Surveilans dan Pelaporan KIPI
Surveilans Pemantauan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)
Secara definisi, KIPI adalah semua kejadian sakit dan kematian yang terjadi dalam masa satu bulan setelah imunisasi. Pada kejadian tertentu lama pengamatan KIPI dapat mencapai masa 42 hari (artritis kronik pasca vaksinasi rubela), atau sampai 6 bulan (infeksi virus campak vaccine-strain pada resipien non imunodefisiensi atau resipien imunodefisiensi pasca vaksinasi polio).
Menurut WHO (1999), klasifikasi KIPI dibedakan sebagai berikut:
Reaksi Vaksin (Vaccine reaction)
- Induksi vaksin (vaccine induced) : intrinsik vaksin vs. Individu Potensiasi vaksin (vaccine potentiated) : gejala timbul dipicu oleh vaksin.
- Kejadian disebabkan atau dipicu oleh vaksin walaupun diberikan secara benar.
- Disebabkan oleh sifat dasar dari vaksin.
Kesalahan Program
Sebagian besar kasus KIPI berhubungan dengan masalah program dan teknik pelaksanaan imunisasi yang meliputi kesalahan program peyimpanan, pengelolaan, dan tata laksana pemberian vaksin. Kesalahan tersebut dapat terjadi pada berbagai tingkatan prosedur imunisasi, misalnya:
• Dosis antigen (terlalu banyak)
• Lokasi dan cara penyuntikan
• Sterilisasi semprit dan jarum
• Jarum bekas pakai
• Tindakan aseptik dan anti septik
• Kontaminasi vaksin dan alat suntik
• Penyimpanan vaksin
• Pemakaian sisa vaksin
• Jenis dan jumlah pelarut vaksin
• Tidak memperhatikan petunjuk produsen (petunjuk pemakaian, indikasi kontra, dll)
Kebetulan (Coincidental): Kejadian terjadi setelah imunisasi tapi tidak disebabkan oleh vaksin. Indikator faktor kebetulan ditemukannya kejadian yang sama disaat bersamaan pada kelompok populasi setempat dengan karakter serupa tetap tidak mendapat imunisasi
Reaksi Suntikan: Kejadian yang disebabkan oleh rasa takut/gelisah atau sakit dari tindakan penyuntikan, dan bukan dari vaksin. Reaksi suntikan langsung misalnya rasa sakit, bengkak dan kemerahan pada tempat suntik, sedangkan reaksi suntikan tidak langsung misalnya rasa takut, pusing, mual.
Penyebab tidak diketahui, jika penyebab kejadian tidak dapat ditetapkan.
Sementara gejala klinis KIPI dapat timbul secara cepat maupun lambat dan dapat dibagi menjadi gejala lokal, sistemik, reaksi susunan syaraf pusat, serta reaksi lainnya (tabel dibawah). Pada umumnya makin cepat KIPI terjadi makin berat gejalanya
Survailans KIPI
Surveilans KIPI merupakan kegiatan deteksi dini, merespon kasus KIPI dengan cepat dan tepat, mengurangi dampak negatif imunisasi untuk kesehatan individu dan pada program imunisasi. Hal ini adalah merupakan indikator kualitas program. Beberapa kegiatan surveilans KIPI antara lain meliputi :
- Mendeteksi, memperbaiki, dan mencegah kesalahan program
- Mengidentifikasi peningkatan rasio KIPI yang tidak wajar pada batch vaksin atau merek vaksin tertentu
- Memastikan bahwa suatu kejadian yang diduga KIPI merupakan koinsidens (suatu kebetulan)
- Menimbulkan kepercayaan masyarakat pada program imunisasi dan memberi respons yang tepat terhadap perhatian orang tua/masyarakat tentang keamanan imunisasi di tengah kepedulian (masyarakat dan profesional) tentang adanya risiko imunisasi
- Memperkirakan angka kejadian KIPI (rasio KIPI) pada suatu populasi
Berdasarkan kegiatan surveilans KIPI diatas kemudian dilakukan pelaporan KIPI. Beberapa point yang perlu diperhatikan pada pelaporan KIPI sebagai berikut :
- Indentitas : nama anak, tanggal dan tahun lahir (umur), jenis kelamin nama orang tua dan alamat harus jelas
- Jenis vaksin yang diberikan, dosis, nomor batch, siapa yang memberikan. Vaksin sisa disimpan dan diperlakukan seperti vaksin yang masih utuh (perhatikan cold chain)
- Nama dokter yang bertanggung jawab
- Adakah KIPI pada imunisasi terdahulu
- Gejala klinis yang timbul dan atau diagnosis (bila ada). Pengobatan yang diberikan dan perjalanan penyakit, (sembuh, dirawat atau meninggal). Sertakan hasil laboratorium yang pernah dilakukan. Ditulis juga jika terdapat penyakit penyerta lain jika ada.
- Waktu pemberian imunisasi (tanggal, jam)
- Saat timbulnya gejala KIPI sehingga diketahui, berapa lama interval waktu antara pemberian imunisasi dengan terjadinya KIPI, lama gejala KIPI
- Apakah terdapat gejala sisa, setelah dirawat dan sembuh
- Bagaimana cara menyelesaikan masalah KIPI (kronologis)
- Adakah tuntutan dari keluarga
Beberapa jenis pelaporan KIPI berdasarkan waktu, sebagai berikut:
KIPI yang harus dilaporkan 24 jam pasca imunisasi, antara lain meliputi:
1) Reaksi anafilaksis (reaksi hipersensitivitas akut)
2) Anafilaksis
3) Menangis menjerit yang tidak berhenti selama > 3 jam (persistent inconsolable screaming)
4) Hypotonic hyporesponsive episode
5) Toxic shock syndrome
KIPI yang harus dilaporkan 5 hari pasca imunisasi, yaitu:
1) Reaksi lokal hebat
2) Sepsis
3) Abses pada bekas suntikan (infeksi/steril)
Sedangkan KIPI yang harus dilaporkan 30 hari pasca imunisasi :
1) Ensefalopati
2) Kejang
3) Meningitis aseptik
4) Trombositopenia
5) Lumpuh layu (accute flaccid paralysis)
6) Meninggal, dirawat di RS
7) Reaksi lokal yang hebat
8) Abses di daerah suntikan
9) Neuritis Brakhial
Referensi, antara lain:
- Undang-Undang no. 36 tahun 2009 tentang kesehatan.
- Undang-Undang no. 4 tahun 1984 tentang wabah penyakit menular.
- Undang-Undang no. 1 tahun 1962 tentang karantina laut.
- Undang-Undang no. 2 tahun 1962 tentang karantina udara.
- Permenkes 42 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan imunisasi
Dasar Hukum kesepakatan-kesepakatan internasional:
- WHO tahun 1988 dan UNICEF melalui World Summit for Children pada tahun 1990 tentang ajakan untuk mencapai target cakupan imunisasi 80-80-80, Eliminasi Tetanus Neonatorum dan Reduksi Campak;
- Himbauan UNICEF, WHO dan UNFPA tahun 1999 untuk mencapai target Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal (MNTE) pada tahun 2005 di negara berkembang;
- Himbauan dari WHO bahwa negara dengan tingkat endemisitas tinggi >8% pada tahun 1997 diharapkan telah melaksanakan program imunisasi hepatitis B ke dalam program imunisasi rutin;
- WHO/UNICEF/UNFPA tahun 1999 tentang Joint Statement on the Use of Autodisable Syringe in Immunization Services;
- Konvensi Hak Anak: Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak Anak dengan Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1999 tertanggal 25 Agustus 1990, yang berisi antara lain tentang hak anak untuk memperoleh kesehatan dan kesejahteraan dasar;
- Resolusi Majelis Kesehatan Dunia (World Health Assembly) tahun 1988 dan tahun 2000 yang diperkuat dengan hasil pertemuan The Eight Technical Consultative Group Vaccine Preventable Disease in SEAR tahun 2001 untuk mencapai Eradikasi Polio pada tahun 2004 untuk regional Asia Tenggara dan sertifikasi bebas polio oleh WHO tahun 2008;
- The Millenium Development Goal (MDG) pada tahun 2003 yang meliputi goal 4: tentang reduce child mortality, goal 5: tentang improve maternal health, goal 6: tentang combat HIV/AIDS, malaria and other diseases (yang disertai dukungan teknis dari UNICEF);