembilan) bulan sampai dengan kurang dari 15 (lima belas) tahun;
  1. Provinsi Bengkulu, Jambi, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Lampung, di seluruh provinsi di Pulau Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua adalah anak usia 9 (sembilan)bulan sampai dengan kurang dari 12 (dua belas) tahun;
  1. Provinsi DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur adalah anak usia 9 (sembilan)bulan sampai dengan 59 (lima puluh sembilan) bulan.

Sasaran imunisasi kejar adalah anak usia 12 (dua belas) bulan sampai dengan 59 (lima puluh sembilan) bulan di seluruh provinsi yang belum atau tidak lengkap status imunisasinya. (jRenk’22)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Indonesian Public Health Portal