Sanitarian Guide

Siklus Hidup Aedes Aegypti

Tahap Telur, Jentik, Kepompong, dan Tahap Dewasa Nyamuk Aedes Aegypti

Penyakit demam berdarah ditularkan melalui gigitan nyamuk Ae.aegypti dan Ae. albopictus, tetapi yang menjadi vektor utama adalah Ae. aegypti. Cara memberantas vektor DBD yang paling tepat adalah dengan cara pengelolaan lingkungan. Pengelolaan sanitasi lingkungan yang dapat diterapkan di masyarakat dalam rangka menekan sumber habitat larva Aedes antara lain adalah dengan melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk, perbaikan penyediaan air bersih, perbaikan pengelolaan sampah padat, pengubahan tempat perkembangbiakan buatan manusia dan perbaikan disain rumah (Depkes, 2004).

Nyamuk Ae. aegypti L. berkembang biak dan mengalami metamorfosis sempurna. Telur kurang lebih 2 hari menetas menjadi jentik. Jentik mengalami pergantian kulit (Molting) sampai 4 kali lalu menjadi pupa. Stadium pupa ini tidak memerlukan makan. Kurang lebih 9 hari telur akan tumbuh menjadi nyamuk dewasa (Gandahusada dkk., 1988).

Nyamuk Ae. Aegypti, seperti juga nyamuk Anophelini, lainnya mengalami metamorfosis sempurna, yaitu telur- jentik-kepompong-nyamuk. Stadium telur, jentik dan kepompong hidup di dalam air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu ±2 hari setelah telur terendam air. Stadium jentik biasanya berlangsung 6 – 8 hari, dan stadium kepompong berlangsung antara 2 – 4 hari. Pertumbuhan dari telur menjadi nyamuk dewasa selama 9 – 10 hari. Umur nyamuk betina dapat mencapai 2 – 3 bulan.

Tempat perkembangbiakan utama adalah tempat-tempat penampungan air berupa genangan air yang tertampung di suatu tempat atau bejana di dalam atau sekitar rumah atau tempat-tempat umum, biasanya tidak melebihi jarak 500 meter dari rumah. Nyamuk ini biasanya tidak dapat berkembangbiak di genangan air yang langsung berhubungan dengan tanah.

Setelah lahir (keluar dari kepompong), nyamuk istirahat di kulit kepompong untuk sementara waktu. Beberapa saat setelah lahir sayap meregang menjadi kaku, sehingga nyamuk mampu terbang mencari mangsa/darah.

Menurut Hamzah (2004), nyamuk Ae. aegypti jantan menghisap cairan tumbuhan atau sari bunga untuk keperluan hidupnya, sedangkan yang betina menghisap darah. Nyamuk betina lebih menyukai darah manusia daripada binatang (bersifat antropofilik). Darah diperlukan untuk mematangkan telur agar jika dibuahi oleh sperma nyamuk jantan, dapat menetas. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan perkembangan telur mulai dari nyamuk menghisap darah sampai telur dikeluarkan biasanya bervariasi antara 3 – 4 hari. Jangka waktu tersebut disebut siklus gonotropik.

Kemampuan terbang nyamuk betina rata-rata 40 meter, maksimal 100 meter namun secara pasif misalnya karena angin atau terbawa kendaraan dapat berpindah lebih jauh. Di Indonesia nyamuk ini tersebar luas baik di rumah-rumah maupun di tempat-tempat umum. Nyamuk ini dapat hidup dan berkembangbiak sampai ketinggian daerah ± 1.000 meter dari permukaan laut. Di atas ketinggian 1.000 meter tidak dapat berkembangbiak, karena pada ketinggian tersebut suhu udara terlalu rendah, sehingga tidak memungkinkan bagi kehidupan nyamuk tersebut.

Biasanya nyamuk betina mencari mangsanya pada siang hari. Aktivitas menggigit biasanya mulai dari pagi sampai petang hari, dengan dua puncak aktivitas antara pukul 09.00-10.00 dan 16.00-17.00. Tidak seperti nyamuk lain, Ae. aegypti mempunyai kebiasaan menghisap darah berulangkali (multiple bites) dalam satu siklus gonotropik, untuk memenuhi lambungnya dengan darah. Dengan demikian nyamuk ini sangat efektif sebagai penular penyakit.

Setelah menghisap darah, nyamuk hinggap (beristirahat) di dalam atau kadang-kadang di luar rumah, biasanya berdekatan dengan tempat perkembangbiakannya. Di tempat tersebut nyamuk menunggu proses pematangan telur. Setelah beristirahat dan proses pematangan telur selesai, nyamuk betina akan meletakkan telurnya di dinding tempat perkembangbiakannya sedikit di atas permukaan air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu ±2 hari setelah telur terendam air. Setiap kali bertelur nyamuk betina dapat mengeluarkan telur sebanyak 100 butir. Telur ini di tempat yang kering (tanpa air) dapat bertahan berbulan-bulan pada suhu -20C sampai 420C, bila tempat tersebut tergenang air atau kelembabannya tinggi maka telur dapat menetas lebih cepat (Sungkar, 2005).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Indonesian Public Health Portal